AJIAN KEMBANG WIJAYA KUSUMA VERSI CIREBON

Ki Guna

Dengan Hormat , Salam berkah untuk anda dan semua. Perkenalkan saya Ki Guna dari Cirebon. Saya baru aktif mempelajari blog KOS ini sekitar 1 bulanan. aya tertarik untuk ikut berpartisipasi baik sebagai penyimak,komentator,maupun artikel. Dan ijinkan saya untuk mengirimkan artikel perdana saya ini berupa salah satu ijasah keilmuan yang ada pada perguruan kami di Cirebon. Maaf untuk sementara nama dan tempat nya kami rahasiakan dulu, tetapi nanti akan kami luncurkan web/ blog nya untuk semua pengaktif KOS melalui posting/komentar/artikel2 berikutnya.

Ilmu ini disebut : AJI KEMBANG WIJAYA KUSUMA
manfaat untuk KEWIBAWAAN, PENGASIHAN, dan PENGUASAAN KHODAM ajian ini
tata caranya sbb :

Puasa mulai jam 12 malam (00.00) hari bebas, kapan saja, tanpa sahur maupun berbuka sama sekali. baru boleh berbuka jam 12 hari KAMIS malam JUMAT atau awal hari JUMAT nya (00. 01 ). Sebaiknya makanan untuk berbukanya jangan langsung yang keras2 atau makanan/minuman panas/dingin dulu biar usus perut tidak terluka.

Bacaan yang harus diwiridkan setiap selesai sholat FARDU ditambah solat Hajat malam nya ( jam 11 , 12 atau jam 1 ) sbb : ( peringatan : bagi yang baru mencoba atau pemula jangan coba coba melakukan tirakat seperti ini dulu, tetapi bagi yang sudah biasa berpuasa semacam ini silahkan saja mudah2an berkah )

AJIK IRA KEMBANG WIJAYA KUSUMA SAJODO
MANGGONANA MRIPAT KIWA LAN TENGEN
100 X

kemudian tiupkan ke (dua) telapak tangan dan usapkan ke mata anda.
Pada malam terakhir menjelang tengah malam sekitar jam 11 akan datang ( nyata maupun mimpi ) seorang laki laki berperawakan gagah berwajah tampan mirip SATRIA dalam PEWAYANGAN yang akan hadir dan mengamati anda tanpa bicara sepatah kata pun. Anda janganlah berkata apapun terhadapnya. Biarkan sampai dia pergi/ menghilang. Itu pertanda tirakat anda berhasil. (Jika tidak mengalami hal tersebut pun Insya Allah asalkan aturan dan tata caranya dijalankan tetap akan ada hasilnya ). Kemudian berbukalah jila sudah lewat jam 12 malam pada hari kamis nya , berarti awal Jumat dini hari jam 00. 01 LEBIH.

Demilkian LAKU aji kembang wijaya kusuma versi kami. Mohon maaf kami bukan bermaksud yang tidak tidak, hanya berbagi khazanah keilmuan, wawasan dan kebudayaan agar bermanfaat bagi semua. Amin. Hormat kami.



Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262

KH Ahmad Shofawi, Tokoh Alim nan Dermawan

KH Ahmad Shofawi, Tokoh Alim nan Dermawan
Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan, Solo, Jawa Tengah, Rabu (20/1) mendatang, akan mengadakan peringatan haul para sesepuh pondok, salah satunya adalah KH. Ahmad Shofawi. KH. Ahmad Shofawi, putera dari Akram bin Ikram bin Thohir lahir di Kota Solo pada tahun 1879. Selain sebagai salah satu tokoh pendiri Al-Muayyad, juga dikenal sebagai seorang pengusaha yang dermawan lagi sholeh. Juga wira’i, cermat dan hati-hati dalam menjalankan syariat, tawaddhu’ dan rendah hati. Beliau sangat menyayangi ulama dan kyai-kyai serta berbahasa Jawa halus (Kromo Inggil).
Sejak kecil, ia mendapatkan pendidikan agama terutama dari sang Bapak. Setelah menginjak usia remaja, Shofawi mondok di Pesantren yang diasuh Kiai Ahmad Kadirejo Klaten guna mempelajari dan mendalami ilmu tasawuf, Thoriqoh Naqsabandi. Di pesantren ini pula ia bertemu dengan sahabatnya, KH Abdul Mannan (ayah KH Ahmad Umar), yang kelak bersama-sama mendirikan Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan.
Saat menjadi santri, Shofawi bercita-cita menghafal Al-Quran, akan tetapi hal tersebut tidak sempat terwujud. Namun disamping itu, ia juma memiliki tiga cita-cita lainnya, yaitu; berkediaman di dekat (mangku) masjid, menunaikan ibadah haji dengan kapal berbendera Islam, dan memiliki anak-anak yang mangku (mengasuh) pondok pesantren. Cita-cita tersebut, di kemudian hari, semuanya telah terwujud.
Putera-puterinya kini menjadi pengasuh berbagai pondok, antara lain KH Rozaq Shofawi (Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan Solo) dan Nyai H. Siti Maimunah Baidlowi, mendampingi suaminya KH A. Baidlowi (almarhum), mengasuh Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin di Brabo.
Kembali ke Solo, Shofawi muda kemudian menekuni dunia usaha. Di bidang dunia usaha, Kiai Shofawi terkenal sebagai pengusaha yang bonafide dan maju. Di saat orang masih menggunakan alat tenun tangan, beliau telah menggunakan alat tenun mesin, suatu yang sangat langka pada masa itu. Kualitas barang selalu dijaga, pelayanan yang baik dan barang dijual dengan layak. Kesemuanya membuat perusahaan batik dan tenun cap “Pohon Kurma” milik beliau dapat menguasai pasar Solo dan Surabaya.
Dengan kekayaannya, beliau gunakan untuk membantu berbagai macam pihak, termasuk menyediakan keperluan para pejuang kemerdekaan yang tergabung dalam barisan kiai Sabilillah maupun Hizbullah yang terkenal dengan “Pasukan Lawa-lawa”.
Tak hanya itu, Mbah Kaji Sapawi, begitu sapaan masyarakat kepadanya, turut membantu pembangunan masjid dan pesantren di berbagai daerah, antara lain 3.500 meter persegi untuk membangun pesantren, madrasah dan masjid Al-Muayyad, Laweyan Solo. Kayu jati untuk masjid di pondok pesantren Krapyak Yogyakarta-pun, atas pembiayaan beliau. Pondok pesantren lainnya juga banyak dibantunya, seperti pesantren Serang Rembang, pondok pesantren Gontor Ponorogo dan lain sebagainya.
Bantuan yang berikan di masa lampau tersebut, bahkan masih diingat oleh pengasuh pesantren generasi penerusnya. Seperti yang dituturkan salah satu putera Mbah Kaji Sapawi, KH Idris Shofawi, saat diwawancarai NU Online di kediamannya, belum lama ini (14/10).
“Dulu sewaktu saya masih muda, saya pergi ke Gontor bersama sejumlah jamaah. Di sana, pendiri Pondok Gontor Kiai Zarkasyi dalam sambutannya mengatakan ketika masih membangun Pondok Gontor, ia mengirim 3 utusan ke Solo untuk mencari tambahan donatur. Salah satunya ke Mbah Sapawi. Kemudian oleh Mbah Sapawi, dicukupi biaya yang dibutuhkan,” terang Kiai Idris.
Bangun Masjid Tegalsari
Kiai Showafi, pula yang banyak mendukung berdirinya madrasah dan masjid di Tegalsari. Tanah yang menjadi tempat untuk mendirikan masjid serta sebagian yang sekarang menjadi kompleks bangunan pesantren dan sekolah MI/SD/SMP Ta’mirul Islam di Tegalsari, merupakan wakafnya. Tanah seluas 2000 m2 (lebar 40 m, panjang 50 m) tersebut, dulunya disebut gramehan yaitu tempat untuk memelihara ikan gurami.
Saat membangun masjid tersebut beliau sangat berhati-hati, karena karena beliau dikenal sebagai Kiai wira’i (cermat dan hati-hati menjalankan syari’at), suka riyadlah (prihatin demi cita-cita luhur) serta taat kepada guru dan kiai. Kewira’i-an beliau ditandai dengan beliau memerintahkan seluruh tukang harus berwudlu sebelum berkerja, agar mereka dalam keadaan yang suci juga.
Dan atas perintah ayahnya, Masjid Tegalsari dibangun dengan tiga syarat, yaitu; 1) Dilarang mencari dana dengan mengeluarkan surat edaran ke manapun., 2) Harus dibiayai sendiri (prinsip mandiri)., 3) Bila ada dermawan lain memberi bantuan supaya diterima, tetapi tidak usah meminta bantuan. Hal ini dipegang teguh dalam pendirian masjid sampai selesai. Dana-dana yang masuk harus halal. Karena ini untuk menjaga kesucian dari pembangunan masjid Tegalsari.
Kesucian Masjid Tegalsari memang benar-benar dijaga oleh pendirinya yaitu KH Ahmad Shofawi. Saat itu Indonesia masih diduduki Belanda, dan Belanda mencurigai Masjid Tegalsari sebagai tempat persembunyian pejuang kemudian Belanda masuk tanpa melepas alaskaki dan membawa anjing pelacak.
Setelah Belanda keluar dari masjid, KH Ahmad Shofawi langsung menyujikan sendiri masjid itu, 7 kali dengan air dan salah satunya dengan pasir untuk menghilangkan najis mugholladhoh (najis besar). Dalam kesucian beliau sangat berhati-hati, dalam kesehariannya beliau mencuci pakaiannya sendiri, ini dikarenakan agar beliau dapat memastikan pakaian yang dipakai benar-benar suci.
Konsisten akhir hayat
Sebagai seorang tokoh panutan di lingkup Tegalsari, bahkan wilayah Surakarta, Mbah Kaji Sapawi menjadi sosok yang benar-benar konsisten dalam menjaga dua prinsip: Quu anfusakum wa ahlikum naaran (jagalah dirimu dan keluargamu dari Api Neraka) dan wa ta’awanu ‘alal birri wat taqwa (tolong menolonglah kalian semua dalam kebaikan dan taqwa).
“Bahkan hingga jelang akhir hayatnya, Mbah Sapawi tetap ikut mengawasi pendidikan dan ibadah putera-puterinya. Seringkali ia shalat berjamaah di masjid, berada di shaf belakang putranya yang masih kecil, seperti Pak Idris dan Pak Muid untuk mengawasi sholat mereka. Setelah sahalat kalau masih gojek, beliau menyabetkan serban sebagai peringatan masih mengawasi,” ungkap salah satu tokoh Masjid Tegalsari, Ahmaduhidjan, saat disambangi NU Online, di kediamannya, beberapa waktu lalu.
Di bidang pendidikan, imbuh Mbah Ahmadu, Mbah Sapawi juga mendatangkan beberapa ulama untuk mengajarkan pendidikan agama Islam kepada puteri-puterinya. “Mbah Kiai Shofawi mengundang sejumlah kiai antara lain KH Djauhar Keprabon, KH Mawardi Sepuh Keprabon, KH Masjhud Keprabon, dan KH Asy’ari Tegalsari.untuk datang ke rumahnya dan mengajari putra-putrinya belajar ilmu agama, dan kemudian juga turut bergabung anak putri yang lain,” ungkap dia.
Keistiqomahan beliau dalam ibadah dan berhubungan baik dalam masyarakat terjaga hingga pada usia 83 tahun, tepatnya pada tahun 1962, Kiai Shofawi wafat. Jenazah beliau dimakamkan di Maqbaroh “Pulo” Laweyan Solo. Lahu al-fatihah!




Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262