SEPENGGAL CATATAN DARI MANGLAYANG

Berusahalah sekuat tenaga dengan memastikan bahwa kalian bisa memiliki kepatuhan seutuhnya sebelum hadir dihadapan NYA, tidak melakukan kesalahan apalagi kurang ajar terhadap NYA…Sesungguhnya kalian ini pembohong, tidak mengetahui jalan menuju pintu NYA…. Bagaimana kalian tahu jalan menuju Allah bila mata kalian buta?

(Syeikh Abdul Qodir al Jilani: Qaddasallah Sirrah al Aziz)

DSC_0381Tersebutlah suatu ketika saya menyadari dan menggedor-gedor nurani untuk tidak hanya menghayati kata-kata Syaikh Abdul Qodir tersebut namun bermaksud membuktikan apa yang disampaikannya. Konon syaikh adalah pemimpin para wali yang ada di bumi. Saya yakin apa yang disampaikannya itu benar, namun bila ada pembuktian lebih lanjut tentu saja nilai lebih bagi kita. Tidak hanya kata anu, kata ini kata itu.. namun tahu dengan pengalaman dan penyaksian akan menancap dalam hati sanubari yang terdalam. Kemantapan hati berbuah tekad yang kuat untuk berangkat memenuhi panggilan itulah NIAT AWAL saya.

Bagaimana kalian tahu jalan menuju Allah bila mata kalian buta?

Berangkatlah saya dengan persiapan minim menuju ke wilayah barat pada hari Sabtu 13 April 2013. Uang saku dan bekal pun pas pasan hanya untuk bertahan hidup. Raga dan tubuh syariatnya menuruti ‘peraturan’ dan ‘perintah’ keduniawian semata, namun hati dan rasa/batinnya sungguh lain. Hati harus menuruti sebuah PERINTAH yang kadar KEHARUSANNYA lebih berat.

Wilayah yang kutuju saat itu adalah Gunung Manglayang, sebuah gunung yang tidak terlalu tinggi yang berada di wilayah Jatinangor, Sumedang Jawa Barat. Titik koordinatnya pun sudah pasti sesuai syariat yaitu di depan Bumi Perkemahan Kiara Payung, sekitar 5 km dari jalan raya utama Sumedang- Bandung. Hawanya dingin sejuk memaksa saya untuk menyesuaikan diri sebisa mungkin. Maklum, aku terbiasa hidup di Sidoarjo, Jawa Timur yang berhawa panas menyengat. Di Manglayang, keringat tidak akan keluar sehingga bau badan pun tidak berubah. Tetap harum meski tanpa parfum.

Terkait dengan tempat dingin sejuk seperti ini, saya langsung ingat Gunung Bromo. Siang pun memang tetap panas kena cahaya matahari, namun udara yang dihembuskannya tidak membuat kulit menjadi kering. Pepohonan rindang dan lingkungan yang masih alami membuat betah berlama-lama. Di Manglayang, saya tinggal dua belas hari lamanya. Mengakhiri perjalanan tanggal 27 April 2013 kemarin. Lumayan lama untuk ukuran saya yang biasa dengan mobilitas tinggi. Jangka waktu dua belas hari itu saya manfaatkan benar-benar untuk belajar. Belajar mulai dari nol lagi hingga merangkak naik setahap demi setahap.

Saya tidak pernah malu memulai dari nol, sebab berkaca pada Rasulullah, panutan hidup saya bahwa: Nabi Muhammad SAW pun memulai dari nol sebelum melangkah ke tahap demi tahap pendakian spiritual. Bagaimana tidak?

Bukankah saat pertama kali Muhammad SAW menerima wahyu dia menganggap dirinya tidak ‘bisa’ membaca? Padahal saat itu dia sudah ahli berpuasa dan nyepi di gua? Bukankah saat itu dia sudah memiliki kedewasan mental spiritual yang matang? Bukankah saat itu dia sudah ‘sakti’ dan memiliki ‘kekuatan spiritual’ yang pilih tanding sehingga kuat ditempa masalah hidup yang sedemikian berat? Faktanya, Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi ketika usianya 40 tahun. Masa sebelum usia 40 tahun itu, dia harus mampu bertahan dari kejinya fitnah, bertahan dari lingkungan yang dominan paganism yang begitu tua di jazirah Arab. Hal yang mustahil dilakukan orang kebanyakan yang dalam hidupnya tidak punya prinsip dan keteguhan.

Bagaimana kalian tahu jalan menuju Allah bila mata kalian buta?

Maka Rasulullah SAW memulai di titik nol ketika bertemu Malaikat Jibril, PERANTARA PERJUMPAAN DENGAN JALAN ALLAH SWT. Dan bagi Rasulullah, kejujuran untuk mengakui bahwa dirinya ‘tidak bisa membaca’ bermakna bahwa dia belum mampu membaca semua kejadian ini dalam kerangka pemahaman yang holistic, nyambung, awal akhir lahir dan batin dalam genggaman Allah SWT.

Buah kejujurannya itulah dia kemudian diberkahi Allah SWT dengan ilmu, yang mana dengan ilmu itu dia mampu untuk ‘membaca dengan Nama Tuhan Yang Maha Menciptakan’. Jadi tidak sekedar pengetahuan yang berasal dari akal dengan menyusun fakta-fakta dan kemudian dijadikan mossaik pandangan hidup yang tersusun lengkap, namun benar-benar menghancurkan EGO DIRI –tahap akhir pendakian spiritual — dan berada di titik NOL sehingga hidayah ALLAH SWT itu turun.

Meneladani Rasulullah SAW itulah semangat dan tekad saya. Kuanggap ini sebuah purifikasi. Katarsis menuju titik NOL. Menjiwai dan mencoba belajar untuk bertahan di tengah kepungan masalah hidup, kepungan citra-citra diri, nilai-nilai yang campur baur, kemacetan pehamanan dan penghayatan akan makna hidup di sana sini, salah kaprahnya tujuan yang akhirnya membekam plus menutup diri untuk mbobot dan mbabar, metamorphosis kepompong menjadi kupu-kupu…

Tidaklah menarik untuk menceriterakan secara detail apa yang saya alami; setiap detik berlalu lalang makhluk-makhluk dari beragam jenis dari yang tampak maupun yang tidak tampak. Juga muncul berbagai peristiwa layaknya para pejalan spiritual yang lain. Itu semua hanya bumbu duniawi semata dan yang lebih penting untuk diungkap dan disampaikan adalah RASAnya.  APA RASA YANG LAHIR ketika berada di TITIK NOL. Saya tidak tahu apa-apa. Rasanya terlahir kembali, melihat dengan cara pandang baru tentang semuanya. Mengalir tenang dan lancarnya aliran yang selama ini tersumbat oleh kotor lemak dan sampah duniawi.

Bagaimana kalian tahu jalan menuju Allah bila mata kalian buta?

Di satu titik, di depan BUMI PERKEMAHAN, KIARA PAYUNG CAMP, di depannya.. bukan di dalam, hanya di pinggir jalan kecil, saya jadikan homebase. Setiap kesempatan saya berlalu lalang, naik mendaki ke puncak, minum di air sumber, dan turun lagi ke homebase. Mencari makan yang tersedia. Termasuk diberi sedekah makan oleh tiga sahabat KWA: (1) sesepuh KWA Mbah Selor Selawe (matur suwun sudah ditraktir sate dan bakso, maaf saya harus pura-pura jadi pejabat) (2) mas Ghozali (matur suwun sudah dikasih jamuan makan malam dan sweater, maaf saya harus pura-pura jadi ustad) dan (3) mas Firman (atas pasedulurannya dan keheranannya). Al Fatihah sent…

Kalau perut sudah kenyang, maka Raga tubuh saya istirahatkan tertidur, menikmati hidup, nafas tarik nafas keluar, meditasi tidur, meditasi duduk, meditasi dinamis, bergerak naik ke Manglayang, kehujanan, sholat, minum air sumber, makan yang bisa saya makan, semuanya adalah syariat agar tetap hidup. Toh saya dilarang membunuh diri sebab saya tidak memiliki hidup. Hidup itu milik NYA, dan tugas/kewajiban saya hanyalah menjalankan raga sesuai PERINTAH. Untuk mempermudah pemahaman, saya mengkategorikan menjadi tiga perintah.

Perintah itu bertingkat-tingkat: pertama perintah AKAL. Kedua perintah HATI NURANI. Ketiga PERINTAH dari KEBENARAN/KESESATAN. Untuk BISA MENTAATI perintah ketiga itu, AKAL harus memiliki kelurusan LOGIKA dan HATI yang jujur. Tiada lain syarat untuk itu kecuali MEMBUKA DIRI untuk terus belajar dan JANGAN PERNAH MERASA SUDAH PINTAR. Akan lebih mudah kita mendapatkan kelurusan logika dan hati yang jujur bila kita mau untuk terus mau mendengarkan pendapat orang lain, tidak menyanggah, namun kemudian menyaringnya. Tetaplah tersenyum meskipun barangkali tidak pas dan tidak sesuai dengan hati nurani, itu akan lebih BIJAKSANA karena anda akan mendapatkan lebih banyak dari orang lain. Bila anda mendebat pendapat orang lain, bukankah orang lain akhirnya diam dan anda tidak mendapatkan informasi lagi?

Ketika menjadi kepompong, di gunung manglayang tersebut, saya diuji dengan beragam ujian. Yang bisa saya ceritakan di forum ini adalah ujian kabar dari isteri: rumah saya hampir roboh. Tak bisa berbuat apapun untuk menolong keluarga di rumah, saya hanya bisa bersabar sambil menunggu selesainya tugas dan ada perintah untuk pulang. Semoga keluarga dalam lindungan ALLAH SWT. Inna lillahi wainna ilaihi rojiun… Selain itu banyak ragam ujian lain, misalnya, dari Eyang Guntur yang menyambar-nyambar kepala hingga membuat keberanian habis, dan seterusnya…

Bagaimana kalian tahu jalan menuju Allah bila mata kalian buta?

Ada satu orang tua yang membuat saya terkesan meskipun pertemuan saya dengannya hanya sekilas, tidak kurang dari sekian menit dan itu pun pertemuan yang terasa ‘tidak disengaja’. Padahal tidak demikian, apa sih di dunia ini yang kebetulan? Tentu saja TIDAK ADA. Semua sudah ditentukan sesuai dengan NIAT dan TUJUAN kita. Nah, orang tua ini seorang buruh pengangkut getah kayu pinus. Sehari-hari dia hanya mendapatkan upah sekian rupiah dari usahanya membawa berpuluh-puluh kilo dengan jarak yang amat jauh. Namun ia jalani dengan ikhlas kerjanya untuk menghidupi anak dan isterinya di desa jauh terpencil.

Auranya wajahnya memancar kejujuran dan pancaran cahaya ilahiah tersimpan dibalik baju kumal ala kadarnya. Saya dapatkan ILMU HIKMAH YAITU ILMU NOL, ILMU KEKOSONGAN: jadilah orang sederhana mengakui kelemahan dan ketidakberdayaan kita. Apa yang kita sombongkan? Dihadapan Ilahi, semuanya adalah sama dan setara kecuali amalnya.

Di gunung manglayang itu pula, saya bertemu dengan Sembilan Guru Tanah Pasundan yang baik hati. Ilmu mereka tinggi-tinggi, jauuuhhh di atas kita.

Guru pertama, seorang perempuan. Dia mengajari banyak gerakan tubuh yang selaras dan serasi dengan aliran “chi”, ilmu pelet pengasihan yang dahsyat.

Guru Kedua, seorang perempuan juga, mengajari ilmu-ilmu tentang rezeki lancar.

Guru ketiga, seorang unik nyeleneh. Pria berbadan tegap pemberani. Dia mempraktekkan kesaktiannya dengan menembus dinding dan penjagaan aparat yang sangat ketat tanpa terdeteksi.

Guru keempat, misalnya, memamerkan kedigdayaannya dengan ilmu peluntur. Seketika itu juga menghilangkan kesaktian orang.

Guru Kelima, seorang pria, memamerkan teknik menyerap ilmu orang lain dengan singkat dengan cara langsung ‘meniru’ maka semua ilmu orang dihadapannya akan terserap.

dan seterusnya hingga….

Guru kesembilan seorang perempuan tua memamerkan dirinya mengalahkan dengan mudah penunggu goib (dahnyang) sebuah wilayah.

Namun anehnya, Sembilan guru sakti ini masih ada celah kelemahannya. Misalnya, suatu ketika guru kesembilan ini berjalan di atas air namun tiba-tiba kakinya tersedot bumi sehingga kaki kanannya terjepit. Guru kesatu hingga kesembilan ini, kesimpulan saya akhirnya adalah, mereka ini guru-guru dunia…

Tataran ilmu mereka tidaklah seperti guru kesepuluh yaitu eyang sepuh buruh pengangkut getah kayu pinus tadi. Kusimpulkan, guru kesepuluh inilah guru akhirat yang sesungguhnya. Meskipun guru akhirat, dia memberiku satu mahkota unik dan langka, yang sekarang saya simpan sebagai tanda kasih sayang saya pada guru-guru ilmu hikmah dari tanah Pasundan yang telah mengajari saya. Al fatihah sent…

Bagaimana kalian tahu jalan menuju Allah bila mata kalian buta?

(bersambung: dahsyatnya kekuatan wirid AL IKHLAS



Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262

DOAKU UNTUKMU BUNDA

Pangeran Sukemilung

Assalamu’alaikum wr wb….salam ta’dhim saya haturkan kepada semua sesepuh dan pengampuh di  LASKAR Orang samar, salam sayang penuh cinta untuk semua santri Alus dimanapun kalian berada.

Sebelumnya saya mohon maaf, Blog KOS ini merupakan tempat sharing untuk para pecinta Hikmah. Namun menurut saya, bukan tidak menutup kemungkinan untuk tulisan dengan tema yang sedikit beda. Seperti kali ini, setelah saya kemaren mengenalkan Majelis tempat saya ta’lim, tidak ada salahnya saya mengajak HIKMATER untuk mengenal lebih jauh tentang saya.

Tulisan ini hanyalah sebentuk ucapan terima kasih kepada Sang Bunda. Sengaja aku torehkan disini, aku ingin memintamu untuk menjadi saksi bahwasanya aku sangatlah mencintai ibuku. Kelak jika Allah bertanya, maka tulisan ini menjadi bukti  bagiku. Tulisan ini merupakan lembaran emas bagi sang Bunda.

Ibuku…beliau bernama Nur’aini. Artinya Cahaya Mata. Bagiku beliau benar-benar sebentuk cahaya. Jauh di kedalaman batin, ibuku selalu berpendar terang. Tak sekejab pun aku ingin jauh dari beliau. Tak sekejab pun aku ingin menjauhkan batinku dengan beliau. Sosok ini mempunyai tempat istimewa  didiriku. Beliau lebih dari sekedar piala emas. Bahkan lebih dari semua piala terbaik apapun di dunia ini.

Ibu…jika saja aku bisa mengulang kembali hari-hari yang terlewat. Aku ingin membuat hari yang hilang itu menjadi lebih indah.

Ibu…jika saat itu air matamu jatuh karena marahmu padaku. Saat ini izinkanlah aku mengusapnya dengan cintaku.

Duh bunda…jauh darimu tak pernah terbayangkan. Sakit bagiku bukanlah yang menimpa badanku…sakitku adalah saat aku harus berjauhan denganmu.

Bunda…sahabatku memanggilku dengan nama Sukemilung. Darah mulia warisanmu mengalir indah dari Sang Buyut. Laki-laki gagah bernama Pangeran Sukemilung itu  menurunkan perempuan mulia sepertimu. Kau dan keturunanmu  adalah sejarah terbaik bagiku dan anak-anakku. Kebanggaanmu adalah kebanggaan anak-anakku. Penghinaan bagimu dan keturunanmu adalah genderang perang bagiku dan anak-anakku.

Bunda…bagaimanakah caraku mengucapkan terima kasih untukmu ?

Kau memberikanku hidup, Kau memberikanku kasih sayang

Tulusnya cintamu putihnya kasihmu takkan pernah terbalaskan

Hangat dalam dekapanmu Memberikan aku kedamaian

Eratnya  cintamu nikmatnya belaimu takkan pernah terlupakan

Oh ibu…terima kasih untuk kasih sayang yang takkan pernah usai

Tulus cintamu takkan mampu untuk terbalaskan

Oooh ibuu…semoga tuhan memberikan kedamaian dalam hidupmu

Putih kasihmu kan abadi dalam hidupku.

Sahabat…apakah kau mau menjadi saksiku ?? Sampaikanlah ucapan kesaksian itu di hadapan Tuhanku kelak. Sampaikanlah bahwasanya sahabatmu yang bernama Enrico Burhan ini adalah benar sangat mencintai ibunya. Bahwasanya sahabatmu ini dengan tulus menyayangi sang bunda.

Bunda…kau selalu mengajarkan bahwa seorang anak adalah bagian terlembut dari seorang ibu. Aku heran jika ada seorang anak yang berlaku kasar dan mencerca ibunya. Seperti keherananku kepada seorang anak yang pintar menghujat dan menghina. Apakah mereka tidak mempunyai ibu sepertiku ?? Apakah mereka tidak pernah di ajarkan seperti Engkau mengajariku…??

Bunda…Demi Allah kau adalah bagian terindah dariku. Semua bagianmu adalah yang terbaik bagiku. Laki-laki terbaik dilahirkan oleh perempuan-perempuan terbaik.

Bunda…alangkah bangganya ibu sang Hujjatul Islam Al-Ghozali melihat anaknya menjadi tokoh besar. Alangkah bangganya ibu Sang Quthub Abdul Qodir Jailani melihat anaknya menjadi Pemimpin para Wali. Alangkah bangganya ibu sang Quthub Uwais Al-Qorni melihat anaknya mendoakan sahabat besar Ali bin abi Thalib dan  Umar  bin Al-khatab….

Bunda…aku mungkin tidak sebesar mereka, tidak se mulia mereka, namun aku menjamin bahwasanya kecintaanku kepadamu tidaklah kalah dengan kecintaan Al-Ghozali terhadap ibunya….cintaku terhadapmu tidaklah kalah dari kecintaan Al-Quthub Jailani terhadap ibunya…cintaku padamu tidaklah kalah dari Al-Quthub Uwais Al-Qorni terhadap ibunya….tidak akan pernah kalah bunda.

Duh Bunda…rasanya aku ingin memberikan semua yang terbaik bagimu. Namun pemberian sebesar semesta tidak akan cukup. Apalah artinya alam raya ini bagimu  ?? Sedangkan Engkau lebih besar dari alam raya itu….

Duh Bunda…Seperti semua warna-warna indah ternyata kau lebih indah dari semua warna. Ucapanmu adalah doa keramat yang membuat malaikat tidak akan mampu menulisnya dengan kalimat yang terbaik sekalipun.

Bundaku…aku ingat bahwa engkau pernah berkata, bahwa aku telah meletakkan sebelah kakiku di surga karena kau tahu…kau merasakan sayang itu mengalir deras dariku. Namun aku tidak ingin surga apa pun…kau adalah surga itu sendiri. Butir-butir air matamu adalah rangkaian doa bagiku. Butir-butir air matamu adalah air keramat penyembuh semua sakit. Air mata itu yang penuh dengan doa terbaik dari semua kumpulan doa. Duh bunda…gemetar badanku takkan bisa aku hentikan kecuali ada dalam dekapanmu. Sakitku takkan terobati kecuali usapan lembut tanganmu.

Bunda…terima kasih atas semua sayang itu

Bunda…ciuman lembut dan hangatnya pelukanmu adalah pakaian terbaik untukku.

Bunda…terima kasihku padamu…terima kasih bunda  !!

Sahabatku…aku memintamu berdiri untuk menjadi saksi kepada Tuhanku.

Terima  kasihku kepadamu sahabat…terima kasih yang takkan pernah usai.

Terima kasih….cukuplah kesaksianmu itu kepadaku.

Footnote  :

Senandung ini aku persembahkan untuk semua Ibu terbaik yang melahirkan sahabat-sahabat terbaik. Khususnya Sahabatku Muhammad69….Ji, jagalah ibu kita dengan kekuatanmu dan kasihmu. Kelak semua itu akan membuatmu berdiri disamping Rasulullah SAW dan Bunda tercinta beliau Sayyidah Aminah Ra…..jagalah ibu kita ji !!



Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262