Hawya pegat ngudiya Ronging budyayu, Margane suka basuki, Dimen luwar kang kinayun, Kalising panggawe sisip, Ingkang taberi prihatos…..
Ini satu bait Serat Sabdo Jati yang artinya kurang lebih adalah anjuran untuk tidak berhenti berusaha berbuat kebajikan agar mendapat kegembiraan serta keselamatan serta tercapai segala cita-cita, terhindar dari perbuatan yang nista dan tercela. Bagaimana caranya? Sukailah laku prihatin.
Saat kita berusaha untuk meraih kemuliaan, saat itu pula hampir setiap saat kita diingatkan untuk selalu menjalankan laku prihatin ini. Apakah hakekat dari laku prihatin itu? Laku prihatin merupakan satu kecermatan untuk melihat, mengawasi dan memikirkan setiap detail dari perilaku kita. Mulai hal-hal yang kecil hingga perilaku-perilaku yang memberi dampak luas kepada masyarakat disekeliling kita.
Darimana kecermatan itu lahir? Kita lanjutkan menyimak serat ini… Ulatna kang nganti bisane kepangguh, Galedehan kang sayekti, Talitinen awya kleru, Larasen sajroning ati, Tumanggap dimen tumanggon…
Dalam menjalani laku hidup prihatin ini kita diminta untuk memandang dengan seksama gerak gerik batin kita. Mengintropeksi diri agar jangan sampai salah, selanjutnya mengendapkan jawabannya didalam hati, agar bisa menangkap “sesuatu” yang bersemayam yang adanya di dalam jiwa yang senantiasa mendambakan kebaikan, mengendapkan pikiran, dalam mawas diri di dalam rasa kosong atau suwung namun sebenarnya di sanalah kita menemukan cipta yang sejati. Inilah kunci Ikhlas…
…Pamanggone aneng pangesthi rahayu, Angayomi ing tyas wening, Eninging ati kang suwung, Nanging sejatining isi, Isine cipta sayektos…
Yang muncul kemudian adalah perilaku dan perbuatan yang baik. Oleh sebab itu alangkah sayang bila kita tidak segera menuruti hati nurani karena kebaikan muncul dari suara hati yang bersih. Sebaliknya bila kita melupakan atau menindas suara hati maka kecenderungan perilaku kita bisa jadi mengarah pada perbuatan nista.
Bila terbiasa melakukan perbuatan nista maka diri kita pun tidak tertarik untuk berbuat kebajikan. Segala yang baik-baik lari dari dirinya, sebab sudah diliputi perbuatan dan pikiran yang jelek. Pada titik ini, kita melupakan Tuhan dan Ajaran-Nya sudah kita musnahkan sendiri hingga berkeping-keping.
Nora kengguh mring pamardi reh budyayu, Hayuning tyas sipat kuping, Kinepung panggawe rusuh, Lali pasihaning Gusti, Ginuntingan dening Hyang Manon.
Manusia-manusia yang hidup didalam alam yang repot dengan urusan duniawi dan kemudian tidak mau menjalani laku prihatin introspeksi diri cenderung akan berbuat ceroboh atau semau gue. Ini tentu saja perbuatan tercela karena perbuatan individualistis cenderung tidak toleran dan mengesampingkan kepentingan umum. Pikiran akan senantiasa melenceng dari kebijaksanaan dan kebenaran. Keagungan jiwa hilang diganti dengan jiwa-jiwa yang kerdil.
Para jalma sajroning jaman pakewuh, Sudranira andadi Rahurune, saya ndarung Keh tyas mirong murang margi Kasekten wus nora katon
Kita tidak lagi tidak percaya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Mengawasi Gerak Gerik kita. Padahal Dia menyaksikan segala sesuatu. Dia menciptakan dunia ini dengan seluruh rinciannya dan melihatnya dalam berbagai wujudnya. Sebagaimana Dia beritahukan kepada kita dalam Al Qur’an:
…Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Baqarah, 2: 233).
Kita terlena dan tekun dalam kesalahan-kesalahan yang baik yang kita sengaja maupun yang tidak disengaja. Di sisi yang lain, bila kita tobat dan kembali ke ajaran-NYA dengan berusaha kembali tekun untuk mengikuti hati nurani kita akan mendapatkan setitik hikmah karena Tuhan itu Maha Pemurah.
Nora ngandel marang gaibing Hyang Agung, Anggelar sakalir-kalir, Kalamun temen tinemu, Kabegjane anekani Kamurahane Hyang Manon…
Tuhan sesungguhnya bukanlah Dzat yang pelit. Tanpa kita minta pun udara dan hidup terus dialirkan. Ini artinya Tuhan Maha Tahu kebutuhan kita. Tuhan juga selalu memberi pertolongan dan bimbingan dengan cara-NYA sendiri yang misterius… Sangat tidak etis dan tidak sopan bila kita mendikte dan terus menerus meminta bantuan-NYA karena ini adalah sikap tidak bersyukur. Ingatlah bahwa doa tidak hanya meminta, tapi lebih utama adalah bersyukur dan memuji-NYA. Utamakan keinginan-NYA di atas keinginan kita.
Hanuhoni kabeh kang duwe panuwun, Yen temen-temen sayekti, Dewa aparing pitulung, Nora kurang sandhang bukti, Saciptanira kelakon….
Akhirnya, apapun yang datang kepada diri kita maka kita tidak perlu merasa bisa memperhitungkan maksud Tuhan dengan cepat: bencana itu azab, terjadi untuk tujuan tertentu dan seterusnya… Padahal, kita … bisa jadi bersujud kepada Tuhan yang sebenarnya tak sungguh sungguh akrab. Tuhan di dalam angan-angan tentu saja bukan Tuhan yang sesungguhnya….Semua orang, tentu saja hakikinya harus bersujud kepada Tuhan yang sama. Tapi bersujudlah kepada Yang Sungguh-Sungguh Tuhan yang masih membuat gentar, takjub, dan bertanya
0 thoughts on “SABDO JATI”