ILMU SEDULUR PAPAT PENJAGA GAIB

Salam Rahayu dari negeri nan permai, bayt para Aulia dan syuhada, tempat para santri mengaji dan benteng para Muhibbin. Negeri kami yang bernama Palembang Darussalam. Salam rindu kepada para Hikmater dan semua Bolo Samar.Salam Ta’dhim dengan dua tangan menjura kepada para sesepuh dan pengampuh di LASKAR Orang samar ini.

Dahulunya……Sebagai santri, saya sangat meyakini amaliyah yang berbahasa arab atau dengan kata lain kalimat-kalimat yang di ambil dari potongan Qur’an atau doa-doa para Nabi dan Aulia. Amaliyah itu lebih mudah bagi saya dalam memahaminya sekaligus mencari referensinya.Sedangkan amaliyah yang berbahasa daerah sangat sukar bagi saya dalam mengartikannya.Paradigma ini terpatahkan ketika saya mulai mondok di jawa tengah dan bergaul dengan kawan – kawan santri yang asli Jawa.Filsafat dan kehalusan beberapa amaliyah yang berbahasa jawa menarik minat saya untuk mulai mencoba membuktikan sendiri keampuhan ilmu itu.Petualangan saya dimulai dari daerah kudus, di desa Glagah Waru, kalirejo.Dari terminal Babalan saya ke desa itu mendatangi seorang Kyai yang di referensikan oleh sahabat saya.

Sempat tinggal disana selama 1 bulan, saya banyak memperoleh pelajaran batiniyah. Terutama yang berhubungan dengan filsafat ilmu jawa.Ada satu ilmu yang sangat saya sukai. Selain ma’nanya yang tetap dalam konteks agama, keindahan sastranya pun membuat saya suka sekali mengamalkan doa ini.

Nah…selama mengamalkan doa ini, saya banyak memperoleh pengalaman yang kadang lucu. Ilmu ini sejatinya mengaktifkan ‘ saudara batin’ kita. Atau banyak yang mengistilahkannya dengan sedulur papat limo pancer.Kejadian yang timbul memang nyata dan bisa dilihat oleh orang lain.Namun karena Sesuatu hal untuk kalimat kuncinya tidak akan saya buka. Sahabat bisa menghubungi saya langsung untuk mendapatkan kalimat kuncinya.( Call langsung, saya tidak melayani sms ! )

Kaifiatu ‘amal :

Dalam pengamalannya, ilmu ini meminta kita untuk selalu menjaga kebersihan diri lahir dan batin. Sangat disarankan untuk selalu mandi besar setiap menjelang waktu shubuh.Pengaktifan malaikat penjaga itu sendiri sangat ditentukan oleh keadaan batiniyah si pengamal.Harus selalu menjaga hatinya dari penyakit – penyakit batin yang kadang tanpa di sadari kita membiarkannya kotor.Mandi besar setiap menjelang shubuh sebagai symbol bagi kita untuk selalu memulai hari dalam keadaan yang bersih dan suci. Niat mandi bisa dipakai yang menjadi kebiasaan kita. Intinya kita berniat minta agar Allah SWT membersihkan diri kita baik lahir maupun batin.
Sering berpuasa pada hari kelahiran dan bershodaqah pada hari itu.Intinya adalah kita bersyukur atas kelahiran kita karena pada saat itulah Allah menugaskan malaikat mendampingi kita.
Berikut ini Amalan / doa yang di pakai untuk mengaktifkan saudara batin kita.Silahkan dibaca kapan saja, dan sangat baik sekali bila dijadikan bacaan rutin setiap ba’da sholat fardhu.Terutama ba’da maghrib dan shubuh.

Bismillahirrahmaanir rahiim……

Duh Gusti engkang nitahake para Malaikat, engkang nitahake sedulur papat, engkang ngrekso badan jasmani rohani kulo.Kulo nyuwun rezeki engkang agung, kangge sangu urip lan ngabekti dumateng Panjenengan.Kulo nyuwun sehat, tentrem, slamet dunyo, slamet akherat. ( 3x )

Artinya :

Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan yang menciptakan para Malaikat, yang menciptakan saudara empat, yang menjaga badan jasmani rohaniku. Hamba mohon rezeki yang besar untuk bekal hidup dan berbakti kepada-MU.Hamba mohon sehat, tentram, selamat dunia, selamat akhirat.

Cara penggunaannya :

Anda keluar ke halaman rumah pada saat tengah malam dengan menginjak tanah tanpa alas kaki ( pukul 24.00 wib, red ). Lalu menghadap kearah timur, selatan, barat, utara,dan balik lagi ke timur sambil membaca DOA KUNCI. Teruskan membacanya sambil menghadap atas dan bawah.

Maka dengan cara yang demikianlah, Insya Allah akan mengaktifkan khodam pendamping kita. Pengamalan ilmu ini dimulai pada hari kelahiran kita, atau bagi yang hari kelahirannya tidak diketahui bisa memulai pada tanggal 1 Qomariyah ( saat bulan sabit ), yaitu disertai dengan mandi besar sebelumnya antara jam 04.30 wib minimal selama 3 fajar.Anda akan dapat merasakan dan melihat dengan mata hati bahwa segala aktifitas ada makhluk ghaib yang di tugaskan Allah SWT untuk menemani dan membantu kita.

Demikianlah…secuil dari khazanah perbendaharaan kami. semoga berguna untukmu. Ini adalah sadaqoh dari kami untuk para sahabat.Barakallohu ‘alaikum…Wassalamu’alaikum wr wb.

 



Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262

KH Ahmad Shofawi, Tokoh Alim nan Dermawan

KH Ahmad Shofawi, Tokoh Alim nan Dermawan
Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan, Solo, Jawa Tengah, Rabu (20/1) mendatang, akan mengadakan peringatan haul para sesepuh pondok, salah satunya adalah KH. Ahmad Shofawi. KH. Ahmad Shofawi, putera dari Akram bin Ikram bin Thohir lahir di Kota Solo pada tahun 1879. Selain sebagai salah satu tokoh pendiri Al-Muayyad, juga dikenal sebagai seorang pengusaha yang dermawan lagi sholeh. Juga wira’i, cermat dan hati-hati dalam menjalankan syariat, tawaddhu’ dan rendah hati. Beliau sangat menyayangi ulama dan kyai-kyai serta berbahasa Jawa halus (Kromo Inggil).
Sejak kecil, ia mendapatkan pendidikan agama terutama dari sang Bapak. Setelah menginjak usia remaja, Shofawi mondok di Pesantren yang diasuh Kiai Ahmad Kadirejo Klaten guna mempelajari dan mendalami ilmu tasawuf, Thoriqoh Naqsabandi. Di pesantren ini pula ia bertemu dengan sahabatnya, KH Abdul Mannan (ayah KH Ahmad Umar), yang kelak bersama-sama mendirikan Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan.
Saat menjadi santri, Shofawi bercita-cita menghafal Al-Quran, akan tetapi hal tersebut tidak sempat terwujud. Namun disamping itu, ia juma memiliki tiga cita-cita lainnya, yaitu; berkediaman di dekat (mangku) masjid, menunaikan ibadah haji dengan kapal berbendera Islam, dan memiliki anak-anak yang mangku (mengasuh) pondok pesantren. Cita-cita tersebut, di kemudian hari, semuanya telah terwujud.
Putera-puterinya kini menjadi pengasuh berbagai pondok, antara lain KH Rozaq Shofawi (Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan Solo) dan Nyai H. Siti Maimunah Baidlowi, mendampingi suaminya KH A. Baidlowi (almarhum), mengasuh Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin di Brabo.
Kembali ke Solo, Shofawi muda kemudian menekuni dunia usaha. Di bidang dunia usaha, Kiai Shofawi terkenal sebagai pengusaha yang bonafide dan maju. Di saat orang masih menggunakan alat tenun tangan, beliau telah menggunakan alat tenun mesin, suatu yang sangat langka pada masa itu. Kualitas barang selalu dijaga, pelayanan yang baik dan barang dijual dengan layak. Kesemuanya membuat perusahaan batik dan tenun cap “Pohon Kurma” milik beliau dapat menguasai pasar Solo dan Surabaya.
Dengan kekayaannya, beliau gunakan untuk membantu berbagai macam pihak, termasuk menyediakan keperluan para pejuang kemerdekaan yang tergabung dalam barisan kiai Sabilillah maupun Hizbullah yang terkenal dengan “Pasukan Lawa-lawa”.
Tak hanya itu, Mbah Kaji Sapawi, begitu sapaan masyarakat kepadanya, turut membantu pembangunan masjid dan pesantren di berbagai daerah, antara lain 3.500 meter persegi untuk membangun pesantren, madrasah dan masjid Al-Muayyad, Laweyan Solo. Kayu jati untuk masjid di pondok pesantren Krapyak Yogyakarta-pun, atas pembiayaan beliau. Pondok pesantren lainnya juga banyak dibantunya, seperti pesantren Serang Rembang, pondok pesantren Gontor Ponorogo dan lain sebagainya.
Bantuan yang berikan di masa lampau tersebut, bahkan masih diingat oleh pengasuh pesantren generasi penerusnya. Seperti yang dituturkan salah satu putera Mbah Kaji Sapawi, KH Idris Shofawi, saat diwawancarai NU Online di kediamannya, belum lama ini (14/10).
“Dulu sewaktu saya masih muda, saya pergi ke Gontor bersama sejumlah jamaah. Di sana, pendiri Pondok Gontor Kiai Zarkasyi dalam sambutannya mengatakan ketika masih membangun Pondok Gontor, ia mengirim 3 utusan ke Solo untuk mencari tambahan donatur. Salah satunya ke Mbah Sapawi. Kemudian oleh Mbah Sapawi, dicukupi biaya yang dibutuhkan,” terang Kiai Idris.
Bangun Masjid Tegalsari
Kiai Showafi, pula yang banyak mendukung berdirinya madrasah dan masjid di Tegalsari. Tanah yang menjadi tempat untuk mendirikan masjid serta sebagian yang sekarang menjadi kompleks bangunan pesantren dan sekolah MI/SD/SMP Ta’mirul Islam di Tegalsari, merupakan wakafnya. Tanah seluas 2000 m2 (lebar 40 m, panjang 50 m) tersebut, dulunya disebut gramehan yaitu tempat untuk memelihara ikan gurami.
Saat membangun masjid tersebut beliau sangat berhati-hati, karena karena beliau dikenal sebagai Kiai wira’i (cermat dan hati-hati menjalankan syari’at), suka riyadlah (prihatin demi cita-cita luhur) serta taat kepada guru dan kiai. Kewira’i-an beliau ditandai dengan beliau memerintahkan seluruh tukang harus berwudlu sebelum berkerja, agar mereka dalam keadaan yang suci juga.
Dan atas perintah ayahnya, Masjid Tegalsari dibangun dengan tiga syarat, yaitu; 1) Dilarang mencari dana dengan mengeluarkan surat edaran ke manapun., 2) Harus dibiayai sendiri (prinsip mandiri)., 3) Bila ada dermawan lain memberi bantuan supaya diterima, tetapi tidak usah meminta bantuan. Hal ini dipegang teguh dalam pendirian masjid sampai selesai. Dana-dana yang masuk harus halal. Karena ini untuk menjaga kesucian dari pembangunan masjid Tegalsari.
Kesucian Masjid Tegalsari memang benar-benar dijaga oleh pendirinya yaitu KH Ahmad Shofawi. Saat itu Indonesia masih diduduki Belanda, dan Belanda mencurigai Masjid Tegalsari sebagai tempat persembunyian pejuang kemudian Belanda masuk tanpa melepas alaskaki dan membawa anjing pelacak.
Setelah Belanda keluar dari masjid, KH Ahmad Shofawi langsung menyujikan sendiri masjid itu, 7 kali dengan air dan salah satunya dengan pasir untuk menghilangkan najis mugholladhoh (najis besar). Dalam kesucian beliau sangat berhati-hati, dalam kesehariannya beliau mencuci pakaiannya sendiri, ini dikarenakan agar beliau dapat memastikan pakaian yang dipakai benar-benar suci.
Konsisten akhir hayat
Sebagai seorang tokoh panutan di lingkup Tegalsari, bahkan wilayah Surakarta, Mbah Kaji Sapawi menjadi sosok yang benar-benar konsisten dalam menjaga dua prinsip: Quu anfusakum wa ahlikum naaran (jagalah dirimu dan keluargamu dari Api Neraka) dan wa ta’awanu ‘alal birri wat taqwa (tolong menolonglah kalian semua dalam kebaikan dan taqwa).
“Bahkan hingga jelang akhir hayatnya, Mbah Sapawi tetap ikut mengawasi pendidikan dan ibadah putera-puterinya. Seringkali ia shalat berjamaah di masjid, berada di shaf belakang putranya yang masih kecil, seperti Pak Idris dan Pak Muid untuk mengawasi sholat mereka. Setelah sahalat kalau masih gojek, beliau menyabetkan serban sebagai peringatan masih mengawasi,” ungkap salah satu tokoh Masjid Tegalsari, Ahmaduhidjan, saat disambangi NU Online, di kediamannya, beberapa waktu lalu.
Di bidang pendidikan, imbuh Mbah Ahmadu, Mbah Sapawi juga mendatangkan beberapa ulama untuk mengajarkan pendidikan agama Islam kepada puteri-puterinya. “Mbah Kiai Shofawi mengundang sejumlah kiai antara lain KH Djauhar Keprabon, KH Mawardi Sepuh Keprabon, KH Masjhud Keprabon, dan KH Asy’ari Tegalsari.untuk datang ke rumahnya dan mengajari putra-putrinya belajar ilmu agama, dan kemudian juga turut bergabung anak putri yang lain,” ungkap dia.
Keistiqomahan beliau dalam ibadah dan berhubungan baik dalam masyarakat terjaga hingga pada usia 83 tahun, tepatnya pada tahun 1962, Kiai Shofawi wafat. Jenazah beliau dimakamkan di Maqbaroh “Pulo” Laweyan Solo. Lahu al-fatihah!




Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262