GAMBUH LAMBANG KEANGKUHAN MANUSIA

Sudadi Jawi

Menjadi diri sendiri tanpa peduli orang lain, itulah sikap keangkuhan manusia. Besar ego, sombong, dan angkuh itulah yang banyak dikisahkan oleh Tembang Gambuh. Kata Gambuh yang dimaknakan acuh tak acuh, tetapi sebenarnya mengandung ajaran dan pitutur sekaligus sindiran kepada manusia agar tidak terjebak dalam sikap negatif.

Sikap dan perilaku acuh serta seenaknya atau sekarang dinamakan sikap cuek, pada tembang macapat terangkum di dalam tembang gambuh. Lelakon ini berkisah soal sikap dan perilaku manusia yang tak lagi mau peduli terhadap lingkungan sekitar. Orang bersangkutan benar-benar ingin menjadi diri sendiri. Tak peduli kepada orang lain. Termasuk sumbang saran soal kebaikan yang ditujukan terhadapnya. Sikap acuh tak acuh ini disyairkan pada tembang gambuh yang berbunyi: “Banyu bening ora weruh, jejogetan turut dalan ewuh”

Jika diartikan sikapnya seperti air jernih yang tidak terlihat oleh mata. Bahkan sampai menari di sepanjang jalan pun, dirinya tidak merasa malu. Keberadaannya bagaikan air jernih, tetapi tidak terlihat oleh mata. Meski melakukan yang menurut nalar (pemikiran) orang normal tidak wajar, seperti terus berjoget di sepanjang jalan yang dilewati, tetapi lantaran sikapnya yang cuek itu, membuatnya tidak merasa malu. Mereka beranggapan apa yang dilakukannya adalah benar adanya, oleh sebab itu tidak perlu untuk disesali. Sikap cuek telah menjadi pilihan hidupnya. Meski tanpa risiko. Seperti tidak dianggap oleh lingkungan tempat dirinya berada, sampai musibah yang bakal menimpanya lantaran sikapnya itu. Sikap untuk menjadi diri sendiri selama ini memang lagi digandrungi oleh kalangan orang muda. Kendati apa yang dilakaukan lantaran terbawa oleh sikapnya itu. Sejatinya tidaklah cocok dengan dirinya, juga lingkungan tempat ia tinggal.

Gambuh bisa berisikan sebuah tamsil bahwa seseorang yang mempunyai sikap cuek bebek adalah tidak baik. Sebab siapa pun orangnya yang selalu acuk tak acuh, senantiasa mengabaikan nasehat orang tua. Perilaku seperti ini pastinya tidak hanya didominasi oleh mereka orang-orang muda. Namun ada juga dari mereka yang sudah dewasa dan jumlahnya ternyata juga tidak sedikit. Mereka orang-orang yang cuek atau gampang nambuh biasanya sangat sulit jujur. Sikap ketidakjujuran ini lebih parah karena dilakukannya tidak hanya pada orang lain, bahkan kepada orang tua pun mereka berani berbohong.

Tembang gambuh juga menguraikan siapa pun orangnya yang memiliki empati rendah terhadap lingkungan dan lebih-lebih pada orang tua lantaran sikapnya yang selalu cuek, dalam hidupnyan senantiasa bakal selalu menemui musibah. Dan sikap yang seperti ini sangat susah untuk diubah. Tambang Gambuh mensyairkan: angel ngaku gampang nambuh, yen to loro wis wus tekan abuh (dirinya sangat sulit untuk berkata jujur, lantaran sikapnya yang acuh tak acuh. Jika itu sakit, sudah bengkak dan kronis sehingga sangat susah untuk sembuh).

Tidak cukup sampai disitu ungkapan yang terurai pada tembang gambuh ini. Gending ini juga berkisah orang yang cuek, bisa diartikan sebagai pemalas. Ungkapan ini tertulis pada syair: Jika tidur, bangunnya selalu siang, tidak mendengar azan subuh. Nah, apa jadinya jika kita selalu bangun siang, tidak pernah menjalankan salat subuh karena saat berkumandangnya azan, masih pulas tidur. Ini mengabarkan soal kemalasan.

Pada baris terakhir berbunyi: kang tinandur ra ono kang diunduh bopo biyung njelh, sora,…..aduh. Orang yang cuek apa yang dikerjakan atau perbuatannya banyak yang tidak berguna. Baik untuk dirinya maupun orang lain.

Menyikapi perilaku yang tidak sewajarnya ini orang tua selalu prihatin, tanpa bisa berpikir harus berbuat apa untuk mengubah sikap putranya. Keduanya hanya bisa berteriak ….aduh. Yang artinya kaget melihat sikap si anak yang jauh dari harapannya.

Demikianlah uraian dari tembang gambuh dalam arti keangkuhan manusia untuk wacana saya pribadi. Apabila ada kata-kata yang tak berkenan saya mohon maaf lahir bathin.



Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262