MAJELIS AGUNG: KISAH GURU SUFI MENCARI TUHAN

ARTIKEL BERIKUT INI ADALAH PENUTURAN GURU SUFI BAWA MUHAIYADDEEN (ASLINYA BERJUDUL “DIVINE ASSEMBLY” DITERJEMAHKAN DARI BUKU THE TREE THAT FELL TO THE WEST) YANG SUDAH BEREDAR DI DUNIA MAYA YANG MENCERITAKAN TENTANG PERJALANAN SPIRITUALNYA. MONGGO DISIMAK UNTUK MEMPERKAYA WAWASAN KITA BERSAMA. NUWUN.

Pencarian saya akan Tuhan berlangsung 21 tahun lamanya pada tahap pertama: tahapan syari’at. Saya pergi mencari Tuhan di pura dan candi-candi, gereja, masjid-masjid — tanpa makan, minum dan tidur, selama 21 tahun. Dan sepanjang itu pula saya menemui para tokoh, swami atau yogi. Pengalaman bersama mereka seperti meyakinkan saya bahwa walaupun apa yang mereka ajarkan tampak benar, namun terasa seperti tanpa garam, tak berasa apa-apa. Saat saya tanyakan apakah mereka melihat Tuhan, mereka tak sanggup menjelaskan-Nya. Kata-kata mereka hambar. Mereka sempat mengatakan bahwa satu-satunya jalan untuk melihat Tuhan adalah dengan bersemedi. Maka saya pun mendaki bukit di hutan, duduk di bawah sebuah pohon, menutup mata dan bersemedi 41 tahun lamanya. Namun saya tetap tak melihat Tuhan. Meski banyak hal tampil di sana, kerlap-kerlip, kilau cahaya dan berbagai keajaiban, namun kala saya acungkan senjata yang diberikan guru, mereka pun habis terbakar, pupus.
Saya telah bertemu banyak tokoh agama, swami, orang-orang suci yang datang meminta tolong kepada saya, karena tak mampu menunjuki apapun. Mereka mohon perlindungan. Mereka meminta agar saya tak menghancurkan mereka. Lantaran tak seorang pun sanggup memenuhi apa yang saya inginkan, saya pun mengurung diri ke pegunungan Himalaya selama 12 tahun. Di puncak gunung, di atas sana, saya berdiri dengan satu kaki pada bekas tetesan air yang telah membeku yang kelihatan seperti akar sebuah pohon. Saya berdiri seperti itu 12 tahun lamanya, berharap untuk dapat melihat Tuhan. Jika kalian mencoba berdiri dengan posisi yoga seperti itu, kalian tak akan sanggup membengkokkan tubuh.
Setelah 12 tahun waktu berjalan, saya pun terbangun dan menemukan tubuh saya telah tertutup es dan ditangkupi kabut tebal. Saya gunakan senjata dari guru untuk memecah es itu, dan seketika itu pun saya menyaksikan sebuah pemandangan yang luar biasa. Saya melihat banyak orang, yakni mereka yang telah begitu lama berada di tempat itu, mereka yang berdiri dengan dua kaki, dan mereka yang tertidur atau yang sekedar beristirahat beberapa tahun. Kebanyakan mereka tak sanggup bertahan dan meninggalkan tempat itu setelah sekian lama. Saya juga melihat bangkai-bangkai orang mati di sekeliling saya. Beberapa di antaranya tanpa jantung atau bahkan tak lagi berdaging, sementara yang lainnya benar-benar hanya tinggal tengkorak. Mereka adalah orang-orang yang datang untuk yoga, namun mereka tak lagi bernyawa. Saya katakan kepada pikiran saya sendiri, “Lihatlah, pikiranku, engkau telah menyia-nyiakan masa hidupku. Aku menghabiskan 70 tahun mencoba menemukan Tuhan, namun tak sedikit pun suara-Nya, kata-kata-Nya atau bahkan gaung-Nya terdengar. Kita berdua telah membuang waktu sia-sia. Demikian pula orang-orang di sini, mereka binasa di tengah jalan. Tuhan tidak di sini, aku harus mencarinya lebih jauh.” Saya pun turun dan pergi dari tempat itu.
Lalu terdengarlah sebuah suara. Saya acungkan senjata ke arah suara itu. Saya mendengarnya seperti sebuah nyanyian, tapi bukan nyanyian sihir, bukan nyanyian yang memperdayakan. Ternyata kemudian, itulah waktu ketika hati (qalb) saya menerima Hikmah Agung. Diri saya disulut oleh Al-Hikmah. Segalanya menjadi terang benderang dan saya melihat segalanya, segala yang ada! Seluruh misteri ditampakkan di hadapan saya. Lewat pemahaman akan misteri-Nya dan rahasia-rahasia dari ciptaan-Nya itu, saya melihat Tuhan Sendiri bagai pelita suci yang terang benderang.
Itulah tahapan ketika saya menjadi guru di wilayah empat agama, bekerja sekuat tenaga mempelajari makna dari agama-agama ini. Dari keempat agama ini, masing-masing terpilih 60 orang yang telah mencapai tahapan hikmah yang sangat tinggi, dan saya menjadi guru bagi mereka, mencerahkan mereka dengan hikmah yang lebih dalam. Saya bertemu mereka dalam keberagamaan mereka masing-masing, di pura atau candi-candi, di gereja, di masjid, mencoba memberi mereka pemahaman tentang Tuhan dan kebenaran-Nya. Saya mengajari mereka tentang apa yang mereka cari selama ini. Mereka masih hidup sampai kini, tidak mati. Meski mereka telah meninggalkan wujud fisik mereka, tapi mereka tetap hidup, walau tersembunyi. Mereka tidak mati.
Mereka termasuk ke dalam sebuah majelis yang mengatur bumi. Seperti halnya Kongres di negeri ini, ada sebuah kongres Ketuhanan, Majelis Agung. Dan seperti halnya Kongres yang terdiri dari Senat dan dewan-dewan perwakilan, Majelis Agung ini yang berisi orang-orang suci di dalamnya, juga terbagi ke dalam dewan-dewan yang memiliki urusan yang berbeda-beda. Sebagian berurusan dengan penyakit, bagaimana ia menjangkiti, dan apa penyebabnya. Sementara bagian lain bertanggungjawab pada produksi dan distribusi makanan. Ada juga yang berurusan dengan penyebaran hikmah dan pengetahuan. Sementara yang lainnya lagi, yakni para utusan Tuhan, gnani dan wali-wali bertugas menyampaikan pesan-pesan Tuhan bagi dunia ini. Mereka berada di pucuk gunung, bertugas menjaga kebutuhan fisik dan spiritual kaumnya. Yang lainnya adalah para wali yang ditugaskan untuk melaksanakan urusan tertentu. Seperti itulah alam ini berjalan.
Barangsiapa menyerahkan tubuh fisiknya untuk masuk ke wilayah hikmah, maka ia akan masuk ke dalam kelompok ini, Majelis Agung, menjalankan tugas-tugas di 18.000 alam. Majelis ini bertanggungjawab atas hujan, bagaimana dan di mana ia turun, seperti apa pengendaliannya. Mereka bertanggungjawab atas makanan, siapa yang menanam, di mana, dan bagaimana ia didistribusikan. Mereka mengawasi penyakit-penyakit, paceklik, dan wabah, bagaimana datangnya, bagaimana cara mengendalikannya. Seluruh aspek kehidupan dijalankan oleh mereka yang berada di majelis ini, termasuk pula di dalamnya para malaikat yang agung: Jibril a.s., Mikail a.s., Izrail a.s. sang pencabut nyawa, Israfil a.s., Munkar a.s. dan Nakir a.s., Raqib a.s. dan Atid a.s. Para malaikat ini membawa perintah Tuhan kepada majelis untuk didiskusikan, dan ketika sesuatu hal selesai dibahas, berbagai keputusan pun diambil.
Saya pun terhubung dengan majelis ini. Saya pernah ditugaskan mengepalainya, yakni sebagai sheikh dari majelis ini. Ini bukan satu hal yang saya inginkan, tapi ini dilimpahkan kepada saya. Tapi sudahlah, saya tak akan membicarakan itu lebih jauh lagi, mari kita membahas yang lain.
Anak-anakku terkasih, lebih dari 400 tahun terakhir, tak seorang pun di bumi ini tergabung dengan Majelis Agung. Dan untuk itulah alasan saya didatangkan ke sini, yakni menemukan orang-orang di dunia ini untuk kemudian dijadikan anggotanya. Dalam menjalankan misi ini, saya telah membawa dan menebarkan hal-hal, cukup banyak sampai memenuhi sebuah bahtera yang bahkan sanggup membawa jutaan kapal-kapal kecil. Demikian banyak yang telah saya bawa dan coba berikan, namun selama seratusan tahun terakhir itu hanya enambelas-setengah orang yang benar-benar menjadi manusia yang sesungguhnya. Berapa jutakah jumlah orang di dunia ini? Dari semua itu, hanya sedikit sekali yang menerima apa yang saya tawarkan. Mereka menginginkan apa yang ada di dalam bahtera, namun ketika mereka datang kepada saya, mereka membawa beban-beban yang begitu banyak sehingga tak sanggup lagi menampung apa yang saya coba tawarkan.
Tampaknya tak seorang pun siap menerima apa yang saya bawa. Malahan, semua orang mencoba menawari saya dengan apa-apa yang mereka miliki, mereka berusaha menjual barang-barang yang saya tak mungkin membelinya. Juga meski sebagian orang berkeinginan menerima apa yang saya bawa, akan tetapi gudang mereka telah penuh, dan tak ada lagi ruang bagi apa-apa yang hendak saya berikan. Bahkan ketika mereka telah meraihnya sekalipun, seketika itu pula mereka membuangnya kala menyadari mereka tiada sanggup menyimpannya. Beberapa dari mereka berkata, “Tunjukkan Tuhanmu kepadaku, tunjukkan Tuhan yang engkau bicarakan itu. Kami punya satu tuhan yang dapat kami lihat. Lihat, Bawa, lihat tuhan milik kami ini,” dan mereka menunjukkan saya tuhan anjing mereka, patung Krishna mereka, atau tuhan apapun yang mereka miliki. Mereka berkata, “Bawa, engkau berbicara tentang Tuhan yang tak tampak, mana Tuhanmu?”
Saya jawab, “Meski engkau dapat melihat tuhanmu, dapatkah engkau berbicara dengannya, dapatkah ia berbicara denganmu?” Mereka bilang, “Tidak, kami tak dapat bercakap-cakap dengannya, tapi paling tidak kami bisa melihatnya.” Apa yang mereka inginkan hanyalah sesuatu yang mereka bisa lihat dengan mata kepala. Lalu mereka bertanya lagi, “Mana Tuhan yang engkau omongkan itu?”
Saya jawab, “Dia ada di dalam dirimu, Dia ada di dalam diriku, Dia di sini, Dia di sana, Dia ada di mana-mana. Jika engkau menginginkan-Nya, engkau musti menempatkannya di sebuah bejana khusus. Lihat ini, ambil pelita ini. Ini adalah permata yang tak ternilai harganya. Jika engkau menyimpannya dengan baik, engkau akan melihat di mana Tuhan berada. Begitu permata ini memandang kepada-Nya, seketika itu pula ia akan mengeluarkan pelita pesan-pesannya. Engkau tak akan sanggup melihat Tuhan tanpa kekuatan dari cahaya ini.”
“Mana cahaya itu?” tanya mereka, “Tunjukkan cahaya itu, tunjukkan mana Tuhanmu!” Namun ketika saya berusaha menunjukkannya, saya perhatikan mereka membawa empat bejana yang berbeda untuk menampung apa yang saya coba berikan kepada mereka. Bejana yang pertama adalah saringan, persis seperti serat-serat pohon kelapa. Bejana yang kedua mirip seekor kerbau. Yang ketiga bagai pot rusak. Dan yang keempat menyerupai angsa. Semua yang datang, membawa salah satu dari keempat bejana ini untuk mewadahi apa yang saya coba berikan.
Ketika dijelaskan kepada mereka, “Tuhan adalah seperti nektar yang lezat tiada putus-putusnya,” ketika saya mengajak mereka untuk minum madu ilahiah ini, dan ketika saya mengarahkan dan mencoba menuangkannya kepada mereka, bejana yang mereka miliki tak sanggup menampungnya. Saya serukan kepada mereka yang datang dengan pikiran yang seperti saringan, “Kemarilah wahai anakku, ini madu, ini nektar.” Namun ketika saya menuangkannya, madunya hanya meluncur ke bawah; dan hanya kotoran yang tertinggal di atasnya.
Kala mereka melihatnya, mereka bilang, “Apa ini? Aku hanya melihat sampah di sini!” dan mereka pun pergi.
Selanjutnya datanglah mereka yang memiliki pikiran layaknya pot rusak. Saya berkata, “Ini, simpan ini, minumlah.” Saya pun menuang nektar itu, mereka melihat ke dalam pot itu dan menemukannya telah kosong.
Segala yang saya tuang hanya lewat saja melalui lubang-lubang pot. Pot rusak dari pikiran rendah yang tanpa iman ini tak sanggup menampungnya. Lalu mereka mulai membentak saya, “Mana hal-hal yang engkau ceritakan itu? Aku tak melihatnya. Engkau berbohong, engkau tak benar-benar melihat Tuhan,” dan mereka pun pergi.
Kemudian datanglah mereka yang memiliki pikiran kerbau. Saya menunjuk kepada lautan nektar di sana, danau yang berisi air jernih yang lezat tiada tara, mengajak mereka meminum sarinya. Akan tetapi, bukannya berdiri di tepi danau dan meminumnya perlahan, mereka masuk ke tengah danau, melompat-lompat dan mengaduk-aduk lumpur di bawahnya, mengotori airnya. Mereka kembali dari tengah danau dan bertanya-tanya, “Mana air jernih yang engkau ceritakan itu, mana rasa yang lezat itu? Kami hanya melihat lumpur dan kotoran ini!” Mereka yang mengotori air, mereka pula yang kembali bertanya. Mereka adalah orang-orang yang mengambil tiga langkah awal dari perjalanan mendaki: sariyai, kiriyai, dan yogam, mengganggu kejernihan nektar dengan tiga langkah ini. Mereka pun akhirnya pergi.
Yang keempat adalah mereka yang seperti angsa, seekor burung yang begitu indah, putih bersih dengan paruhnya yang panjang. Angsa semacam ini, konon, sukar ditemui di dunia ini. Jika engkau mencampur air dengan susu, burung ini akan memasukkan paruhnya dan menghisap hanya susunya dan menyisakan air di dalamnya. Ia memiliki kemampuan untuk membedakan susu dengan air. Mereka yang datang bak angsa ini sanggup membedakan antara yang duniawi dan yang ilahiah. Mereka dengan hati-hati menyerap yang ilahiah dan meninggalkan apa yang cuma sekedar ilusi. Dalam kata-kata seorang guru atau apa saja yang ada dalam pikiranmu, senantiasa ada campuran antara susu murni dengan air. Barangsiapa sanggup membedakan antara keduanya dan mengambil sari-sari kemurnian, sari-sari kebenaran, mereka telah mencapai tingkatan gnani, sosok yang memiliki hikmah agung.
Hanya ia yang mampu membedakan realitas dari yang bukan-realitas akan mampu pula melihat dirinya, melihat Tuhan dan bersatu dengan-Nya. Ia akan dapat melihat kebenaran, paham akan ilusi-ilusi. Ia akan melihat kehidupannya sendiri, ia akan melihat kehidupan yang lainnya dan dapat berkomunikasi dengan semuanya. Ia akan mendengar tasbih atau meditasi yang berbeda-beda dari setiap makhluk di bumi ini. Ia akan paham sifat dari tasbih-tasbih ini. Ia akan mendengar suara-suara keluar dari tasbih-tasbih ini. Ia akan sanggup menyetel telinganya untuk mendengar suara-suara malaikat atau makhluk-makhluk lainnya, memahami tasbihnya. Ia pun sanggup menyetel telinganya untuk mendengar suara-suara Tuhan keluar dari dalam dirinya. Kebanyakan orang melihat dengan kedua belah matanya, namun ia melihat dengan setiap pori-pori di kulitnya. Setiap pori adalah mata yang dengannya ia dapat melihat. Ia memiliki milyaran pori yang dibangkitkan dengan cahaya ilahiah, dan seluruh pori ini melihat apa yang di sekelilingnya, di belakang, depan, dan di semua sisi. Ia melihat surga, dunia dan semuanya, semua yang ada. Ia melihat semuanya dengan sangat jelas, total. Tak ada satu makhluk pun luput dari mata seperti ini, karena setiap helai bulu, setiap pori di kulitnya adalah penglihatan baginya.
Jika engkau nyalakan dirimu dengan baterai hikmah, setiap pori akan disinari dengan pelita, seperti bola lampu. Jika semua pelita di sini menyala, seluruh kota adalah cahaya yang lengkap gemerlap. Engkau akan bagaikan mentari, senantiasa terang, tiada pernah malam. Suatu tingkatan yang tak ada lagi siang atau malam, segalanya adalah siang. Anakku tersayang, semoga Tuhan menganugerahkanmu hikmah yang seperti ini. Banyak di antara kalian datang meminta untuk memberi kalian apa yang ada padaku. Namun jika engkau membawa bersamamu hal-hal semacam tadi, tak akan ada ruang bagi apa yang hendak kuberikan kepadamu. Buang semua hal itu. Tak ada ruang di gudangmu untuk hal-hal seperti itu. Datanglah dengan tanpa apa-apa dan tangan terbuka, maka engkau akan mampu menyimpan apa-apa yang kuberikan kepadamu. Semoga engkau dapat mencapai hikmah yang seperti ini. Amin. @@@

BIOGRAFI
M. R. Bawa Muhaiyaddeen
Nama ‘Muhaiyaddeen’ secara harfiah berarti ‘yang menghidupkan kembali Ad-Diin,’ dan memang, selama sisa hidupnya itu Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen ral. mengabdikan dirinya untuk membangkitkan kembali keyakinan akan Tuhan di dalam kalbu orang-orang yang datang kepadanya. Sebagai seorang guru sufi, beliau memiliki kemampuan yang unik, yaitu kemampuan memurnikan esensi kebenaran dari semua agama.
Selama lima puluh tahun terakhir kehidupannya, beliau membagi pengalaman-pengalamannya ini kepada ribuan orang dari seluruh dunia. Walaupun beliau memberikan pelajarannya dalam kerangka sufistik Islam, orang-orang dari agama Kristiani, Yahudi, Buddha, maupun Hindu, tetap datang kepadanya dan duduk bersama-sama, selama berjam-jam, di dalam majelisnya untuk mencari secercah pemahaman akan Kebenaran. Beliau sangat dihormati para akademisi, juga para pemikir filsafat maupun pemimpin serta kelompok-kelompok spiritual tradisional karena kemampuannya memperbarui keyakinan di dalam hati manusia yang datang kepadanya.
Sebagai sambutan atas pelbagai undangan kepadanya, beliau datang ke Amerika Serikat pertama kali pada tahun 1971. Dalam kunjungan-kunjungan berikutnya ke negara ini, beliau memberikan pelajaran-pelajarannya melalui banyak stasiun televisi maupun radio, mencakup pendengar dari Amerika hingga Kanada, dari Inggris hingga Sri Lanka. Beliau juga memberikan kuliah-kuliah di banyak universitas di Amerika maupun Kanada. Beliau mengarang lebih dari dua puluh buku, dan menghasilkan sejumlah rekaman kaset dan video. Beberapa media yang pernah menemuinya di antaranya adalah Time, The Philadelphia Inquirer, Psychology Today, dan The Harvard Divinity Bulletin.
Ia terus membimbing murid-muridnya dari segala bangsa, dan juga menerima tamu-tamu hariannya dari pelbagai kalangan, mulai dari pelajar sekolah dasar, petani, dan buruh, hingga para tokoh agama, pemimpin dunia, jurnalis, akademisi, maupun para pencari Tuhan; untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, membantu memecahkan persoalan mereka dan menyentuh hati mereka dengan cara yang sangat personal.
Ia terus melakukan semua ini hingga hari meninggalnya pada 8 Desember 1986 di Philadelphia, Amerika Serikat, dan dimakamkan oleh murid-muridnya di sana. Hingga sekarang makamnya masih banyak diziarahi orang dari seluruh dunia.
Sekretaris Perserikatan Bangsa-Bangsa ketika itu, Robert Muller, dalam kata-kata bela sungkawanya mengatakan, “Saya tidak akan pernah melupakan kata-kata beliau. Telah ada sebuah pesan yang jelas untuk dilaksanakan di seluruh kehidupan saya. Semoga semenjak hari ia meninggalkan dunia ini, jiwanya akan senantiasa tetap bersama kita untuk membantu dalam menyelesaikan tugas kita masing-masing yang teramat sangat sulit ini.”
Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen ral.—yang dikenal oleh para guru sufi di seluruh dunia sebagai seorang yang mencapai tingkat ruhaniyah—adalah seorang bijak dan suci yang sering disebut-sebut dari mulut ke mulut, beliau ‘muncul’ dari belantara hutan Sri Lanka tahun 1914.
Sangat sedikit yang diketahui tentang beliau pada periode sebelum itu. Sedikit sepihan data mengenai beliau yang berhasil diperoleh adalah bahwa beliau datang ke Sri Lanka pada tahun 1884—yang ketika itu disebut dengan Ceylon—dari perjalanannya berkelana di seputar India, kemudian ke Baghdad, Yerusalem, Madinah, Mesir, Roma, dan kemudian kembali lagi ke Ceylon untuk menetap. Data lainnya yang berhasil didapatkan adalah bahwa pada tahun 1930-an ia pindah ke Jaffna, dan kemudian pada tahun 1960-an ia tinggal di Colombo, Sri Lanka.
Beliau sendiri tidak pernah mengatakan berapa usianya sebenarnya. Ia telah melewatkan seluruh umurnya untuk mempelajari pelbagai agama yang ada di dunia, dan sebagai pengamat rahasia-rahasia paling tersembunyi dari pelbagai ciptaan Tuhan. Jika ditanya tentang dirinya, ia hanya mengatakan bahwa dirinya hanyalah seorang manusia kecil (manusia semua, ant man) yang hanya menjalankan tugas yang diperintahkan Allah kepadanya. Ia mengatakan bahwa perihal mengenai dirinya tidaklah penting untuk diketahui, dan hanya pertanyaan tentang Allah-lah yang lebih layak untuk diketahui.
Sejak masih tinggal di hutan-hutan Ceylon, nama beliau telah dikenal masyarakat kota maupun pedesaan sebagai seorang Guru yang kata-katanya memberikan ‘pencerahan’ dan mampu menjawab segala macam persoalan orang-orang yang datang kepadanya. Ia membantu segala macam manusia yang datang menemuinya, dari segala macam bangsa maupun derajat, menjawab segala macam pertanyaan mereka tentang kehidupan maupun persoalan mereka, menyembuhkan penyakit mereka, bahkan hingga membantu membuka hutan dan membajak ladang mereka, serta memberikan saran-saran pertanian.




Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262