TRADISI SAPARAN: YAQOWIYU DI KLATEN JAWA TENGAH

 

Jatinom adalah nama suatu kecamatan di Klaten Jateng sekaligus kota pusat pemerintahannya. Jatinom terletak pada jalur utama yang menghubungkan antara Klaten dan Boyolali. Di Jatinom setiap bulan Sapar diadakan “SEBARAN APEM” atau Yaqowiyyu. Tradisi ini dilaksanakan pada hari Jumat di bulan Sapar yang berada di dekat masjid besar Jatinom. Orang Jatinom biasa menjadikan momen ini sebagai ajang bersilahturahmi ke sanak saudara, sehingga dapat dikatakan sebagai belaran orang Jatinom. Pada saat itu, setiap rumah membuat kue apem, yang nantinya disajikan kepada tamu yang datang. Tradisi ini konon bermula dari cerita tentang Ki Ageng Gribig yang ingin memberikan kue apem kepada muridnya, tetapi jumlahnya hanya sedikit sehingga agar adil maka kue apem tersebut dilemparkan ke muridnya untuk dibagi.

Dari Jatinom anda dapat melihat pemandangan Merapi dan Merbabu yang sejajar. Di kecamatan Jatinom terdapat sumber mata air bawah tanah yang dingin dan jernih yang dapat digunakan untuk mandi. Selain itu Anda dapat melihat deretan gua yang letaknya di dekat sungai. Gua di sana tidak ada stalaktitnya. Biasanya gua tersebut ramai dikunjungi pada bulan Sapar.

SEJARAH
Kyai Ageng Gribig ke Mekkah untuk menunaikan Ibadah Haji. Sewaktu berada di Mekkah mendapat apem 3 buah yang masih hangat, kemudian dibawa pulang untuk anak cucunya, ternyata sampai di Jatinom apem tersebut masih hangat. Dengan bersabda “APEM YAQOWIYU” artinya kata yaa qowiyyu itu ialah Tuhan Mohon Kekuatan. Berhubung apem buah tangan itu tidak mencukupi untuk anak cucunya, maka Nyai Ageng Gribig diminta membuatkan lagi agar dapat merata.

Kyai Ageng Gribig juga meminta kepada orang-orang Jatinom; di bulan Sapar, agar merelakan harta bendanya sekedar untuk zakat kepada tamu. Oleh karena orang-orang semua tahu bahwa Nyai Ageng Gribig sedekah apem, maka kini penduduk Jatinom ikut-ikutan sama membawa apem untuk selamatan. Sekarang ini orang-orang Jatinom membawa apem untuk diserahkan ke Panitia Penyebaran Apem, dan sesudah sholat Jumat disebarkan di lapangan.

Menurut kepercayaan warga, apem tersebut sebagai syarat untuk bermacam-macam maksud. Bagi petani dapat untuk sawahnya, agar tanamannya selamat dari hama. Ada yang percaya bahwa apem tersebut akan membawa rezeki, membawa jodoh, dan lain-lain. Bahkan, ada yang percaya siapa yang mendapat banyak apem pada perebutan itu sebagai tanda akan memperoleh rezeki melimpah. Saking percaya hal itu ada yang kaul (nadar) menggelar wayang kulit, atau pertunjukan tradisional yang lain.

Jumat siang, ribuan orang memadati lapangan di dekat Masjid Ageng Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten untuk berebut kue apem yang disebar, yaa qowiyyu yang dirayakan pada setiap hari Jumat bakda sholat Jumat pada pertengahan bulan Sapar ini telah ada sejak jaman sejarah Kyai Ageng Gribig.
Maka, tak heran jika pada puncak acara peringatan yaaqowiyuu ini pengunjung melimpah yang datang dari berbagai daerah di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Acara tradisi budaya tersebut digelar untuk mengenang jasa Ki Ageng Gribig, tokoh ulama penyebar agama Islam di Jawa, yang menetap dan meninggal di Jatinom.

Pada Kamis siang sebelum apem disebar pada hari jumat, apem disusun dalam dua gunungan yaitu gunungan lanang dan gunungan wadon. Gunungan apem ini lalu akan diarak dari Kantor Kecamatan Jatinom menuju Masjid Ageng Jatinom yang sebelumnya telah mampir terlebih dahulu ke Masjid Alit Jatinom. Arak-arakan ini diikuti oleh pejabat-pejabat kecamatan, kabupaten, Pemerintah Daerah Kabupaten, Bupati (atau yang mewakili), Disbudparpora (Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga) dari Klaten. Arak-arakan jalan kaki ini juga dimeriahkan oleh marching band, reog, seni bela diri dan Mas Mbak Klaten yang terpilih.
Setelah kedua gunungan apem sampai di Masjid Ageng Jatinom maka gunungan apem tersebut dimalamkan di dalam Masjid untuk diberi doa-doa. Pada hari Jumat setelah sholat Jumat, apem tersebut disebar oleh Panitia bersama dengan ribuan apem sumbangan dari warga setempat.

Banyak orang berpendapat bahwa apem yang ada di gunungan dan telah dimalamkan di Masjid Ageng itulah apem yang paling “berkhasiat” atau manjur. Menurut banyak warga sebenarnya dari ribuan apem yang disebar apem yang telah dimalamkan di Masjid tersebut adalah apem yang benar-benar punya berkah. Tapi meskipun demikian tidak berarti ribuan apem lain yang disebar tidak membawa berkah, masyarakat percaya bahwa apem-apem yang disebar itu punya berkah. Menurut para sesepuh Jatinom, gunungan apem itu mulai diadakan sejak 1974, bersamaan dengan dipindahnya lokasi sebaran apem dari halaman Masjid Gedhe ke tempat sekarang. Sebelumnya, acara sebaran apem tidak menggunakan gunungan.

Penyusunan gunungan itu juga ada artinya, apem disusun menurun seperti sate 4-2-4-4-3 maksudnya jumlah rakaat dalam shalat Isa, Subuh, Zuhur, Asar, dan Magrib. Di antara susunan itu terdapat kacang panjang, tomat, dan wortel yang melambangkan masyarakat sekitarnya hidup dari pertanian. Di puncak gunungan terdapat mustaka (seperti mustaka masjid) yang di dalamnya berisi ratusan apem.

Ada perbedaan antara gunungan lanang dan wadon. Gunungan wadon lebih pendek dan berbentuk lebih bulat. Gunungan lanang lebih tinggi dan di bawahnya terdapat kepala macan putih dan ular. Kedua hewan itu adalah kelangenan Ki Ageng Gribig. Macan diibaratkan Kiai Kopek yakni macan putih kesayangan Ki Ageng Gribig, sedangkan ular adalah Nyai Kasur milik Ki Ageng Gribig.
Kota Jatinom penuh sesak adanya beribu-ribu orang yang ada disitu meminta berkah kepada Kyai Ageng Gribig yang dimakamkan di Jatinom itu. Tetapi hendaknya kita selalu sadar bahwa: Mintalah sesuatu itu hanya kepada Allah semata.

Perayaan Yaaqowiyuu di Jatinom, Klaten, banyak dikunjungi puluhan ribu wisatawan lokal dan mancanegara. Mereka berkumpul di lapangan dekat Masjid Besar Jatinom, menunggu acara sebar kue apem yang dilakukan setelah selesai salat Jumat. Sekarang ini, sebanyak 5 ton kue apem yang diperebutkan para pengunjung.
Di lokasi ini terdapat juga peninggalan Kyai Ageng Gribig berupa: Gua Belan, Sendang Suran, Sendang Plampeyan dan Oro oro Tarwiyah. Disamping itu masih ada satu peninggalan yaitu Masjid Alit atau Masjid Tiban. Perlu kiranya ditambahkan disini bahwa sepulangnya Kyai Ageng Gribig dari Mekah tidak hanya membawa apem saja tetapi juga membawa segenggam tanah dari Oro-Oro Arofah dan tanah ini ditanamkan di Oro-Oro Tarwiyah.

Adapun Oro-Oro ini disebut Tarwiyah karena tanah dari Mekah yang ditanam Kyai Ageng Gribig yang berasal dari Padang Arofah ketika beliau sedang mengumpulkan air untuk bekal untuk bekal wukuf di Arofah pada tanggal 8 bulan Dzulhijah. Dari tanggal 8 Dzulhijah ini dinamakan Yaumul Tarwiyah yang artinya pada tanggal itu para jamaah Haji mengumpulkan air sebanyak banyaknya untuk bekal wukuf di Arofah.

CATATAN
Apem yaaqowiyuu artinya DOA kepada Tuhan untuk mohon kekuatan itu bisa untuk tumbal, tolak bala, atau syarat untuk berbagai tujuan. Yaqowiyu diambil dari doa Kyai Ageng Gribig sebagai penutup pengajian yang berbunyi : Ya qowiyu Yaa Assis qowina wal muslimin, Ya qowiyyu warsuqna wal muslimin, yang artinya : Ya Tuhan berikanlah kekuatan kepada kita segenap kaum muslimin, doa tamu itu dihormati dengan hidangan kue roti. Sekarang pada malam Jumat dan menjelang sholat Jumat pada pertengahan bulan Sapar, Doa Kyai Ageng Gribig itu dibacakan dihadapan hadirin, para pengunjung kemudian menyebutkan Majelis Pengajian itu dengan sebutan nama : ONGKOWIYU yang dimaksudkan JONGKO WAHYU atau mencari wahyu. Kemudian oleh anak turunnya istilah ini dikembalikan pada aslinya yaitu YAQOWIYU.
#Sumber Suara Merdeka/Merawati Sunantri.



Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262