KALIMAT SUMPAH SAYYIDINA JA’FAR SHODIQ

Dan Bukti nyata dari Fadhilah Hauqolah

Pangeran Sukemilung

Menyimak pelajaran yang diterima Santri KOS selama ini, ada satu hal yang terlupakan dan jarang dibahas lebih mendetail. Yaitu kalimat dzikir yang didalamnya terkandung ma’na mentauhidkan Allah SWT Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Dan dengan kalimat inilah berkhasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit dan sumber kekayaan yang akan memperkaya hamba yang berdzikir dengannya. Setelah sekian lama kita terjebak didalam iklan ke ilmuan yang menyebutkan berbagai macam fadhilah, sehingga tanpa sadar kita menafikan / melupakan kekuasaan dan kekuatan Allah Jalla Jalaluh.

Didalam Syarah Ratib Al-Atthas, Al-Habib Umar shohibur Ratib menyertakan kalimat ini karena dibaliknya tersimpul ma’na yang menyatakan bahwa Allah Ta’ala dalam memberikan rahmat-NYA adalah menyeluruh dan merata untuk semua makhluk, juga selain pemberian-NYA yang nampak dan nyata selama ini masih ada Rahmad-NYA yang lain yang disediakan-NYA dan akan dilimpahkan-NYA.

Ketahuilah…sesungguhnya kelebihan-kelebihan dan kemuliaan dzikir ini tidak dapat disebutkan batas banyaknya dan tidak ada kemungkinan untuk bisa menguraikannya. Jangankan akan sampai ke batas puncaknya, yang terendah darinya pun juga tidak.

Dikarenakan dia adalah suatu kelebihan dari kelebihan dan dia adalah lautan yang tidak diketahui dimana tepinya dan dimana dasar kedalamannya.Dan apa yang akan kami tunjukkan disini adalah yang tersedikit dari yang tak terbatas jumlahnya. Dari ayat-ayat Al-Quran yang menyatakan tentang kelebihan zikir ini diantaranya adalah Firman Allah Ta’ala :
“ Dan Mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua Ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). “ ( QS. Al-Kahfi : 39 )

Yaitu menyatakan kesadaranmu, bahwa sebenarnya bagimu hanyalah menghuni dan menikmatinya saja semuanya telah tersedia dan terwujut adanya sedikitpun andil usaha darimu dalam mewujudkannya dan terhadap nikmat dan rahmad yang dilimpahkan-NYA itu, engkau sangat bersyukur kepada-NYA.
“ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. “ ( QS.Az-Zariyyat : 56-58 )

Ayat tersebut memberitahukan dengan jelas bahwa dalam DIA menciptakan segala sesuatu terdapat suatu tujuan yaitu semata-mata untuk memberikan kebaikan dan rahmad kepada makhluk-NYA.
“ Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” ( QS. Al-Hajji : 40 )

Ayat ini memberitahukan dengan jelas bahwa segala sesuatu telah diatur-NYA dengan sempurna, dan tidak ada sama sekali tujuan untuk menyulitkan hamba-hamba-NYA.Dan mereka tidak pula dibiarkan-NYA begitu saja. Karena apalah arti kemampuan mereka kalau tidak dengan pertolongan-NYA.

Diantara Hadist-hadist An-Nabawiyah yang memberitahukan bahwa kalimat tersebut, bermartabat / berkhasiat / bermanfaat lainya, sebagai berikut :
Riwayat Abu Hurairah tentang Rasulullah SAW bahwa beliau telah bersabda,” Kamu perbanyaklah dari pengucapan LAA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAHI, sesungguhnya dia adalah kekayaan yang terpendam dari kekayaan-kekayaan yang ada di surga.”
Riwayat Sayyidina Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah bersabda bahwa kalimat ini adalah penyembuh dari 99 penyakit. Yang paling ringan adalah depresi / stres / tertekan batin.
Riwayat Al-Bazza’ bersumber dari Rabah ibnu Tsabit dari Anas bin Malik Ra dari Rasulullah SAW, beliau bersabda,” Barang siapa yang mengucapkan kalimat ini dalam sehari 10 kali, maka dia akan keluar dari dosa-dosanya seperti keadaan pada hari dia dilahirkan oleh ibunya dan Allah akan memelihara dia dari 70 pintu malapetaka dunia. Diantaranya sakit jiwa, kusta, belang, kelumpuhan, dan bagi amalnya diberi Allah nilai lebih besar dari pada 70 kali berhaji dan ber umroh yang diterima sesudah Haji Wajib, dan Allah wakilkan 70 ribu malaikat untuk memintakan ampunan baginya sampai menjelang waktu malam.
Riwayat lain mengatakan bahwa kalimat ini memenuhi 100 hal yang dibutuhkannya, 80 hal untuk akhirat dan 20 didunia.

Termasuk salah satu yang patut dicatatkan disini adalah riwayat yang tercantum dibeberapa kitab. Yaitu sebuah kisah yang menceritakan tentang hal yang pernah terjadi antara Imam Ja’far As-Shodiq Ra dengan Al-Manshur ( Pejabat yang berkuasa waktu itu ). Disitu dikatakan bahwa Al-Manshur pernah mengirimkan utusannya kepada Imam Ja’far Shadiq untuk memanggil beliau supaya datang menghadapnya, untuk mempertanggung jawabkan sebuah laporan yang diterima Al-Manshur dari salah seorang bawahannya.

Isi laporan itu adalah bahwa Imam Ja’far Shadiq telah merencanakan akan memimpin suatu pemberontakan terhadap kekuasaan yang dipegang Al-Manshur dan akan menggulingkannya ( Coup d’tad ).Mendengar isi laporan itu Imam Ja’far merasa sedikit khawatir dan takut kalau saja Al-Manshur akan melakukan sesuatu terhadap dirinya secara sewenang-wenang tanpa menyelidikinya terlebih dahulu.Bagaimana duduk persoalan yang sebenarnya serta dengan menunjukkan bukti-buktinya atau tanpa memberinya suatu kesempatan untuk memberikan penjelasan dan membela diri lagi. Karena beliau telah mengenal betul watak jelek Al-Manshur. Maka secara spontan beliau berucap : Laa Haula walaa Quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adhiim.

Kemudian pergilah beliau menemui Al-Manshur. Begitu keduanya bertemu muka tanpa basa-basi dan sopan santun lagi, dengan sangat murkanya Al-Manshur langsung berkata kepadanya,” Wahai Aba Abdillah…si fulan ( orang yg melaporkan Imam Ja’far ) telah memberi tahu saya tentang dirimu, bahwa engkau telah ingkar terhadap kepemimpinan dan kekuasaanku, serta berusaha memimpin pemberontakan untuk menjatuhkan dan menyingkirkan saya. Maka biarlah saya dibunuh Allah jika tidak saya akan mendahului membunuhmu !’

Melihat sikap dan mendengar kata-kata Al-Manshur tersebut , maka Imam Ja’far berusaha menenangkannya agar segala sesuatu dapat berjalan dengan baik dan dijelaskan dengan tenang.Beliau berkata kepada Al-Manshur,” Wahai amirul mu’minin, sesungguhnya Sulaiman telah diberi kekuasaan, maka dia bersyukur.Sesungguhnya Ayyub telah diberi bala cobaan, maka dia bersabar.Sesungguhnya Yusuf telah dianiaya, maka dia memaafkan. Dan saya memohon darimu agar engkau menghadirkan disini orang yang telah memberitahumu mengenai diriku dengan apa yang kau sebutkan tadi.”

Maka orang itu pun dipanggil dan dihadirkan dipertemuan . Kemudian Al-Manshur bertanya kepada orang itu,” apakah benar apa yang telah engkau beritahukan kepadaku mengenai Ja’far ?” dijawab orang itu,” Benar !” Mendengar apa yang dijawabkan oleh orang itu kepada Al-Manshur dihadapan beliau sendiri, maka Imam Ja’far merasa bahwa posisinya menjadi tersudut dan semakin berbahaya. Maka Imam Ja’far berkata kepada Al-Manshur,” Saya meminta kepadamu agar engkau menyuruhnya mengangkat sumpah atas kebenaran apa yang dikatakannya itu.

Dengan tanpa ragu-ragu orang itupun mengangkat sumpah untuk membuktikan kebenarannya. Hal itu membuat Imam Ja’far menjadi bertambah terpojok, maka kemudian beliau berkata lagi kepada Al-Manshur,” Suruhlah agar dia bersumpah dengan sumpah yang akan aku sumpahkan kepadanya, dan agar dia membatalkan sumpah yang telah di ucapkannya tadi.”

Maka jawab Al-Manshur kepada Imam Ja’far,” Aku persilahkan kepadamu untuk menyuruhnya bersumpah dengan kalimat apa pun yang kau pilih dan kau inginkan.”

Maka Imam Ja’far berkata kepada orang itu,” Engkau ucapkanlah kalimat ini :

“ BARI’TU MIN HAULILLAHI WA QUWWATIHI WA ILTAJA’TU ILAA HAULII WA QUWWATI LAQOD FA’ALA JA’FAR…….( KADZA WA KADZA ) “

Arti kalimat diatas :

“ BARI’TU MIN HAULILLAHI WA QUWWATIHI WA ILTAJA’TU ILAA HAULII WA QUWWATI LAQOD FA’ALA JA’FAR……( KADZA WA KADZA ) “

Aku nyatakan bahwa aku telah berlepas diri dari pertolongan daya dan kekuatan Allah, dan aku bersandar kepada daya dan kekuatan diriku sendiri bahwa benar Ja’far telah melakukan ini dan ini….( yaitu apa yang telah diberitahukannya kepada Al-Manshur ).

Catatan :

Jika ingin menggunakan kalimat sumpah ini maka cukup diganti namanya dan sebutkan maksud sumpah itu untuk apa.Afdholnya dalam bahasa arab !!

Setelah orang itu mendengar bunyi kalimat sumpah yang diminta oleh Imam Ja’far tadi agar dia mengucapkannya demikian, maka orang itu berubah menjadi takut dan tidak mau menurutinya. Melihat ulah orang itu, maka Imam Ja’far memalingkan pandangannya kepada Al-Manshur sebagai isyarat, lihatlah sendiri keadaannya.Dengan begitu maka bangkitlah amarah Al-Manshur kepada orang itu seraya membentaknya dan berkata,” Engkau harus mematuhi apa yang dikatakan oleh Ja’far !”

Dikarenakan sangat takut terhadap ancaman Al-Manshur, karena dia telah mengetahui betul bagaimana watak Al-Manshur jika marah-dia tidak akan segan-segan memerintahkan membunuh. Maka dengan terpaksa orang itu menurut dan bersumpah dengan sumpah itu.Suasana dipertemuan itu menjadi sangat tegang. Namun tidak berselang berapa lama setelah orang itu mengucapkan sumpah , tiba-tiba dia menghentak-hentakkan kakinya ke bumi dan mati seketika itu juga. Semua kejadian itu disaksikan sendiri oleh Al-Manshur, dan berobahlah sikap Al-Manshur terhadap Al-Imam Ja’far ShodiQ menjadi penuh rasa hormat dan kekaguman penuh penghargaan. Setelah itu Imam Ja’far ShadiQ memohon diri dan pulang.Diiringi dengan penghargaan dan penghormatan yang disampaikan Al-Manshur kepada beliau.

Setelah mengetahui rahasia tersebut, guru kami Al-Habib Muhammad bin Ali Syahab, pernah melakukan cara itu kepada seseorang yang akan benar-benar melakukan penipuan terselubung kepada beliau. Dan ternyata hasilnya seperti yang diceritakan. Hanya saja orang itu tidak sampai mati seketika ditempat.Yang terjadi setelah orang yang akan menipu beliau meninggalkan tempat dan sampai dirumahnya, mendadak dan tanpa sebab dia mau membunuh dirinya sendiri. Keluarganya menjadi gempar dan membuat geger orang disekitar.Orang tersebut berhasil diselamatkan.Akhirnya dia itu dibawa kembali ketempat Al-Habib Muhammad. Setelah meminta maaf dan mengembalikan semua yang telah diambilnya dari guru kami, maka keadaannya menjadi membaik. Alhamdulillah..

Maka inilah jawaban dari kami bagi mereka yang gelisah dan tertekan saat menunggu doa yang terasa tak kunjung Qobul.Apabila dia tanamkan dihatinya makna melepaskan diri dari kemampuan dan kekuatannya sendiri, dan dia berpegang teguh dengan kemampuan dan kekuatan Allah serta meyakini adanya bantuan yang diberikan-NYA, dan hal itu diulang-ulangnya dengan lisan dan hatinya, maka akan timbullah dalam dirinya suatu kesadaran dan pengetahuan yang betul-betul akan meyakinkannya, bahwa memang demikianlah keadaan dirinya bahwa sebenarnya dia tiada berkemampuan dalam segala hal dan lemah.Terkecuali jika dia diberi Allah kemampuan dan kekuatan dari-NYA. Maka akan hilanglah perasaan tertekan dan menjadi lapanglah dadanya, serta bertambahlah pengetahuannya terhadap Tuhannya. Sabda Rasulullah SAW,” Barangsiapa yang beriman dengan Al-Qoder ( Ketentuan Allah ) maka hilanglah depresinya.”

Sekianlah Syarah Hauqolah ini kami tuliskan. Semoga bisa dipahami semua sedulur disini. Mohon maaf jika penjelasan ini tidak menjadikanmu jelas atau malah membingungkanmu. Kami hanya memintamu untuk membacanya dengan pelan dan jernih, dan kami berharap akan timbul darimu Hikmah kebijaksanaan yang sebenarnya, sehingga bertambahlah kesabaran, ketekunan, dan pengharapannya akan doa yang di nanti datangnya. Sehingga doa itu akan wushul dan Qobul sebab kita telah memperbaiki etika dan adab sebagai hamba yang dhoif kepada Allah SWT. Atau dengan sebab kalimat ini menjadikan damai mereka yang bertentangan, mendahulukan Ego, yang mau menang sendiri atau yang berniat buruk.

Wabillahit taufiq wal hidayah, Wassalammu’alaikum wr.wb.



Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262

KHASANAH MISTIK: ILMU KEBAL

Kepercayaan pada kekebalan menyebar di berbagai wilayah Indonesia. ilmu tersebut banyak digunakan tokoh nasional semasa revolusi. dalam islam, kekebalan masih diragukan keberadaannya.

Peristiwa Mbah Suro tahun 1967 di Nginggil dan peristiwa Lampung adalah dua peristiwa nasional tentang kekebalan. Benarkah ada manusia tak mempan ditembak, dibacok, atau dibakar? Guru kekebalan mensyratkan dikubur hidup-hidup 3 hari untuk menjadi manusia super. Toh ia rontok kalau disabet daun kelor atau digores padi.

Sungguh fantastis. Meski peluru petugas memberondong, para perusuh itu malah maju, dan maju dan sangat dekat. Beberapa orang di antara mereka malahan berteriak, “Ayo, tembak lagi.” sambil menunjukkan peluru yang tak menembusi tubuhnya. Pertempuran berlangsung makin seru dan aneh. Akhirnya, gelap malam melilit kawasan yang rawan itu. Dalam kesunyian, beberapa orang tampak terkapar, tewas. Mereka adalah sebagian dari orang-orang yang kabarnya: tak mempan peluru. Yang lain telah mundur, menyusup ke hutan Gunung Balak. “Kebal”, kata itu kemudian melompat dari mulut ke mulut, penduduk Lampung. Apa sebenarnya yang telah terjadi? Berapa sebenarnya jumlah korban? Bentrok tentara dengan sekelompok orang — oleh pemerintah disebut “GPK Warsidi” —  memang mengagetkan. Bisa membikin orang tersedak.

Peristiwa itu telah menjadi pembicaraan hangat. Khusus persoalan “kekebalan”, Pangdam Sriwijaya Mayor Jenderal Sunardi berkata, “Ah, kebal apa. Buktinya mereka ditembak, ya, mati.” Pernyataan Pak Mayor Jenderal itu benar. Tetapi masyarakat masih meyakini bahwa Warsidi dan sejumlah anak buahnya memang mempunyai ilmu kebal. Dengar saja penuturan Bambang Saputro, tukang ojek di Way Jepara, Lampung. Ia mengaku menyaksikan dengan “mata kepala” sendiri keanehan tersebut. Dialah orangnya yang mengantar petugas ke sana. Di Talangsari, ia melihat bagaimana Kapten Sutiman, Danramil Way Jepara, menembak langsung orang-orang itu, namun, kata Bambang, “Mereka yang ditembak tidak apa-apa.” Malah kemudian Sutiman yang tewas, terhunjam anak panah.

Suprapto, Kepala SMA Muhammadiyah Sidorejo di Lampung, percaya soal kekebalan dalam kasus GPK Warsidi itu. Ia mendengarkan kisah semacam dari sejumlah saksi mata: bahwa Jamjuri (ini juga anggota GPK Warsidi) tak terlukai peluru. Padahal, Serma. Sudargo telah menembaki Jamjuri hingga peluru habis. Hasilnya hanya luka tak berarti pada kaki Jamjuri, sedang nyawa Sudargo sendiri melayang lantaran dikeroyok. Benarkah ada orang kebal? Dalam sejarah Indonesia, bertaburan kisah kekebalan. Pada perlawanan “Barisan Bambu Runcing” atau “Barisan Muslimin Temanggung” terhadap tentara NICA dan Sekutu, misalnya. Siapa pun yang terlibat pada masa itu pasti mengenal nama Kiai Subkhi.

Seorang kiai yang — menurut K.H. Muhaiminan Gunardho dari Parakan, Jawa Tengah “selalu berada di depan jika menyerang musuh.” Ketika itu, seruan takbir sahut-menyahut. Rakyat bergelombang-gelombang menyerang Belanda yang bersenjata lengkap, cuma dengan senjata bambu runcing. Tetapi toh mereka maju terus. Termasuk Kiai Subkhi yang menjadi pucuk pasukan. Kendati demikian, kiai asal Parakan, Temanggung, itu selamat.

Menurut Muhaiminan, bukan hanya Kiai Subkhi yang tidak apa-apa. Semua orang yang memegang bambu runcing — seperti Pak Kiai — memang kebal. Tentu saja senjata itu bukan sembarang bambu yang diruncingkan lalu dibawa maju perang. Melainkan bambu runcing yang sudah “diisi” atau istilah lainnya “disepuh”. Yang bertugas menyepuh adalah Kiai R. Sumomihardho, ayah Muhaiminan. Namun, sebelum bambu runcing yang bakal dipakai untuk melawan penjajah itu disepuh, pembawanya harus menghadap tiga kiai lain. Yakni K.H. Abdur Rohman, Kiai Ali, dan K.H. Subkhi. Kiai Abdur Rohman akan memberi nasi manis — nasi yang ditaburi gula putih — pada para prajurit amatiran itu. Ini bukan nasi buat mengenyangkan perut, tapi sebuah asma, yang kadang juga disebut isim. Semacam jimat yang dalam hal ini untuk kekebalan. Kiai Ali memberi asma air wani (wani = berani), yang membikin orang-orang itu menjadi berani dan tak capek-capek. Sedang Kiai Subkhi mengajarkan hafalan doa.

Bismillahi bi aunillah. Allahu ya khafidhu. Allahu Akbar. Masing-masing dibaca tiga kali, lalu menyandang bambu runcingnya. Dengan bimbingan para kiai itu, rakyat bertempur habis-habisan. Ini nampaknya peristiwa sepele. Sebab, tak tercantum dalam buku sejarah — yang memang hampir tak pernah menulis gerakan rakyat. Tetapi banyak tokoh nasional yang telah memanfaatkan jasa para kiai itu: agar memperoleh kekebalan dan keberanian dalam masa revolusi.

Tak kurang dari Jenderal Soedirman, menurut Muhaiminan, pernah datang ke Parakan guna menyepuhkan bambu runcing untuk “Palagan Ambarawa” — pertempuran di Ambarawa. Selain itu, masih ada sederetan nama lain. Misalnya Wongsonegoro (dulu Gubernur Jawa Tengah), Roeslan Abdul Gani, K.H. Wahid Hasyim, Moch. Roem, juga Kasman Singodimedjo. Kiai Muhaiminan, yang menikahi cucu Kiai Subkhi, amat berkesan dengan kekebalan cara Parakan yang banyak menyumbang jasa bagi berdirinya republik ini.

Maka, Pak Kiai pun menamai pesantren yang kini diasuhnya dengan sebutan Pondok Pesantren “Kiai Parak Bambu Runcing.” Cerita kekebalan juga memerciki peristiwa G30SPKI. Dalam kisah ini, bukan para kiai yang jadi peran utama, tapi justru dari kalangan kaum abangan PKI. Mereka yang ditumpas. Seorang yang dulu santri di pesantren daerah Kediri berkisah. Ia sempat menjadi anggota Banser Barisan Serba Guna, yang banyak membantai PKI. Satu saat ia dan kawan-kawannya berhadapan dengan orang-orang PKI yang dijejerkan untuk dieksekusi. “Saya yang mendorong orang-orang itu satu per satu,” paparnya.

Setiap orang PKI yang didorong langsung disambut dengan tebasan pedang algojo. Potongan kepala dan tubuh mereka pun mengotori aliran Sungai Brantas, menggemukkan ikan-ikan di sana. Tiba-tiba para anak muda yang tengah “menumpas” itu menjumpai keganjilan: salah seorang PKI tak mempan dibacok. “Bunyinya trang …, seperti besi yang beradu,” kata santri itu mengenang. Algojo jadi kebingungan. Sesaat kemudian ia meletakkan pedangnya. Lalu menerkam leher korban dan menggiyit tenggorokannya hingga putus. Cerita kekebalan di sekitar peristiwa 1965 terasa semakin hebat lantaran bumbu pengisahannya.

Di Bali, ada yang terpaksa dimintai baik-baik untuk melepaskan nyawanya, karena tak mempan dieksekusi. Memang ajaib. Begitu juga pada eksekusi Mbah Kahar di Pulung, Ponorogo, Jawa Timur. Daerah yang terkenal karena reog serta warok — jagoan setempat. Atau pada mitos Mbah Suro dari Nginggil, desa tepian Bengawan Solo di perbatasan Jawa Timur-Jawa Tengah. Banyak beredar bumbu yang membaurkan antara mimpi, dongeng, dan kenyataan yang konkret. “Mbah Kahar tidak mempan ditembak maupun dipenggal kepalanya,” kata Mislan, yang mengaku menjadi algojo Kahar. Petugas pun bingung. Lalu menyerahkan tugas itu pada Mislan. Sebab, ia juga kebal setelah “bertapa di sebuah gua”. Dengan pedangnya, ia menetak leher Mbah Kahar yang duduk bersila. Dell…, kepala putus, menggelinding sekitar lima meter. Namun, kata Mislan, ajaib. “Pelan-pelan kepala itu menyatu kembali dengan tubuhnya.”

Suasana kacau. Sebab, tak ada lagi orang setempat yang dianggap melebihi “ilmu” Mislan. Algojo itu kemudian mencoba lagi. Begitu kepala korban putus, Mislan membawa kepala itu menyeberangi sungai. Kedengarannya seperti cerita komik. Kalau cerita Mislan benar, Mbah Kahar (juga Mislan) jelas lebih hebat ketimbang Mbah Suro. Tahun 1967, Mbah Suro mencoba membangkitkan PKI. Konon, dukun itu dan pasukannya tak mempan tembakan dan bacokan, asal memakai piandel barang yang diandalkan. Yakni pakaian hitam-hitam, kolor (ikat pinggang Jawa), dan kenthes (pentungan). Setelah geger PKI, ribuan orang berdatangan ke rumah Mbah Suro, mengharap keselamatan. Maka, daerah hutan jati yang kering dan minus itu menjadi semarak. Setiap pendatang pasti membeli tiga piandel, dan minum air dari Gentong Kemiri, agar tak mempan peluru bedil.

Padahal, menurut Mbah Sumi — adik kandung Mbah Suro, semua itu akal-akalan bisnis penduduk setempat. Mbah Suro sebenarnya “hanya dukun biasa”. Kepentingan bisnis dan kepercayaan bercampur baur. Ketika ribuan orang PKI telah dibantai, para pengikut Mbah Suro masih berteriak gagah, “hidup PKI!” Anak-anak, yang berharap agar diberi uang, menjawab, “hidup!” Dengan hanya bersenjatakan kenthes, pasukan hitam-hitam itu berani menghadapi petugas yang menggerebeknya. Pertempuran pecah. Lalu Mbah Suro menyerah. Untuk keperluan eksekusi, dukun itu harus menanggalkan pakaian hitamnya dan mengganti dengan sarung hijau.

Sejenak setelah kematian Mbah Suro, cerita tentang orang kebal pun surut. Namun, rupanya mustahil pupus sama sekali. Pada kenyataannya, kisah kekebalan juga sering menjadi catatan kaki riwayat para tokoh sejarah. Masuk dalam perbincangan, tak soal, apa benar atau sekadar musik pengiring. Tak kurang dari tokoh Teuku Umar, misalnya. Masyarakat Aceh meyakini, tokoh itu tak mungkin ditembus peluru. Begitu kental keyakinan itu. Maka, konon, Belanda sampai merasa perlu membuat peluru emas buat membunuhnya. Eros Djarot juga tak menyingkirkan cerita “peluru emas” itu untuk filmnya, Tjoet Nja’ Dhien. Bung Karno, di mata pengagum fanatiknya, juga kebal. Berulangkali ia menghadapi percobaan pembunuhan, dan… lolos.

Misalnya dalam peristiwa Cikini, atau sewaktu ditembak saat sembahyang Idhul Adha. Lima puluh tahun lagi, siapa tahu cerita di sekitar percobaan pembunuhan itu tumbuh terus, berbunga-bunga. Nama lain yang dianggap memiliki keistimewaan demikian adalah Kahar Muzakar dan Supriadi. Hingga kini, sejumlah penduduk pedesaan Sulawesi Selatan sulit percaya bahwa Kahar sudah lama tewas ditembak. Mereka mengganggap, Kahar masih berkelana entah di hutan sebelah mana. Sedang Supriadi, tokoh pemberontakan Peta di Blitar, bukan hanya dianggap kebal, tapi juga bisa menghilang, raib, tanpa kembali lagi. Manusia Indonesia di masa lalu agaknya sangat akrab dengan soal kekebalan. Di Indragiri Hulu, Riau, Haji Bustami — sebelum bertobat dan menunaikan ibadah haji — mengaku pernah kebal, bisa menundukkan harimau, dan punya tenaga yang mampu untuk mengangkat seekor kerbau. “Ilmu itu saya peroleh dari orang Sakai,” ujarnya.

Sakai adalah suku terasing di Sumatera. Di Kalimantan, suku Dayak sering dibayangkan sebagai orang yang menakutkan. Bukan saja lantaran sumpit beracunnya. Tetapi juga karena ilmu-nya. Masyarakat Kajang yang bermukim di kaki Pulau Sulawesi juga dianggap mempunyai ilmu yang lebih dari sekadar kebal. Di Bali ilmu kekebalan — di sana disebut ilmu kanuragan — juga masih diperdalam. Basisnya tentu saja ajaran Hindu, dengan latihan yoga. Ketika seseorang telah mencapai puncak pemusatan, pengekangan, dan pengaturan pikiran — menurut Anak Agung Putu Suwela, 65 tahun, dari Perkumpulan Raja Yoga Kumala Bhuana, Denpasar — “semua pancaindria akan mati. Tak ada sakit, tak ada panas, tak ada dingin.” Pada tingkat itu, orang luar akan melihat ahli yoga yang demikian ini kebal senjata tajam dan api.

Mencapai tingkat itu tidak gampang. Suwela sendiri baru merasa mantap dengan yoga setelah belajar selama 24 tahun. Ketika seseorang mencapai kesempurnaan, dalam ilmu kebal versi yoga, orang bukan saja tak mempan senjata dan api, juga mampu melihat sesuatu yang bakal terjadi. Plus bisa mengobati orang sakit. Persoalannya adalah, siapa yang tahan bertahun-tahun belajar yoga? Di Bali ada pertunjukan Barong vs Rangda yang diakhiri dengan menikam Rangda bertubi-tubi, dilanjutkan dengan orang mencoba menusukkan keris ke tubuhnya. Namun, dada tak tembus, perut tak sobek. Darah tak mengalir. Lihat juga para penari “Sangyang Jaran” yang kesurupan itu. Bara api pun diinjak-injak dengan kaki telanjang sehingga butir merah memercik-mercik. Sampai sekarang masih bisa dinikmati.

Bagaimana menjelaskan semua itu? Suwela mengatakan, Barong Keris itu bisa dimainkan oleh siapa pun yang kemudian trance dan dikendalikan orang lain yang berilmu. Serupa ini adalah Kuda Lumping dari daerah sekitar Jawa Tengah dan Cirebor. Atau debus dari daerah Banten dan Minangkabau. Inilah satu sisi lain ilmu kebal: seni. Ilmu kebal juga dikejar oleh para peminat seni bela diri. Hampir semua aliran pencak silat di Indonesia meletakkan ilmu kebal atau tenaga dalam di puncak latihannya. Saat ini, sebagian besar peminat ilmu kebal adalah anggota ABRI. Ini diakui oleh para guru seperti halnya Kiai Salik di Banten atau Zen di Jepara. Mislan malah mengaku ikut menyiapkan satu batalyon marinir yang hendak bertempur di Timor Timur (lihat Bisnis Ilmu Kebal). Kepercayaan pada kekebalan menyebar di berbagai wilayah Indonesia, pada berbagai latar belakang etnis maupun agama. Ada ilmu kebal yang ber-setting sangat Jawa, ada yang sangat Dayak.

Ada yang berwajah Islam, Hindu, atau bahkan ada juga Katolik — misalnya pada anggapan bahwa Slamet Riyadi kebal karena membawa rosario (tasbih). Di Jawa, wesi kuning atau kol buntet adalah nama-nama ajimat yang sangat dicari untuk kekebalan pemiliknya. Sedang pada kalangan hitam, para maling dan perampok, aji poncosuno bumi laku keras seperti halnya aji welut putih yang bermanfaat untuk “menghilang”. Konon, bila seseorang punya poncosuno bumi, kalau dibunuh ia akan hidup lagi pada saat tubuhnya menyentuh tanah. Selain itu, cara kebal yang lebih berbau agama banyak disebut dalam berbagai buku mujarobat yang dijual di kaki-kaki lima.

Yang disebut buku-buku itu, antara lain, sepenggal ayat Quran (Surat An-Naml) yang dituliskan pada kulit kijang, lalu dibungkus dengan kulit lembu, dan dipakai untuk ikat pinggang. Para kiai juga sering memberi berbagai bentuk isim, yang semata berbahasa Arab atau campuran bahasa Jawa. Yang agak jauh dari kesan perdukunan adalah yang dipakai anggota GPK Warsidi. Seorang anggota GPK Warsidi mengungkapkan: mereka memperoleh kekebalan setelah menjalani sejumlah amalan. Di antaranya dengan i’tikaf di masjid selama 40 hari terus-menerus. Pada saat itu mereka hanya boleh makan nasi putih sepiring kecil setiap hari. Juga selalu bersalat tahajud di penghujung malam, serta membaca wirid. Adapun wirid-nya antara lain Surat Yassin ayat 89 Al-Maidah ayat 67, Al-Baqarah ayat 3, dan At-Taubah ayat 2. Dengan itu, menurut mereka, “kami betul-betul mendekatkan diri pada-Nya.”

Bila mereka lulus dari tempaan 40 hari itu, dan tidak memakan barang haram (misalnya dari duit korupsi), “karamah akan datang melindungi kami dari serangan musuh.” Kalaupun toh mati juga, begitu keyakinan mereka, itu “mati syahid”. Tak jelas, apakah ada riwayat Nabi yang dijadikan pegangan untuk soal kekebalan diri. Kalaupun ada, tentu hanyalah hadis yang masih dipertanyakan kesahihan atau keautentikannya. Nabi Muhammad pun luka dan berdarah sewaktu hijrah ke Thaif, ditimpuki batu oleh penduduk setempat. Juga pada Perang Uhud




Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262