ANEKA MACAM PERTAPA DI GUNUNG HIMALAYA

Sesekali mari kita belajar –agar ada pengkayaan wawasan mistik — dengan membandingkan bagaimana kehidupan para pertapa di pegunungan Himalaya. Pegunungan tertinggi di dunia yang puncaknya ditutupi oleh es abadi tersebut tepat terletak di sebelah utara India dimana aliran sungai suci Gangga bersumber dari sana. Banyak pertapa memilih menetap dan melakukan berbagai pertapaan berat di berbagai sudut pegunungan.

Dalam upayanya untuk mencapai tujuan hidup rohaniah, beberapa umat Hindu memilih jalan monastisisme (sanyāsa). Kaum monastik ini berkomitmen untuk hidup bersahaja, tidak menikah, menjauhi perkara duniawi, dan memusatkan pikirannya pada Tuhan. Rahib hindu disebut sanyāsī, swāmi atau sadhu. Rahib hindhu perempuan disebut sanyāsini, sadhavi, atau swāmini. Mereka sangat dihormati dalam masyarakat Hindu, karena cara hidup mereka yang menghindari sikap mementingkan diri sendiri dan perkara duniawi menjadi inspirasi bagi para kepala rumah tangga yang memperjuangkan renunsiasi mental.

Beberapa pertapa hidup dalam biara/asrama, yang lainnya mengembara dari satu tempat ke tempat lain, menggantungkan hidup pada anugerah Tuhan belaka. Mendermakan makanan atau keperluan lain kepada para sadhu diyakini umat Hindu sebagai suatu kebajikan besar. Para sādhu harus diperlakukan dengan penuh rasa hormat dan welas asih, baik oleh orang miskin maupun orang kaya, orang baik ataupun orang jahat. Mereka juga tidak boleh berbeda sikap terhadap pujian, umpatan, kesenangan, dan penderitaan. Seorang sādhu biasanya dapat dikenali dari pakaiannya yang berwarna jingga. Umumnya para rahib Waisnawa menggunduli kepala mereka kecuali di area kecil pada belakang kepala mereka, sedangkan para rahib Saiwa membiarkan rambut dan janggut mereka tumbuh panjang.

Seorang sadhu biasanya dilarang untuk: memiliki harta benda pribadi kecuali sebuah mangkuk, sebuah cawan, dua setel pakaian dan alat-alat bantu kesehatan semisal kacamata; berhubungan, memandangi, memikirkan, bahkan berdekatan dengan wanita; makan demi kesenangan; memiliki atau bahkan menyentuh uang atau barang-barang berharga lainnya dalam bentuk dan cara apa pun;    menjalin hubungan-hubungan yang bersifat pribadi.

Di pegunugan himalaya, terdapat ashrama-ashrama dan kemah sederhana para yogi, sadhu dan orang suci. Masyarakatnya di dominasi oleh kaum petani kecil dengan kehidupan yang sangat sederhana dan umumnya mereka sangat spiritualis. Para wisatawan, pendaki gunung dan peziarah dengan mudah kita temui setiap harinya terutama di sekitar jalur utama berliku dan terjal yang masih bisa di lewati oleh kendaraan umum.

Pegunungan Himalaya yang dipenuhi oleh para Yogi, Sadhu, Rahib, dan orang-orang suci dari berbagai perguruan dan agama ternyata juga dipenuhi oleh banyak penipu spiritual. Para penipu ini berpenampilan tidak ubahnya seperti halnya orang suci, atau yogi dan mengais rezeki dengan cara menerima santunan dari para peziarah dan tidak segan-segan melakukan tipu muslihat tertentu agar mendapatkan keuntungan material. Tentunya jika kita adalah spiritualis sejati, kita akan dapat membedakan para penipu ini dengan para sadhu suci dengan merasakan ‘getaran spiritualnya’.

Kebalikan dari pada penipu tersebut, ada orang suci yang biasa dipanggil “Pagala Baba” atau orang suci sinting. Pagala Baba tidak memiliki tempat tinggal atau ashram. Satu-satunya harta miliknya hanyalah pakaian yang melekat di badannya. Tingkah Pagala Baba tidak ubahnya seperti orang gila. Kadang-kadang dia berlari kesana-kemari sepanjang sungai Gangga, kadang-kadang memanjat pohon dan bernyanyi dan di saat lain mengejar dan mempermainkan orang yang lewat. Namun sejatinya dia bukanlah orang gila, tetapi dia benar-benar luar biasa dalam Yoga Mistik. Tujuan dia bertingkah seperti itu agar orang-orang tidak mengganggunya dengan berbagai permintaan berkat ini dan itu dari para pelancong dan peziarah.

Ada lagi Yogi yang menggimbal rambutnya yang sangat panjang dan menggunakan rambut tersebut sebagai jubah penutup badannya yang disebut “Jatadhari Baba”. Jatadhari Baba biasanya sangat jarang berbicara dan tinggal dalam sebuah pondok yang sangat sederhana. Jika ada orang yang datang mempersembahkan makanan dan meminta berkat darinya, biasanya dia akan mngambil satu helai rambutnya, memberikannya kepada orang bersangkutan dan berkata dengan halus; “pekerjaanmu akan terlaksana”.

Di sebuah gubuk kecil yang serambinya hanya setinggi setengah meter mungkin kita akan menemukan seorang petapa yang hanya mengenakan pakaian dari karung goni, atau dalam bahasa setempat disebut “tat”, sehingga petapa ini sering dipanggil sebagai “Tat Baba”.

Mungkin kita akan bertemu dengan monyet yang menarik-narik baju kita dan menuntun kita ke suatu tempat dengan berbagai bahasa isyaratnya. Monyet tersebut akan menggiring kita ke sebuah pohon dan menunjuk-nunjuk ke arah atas. Jika di atas pohon tersebut terdapat rumah pohon dan menemukan petapa duduk di sana, maka itu adalah “Vrksha Vasi Baba”, yaitu orang suci yang tinggal di atas pohon dalam usahanya melakukan penebusan dosa. Sang peziarah yang melemparkan buah atau makanan ke orang suci tersebut akan membagikan kembali makanan yang diberikan setelah di berkati untuk peziarah, monyet yang menuntun peziarah tersebut dan bagian lainnya barulah dia makan sendiri.

“Ekahari Baba” adalah orang suci yang hanya makan satu kali saja setiap hari dan hanya memakan satu jenis buah-buahan setiap makan. Menurutnya, pikiran kita hanya didesain untuk berpikir satu hal setiap satu satuan waktu, kaki kita hanya bisa berjalan satu arah saja dan demikian juga pencernaan kita akan lebih optimal jika hanya mengkonsumsi satu jenis makanan saja setiap kali makan. Dia mengatakan bahwa mahluk lain selain manusia pada dasarnya hanya memakan satu jenis makanan saja setiap harinya dan mereka tetp sehat dan bugar, hanya manusialah yang mengatasnamakan perkembangan selera mencampur berbagai jenis makanan sekaligus. Hal itu mempengaruhi sistem pencernaan dan mengundang berbagai penyakit. Jadi menurutnya, rahasia hidup sehat dan bahagia adalah dengan makan satu macam makanan saja setiap kalinya, cukup istirahat dan Yoga. Penjelasannya ini memang terbukti dari penampilannya sendiri yang kelihatan bugar dan kekar walaupun umurnya sudah tidak muda lagi.

Kelompok petapa yang selalu sibuk dalam meditasi, tidak mengenakan pakaian sehelaipun dan sering kali melumuri badan mereka dengan abu disebut sebagai “Naga Baba”. Orang-orang sering kali berkunjung ke pertapaan mereka dan meminta berkat berupa vibhuti (abu suci).

Di lain tempat mungkin kita akan menyaksikan para praktisi yoga yang dengan asyiknya tidur di atas papan berisi paku tajam, berdiri dengan satu kaki, masuk ke dalam kobaran api dan berbagai jenis kegiatan yang memperlihatkan kekebalan tubuh mereka. Mereka ini adalah para pengikut “Hatta Yoga”.

Ada lagi seorang suci yang bertingkah ganjil yang biasanya tidak mengenakan pakaian di daerah Gangotri. Beliau adalah Ramananda Avadhuta. Dia memiliki sebuah kotak kayu dalam gubuknya yang sangat sederhana. Di siang hari, biasanya dia duduk di atas kotak kayu tersebut dengan beralaskan selimut yang dilipat dalam empat lipatan. Namun di malam hari dia akan masuk ke dalam kotak dan tidur di dalam kotak tersebut. Dia akan keluar dari kotak pada pagi hari disaat seorang anak datang padanya dan membukakan kotak tersebut. Dia hanya meminum satu gelas susu setiap hari untuk menghidupi badannya. Jika ada orang datang meminta berkat kepadanya maka dia akan selalu menjawab dengan menggerakkan tangannya yang artinya; “Tuhan ada untuk menjaga, Bergantunglah pada-Nya”.

Disamping itu terdapat banyak ashram-ashram yang tidak bisa dijangkau oleh para peziarah biasa karena ashrama-ashrama tersebut diselimuti oleh Yoga Siddha yang sangat luar biasa. Hanya orang-orang yang memiliki spiritualitas tinggi saja yang mampu mencapi tempat tersebut. Salah seorang Babaji yang dipercaya telah berumur 2000 tahun namun perawakannya masih tetap seperti remaja 20 tahun juga tinggal di ashram yang seperti ini di Himalaya. Beliau adalah seorang Siddha Yoga yang sampai saat ini masih tetap mengajarkan tenaga dalam pada murid-muridnya di seluruh dunia secara batin. Vyasa Deva, Maha Rsi pengkodifiksi Veda juga diyakini masih tinggal di sebuah ashram yang tersembunyi seperti ini.

Disamping para babaji yang sibuk dengan sadhana mereka, di sekitar pegunungan Himalaya juga terdapat banyak kuil-kuil dan tempat-tempat suci yang memiliki sejarah menarik dalam penurunan dan penyebaran ajaran Veda. Ashram-ashram penting tempat berlangsungnya proses belajar mengajar filsafat Veda juga banyak bertebaran disana. Salah satunya adalah Ashram Parmanrthniketan di Rsikesha dan Ashram Swami Shardananda yang memiliki koleksi Catur Veda, Purana dan Upanisad yang sangat lengkap. Para anggota ashram juga terbiasa melakukan debat filsafat (shastrarth) di antara mereka setiap hari sabtu. Mungkin dengan adanya ashram-ashram seperti inilah ajaran Veda masih tetap eksis dan terjaga autentikasinya meskipun India sempat dikuasai penjajah Muslim dari abab ke 11 sampai abad ke 19 dan sangat banyak bangunan-bangunan suci bersejarah dan pustaka-pustaka Veda dihancurkan, serta banyak para sadhu dan sarjana Veda dibunuh, namun ajaran Veda masih tetap eksis.

Penduduk India yang berhasil di konversi menjadi Muslim selama sembilan abad penjajahan tersebut tidak lebih dari 10%. Demikian juga pada masa penjajahan Inggris, yang ditunggangi oleh para kaum misionaris berusaha keras memusnahkan Hindu dan mengajarkan agama Kristen dengan cara yang lebih “elegan” dibandingkan penjajah Muslim sebelumnya. Para Indologis ini berusaha menyebarkan idiologi mereka dengan melakukan berbagai bhakti sosial, penelitian dan penerjemahan kitab-kitab suci Veda dalam bahasa Inggris yang tentunya semua usaha ini diarahkan untuk kepentingan konversi. Namun sampai pada akhir penjajahan, mereka hanya berhasil mengkonversi tidak lebih dari 1% penganut Veda.

Tentunya semua ini tidak lepas dari peran aktif para sadhu dan acharya yang bertebaran di seluruh India dan di pegunungan Himalaya dalam menjaga kelestarian budaya Veda. Meski demikian efek teori palsu dan terjemahan Veda mereka yang keliru bagaikan bom waktu di Negara Barat. Dengan mengikuti pola pikir para Indologis, sebagian besar orang Barat menjadi memandang sebelah mata terhadap peradaban Veda dan menganggap Veda sebagai ajaran tahayul primitif. Untunglah para suami dan acharya agung dari berbagi garis perguruan membangkitkan kembali citra Hindu di dunia Barat. Bahkan saat ini Hindu tumbuh di Barat.

Pada setiap acara Kumbha mela yang berlangsung pada daerah pertemuan tiga sungai suci, Gangga, Yamuna dan Sarasvati (sekarang mengering), semua para Yogi, petapa dan orang suci di pegunungan Himalaya dan seluruh penjuru India datang ke sana. Tidak jarang kita akan disuguhi pemandangan menakjubkan di acara Kumbhamela tersebut. Bukan saja karena terdapat lautan manusia yang luar biasa banyak, tetapi juga oleh adanya fenomena-fenomena ganjil yang ditunjukkan oleh para Babaji. Tidak jarang para Babaji datang dan hilang begitu saja, terbang atau berjalan di atas air serta berbagai fenomena Yoga mistik lainnya. Sesuatu yang benar-benar aneh dan ajaib di dunia kita yang modern.

Jika kita bisa berinteraksi langsung dengan mereka, kita akan berpikir bahwa orang-orang sakti yang sering kali mengaku diri sebagai Tuhan yang kita kenal saat ini ternyata tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka yang menempuh kehidupan pertapaan yang berat.

SANG LEGENDA: SAI BABA DARI SHIRDI

Membahas kehidupan para pertapa di India, kurang lengkap bila tidak menampilkan sosok legendaris ini. Dialah Sai Baba dari Shirdi, juga dikenal dengan nama Shirdi Baba, ia adalah seorang Guru, mistikus Sufi, sekaligus Mahayogi yang tinggal di Masjid Dwarakamayi. di Desa Shirdi, Distrik Ahmednagar, Maharashtra, India. Pada awal perkembanganya, umat Hindu dan Muslim menjadi pengikutnya. Pengikutnya juga menganggap ia sebagai seorang Awatara atau avatar.

Di sebuah desa bernama Pathri yang terletak di wilayah Nizam, tinggal sepasang suami istri yang taat bernama Ganggabhava dan Devagiriamma. Sang istri adalah bhakta setia Dewi Gauri (Pendamping Dewa Shiva, yang disebut pula Dewi Parvathi). Suaminya, Ganggabhava adalah bhakta setia Dewa Shiva. Mereka tidak mempunyai anak. Hal ini membuat mereka tidak terlalu memikirkan masalah duniawi. Mereka menghabiskan waktu dengan melakukan pemujaan kepada Dewa Shiva dan Dewi Parvathi. Ganggabhava menjalankan perahu sebagai mata pencahariannya. Saat itu musim hujan dan air sungai meluap. Karena khawatir perahunya akan terbawa banjir bila tidak diawasai, Ganggabhava memberitahu istrinya bahwa ia akan pergi ke sungai dan akan tinggal di sana semalam untuk menjaga perahunya. Sang istri menyiapkan makan malam untuk suaminya pada jam 7 malam dan setelah suaminya pergi ia pun menyelesaikan makan malamnya sendiri.

Sekitar jam 9 malam, seorang mengetuk pintu. Karena mengira bahwa suaminya yang datang dan dengan bertanya-tanya mengapa suaminya pulang begitu cepat, ia membuka pintu dengan segera. Seorang lelaki tua berdiri di depan pintu. Lelaki tua itu kemudian melangkah masuk ke dalam rumah dan berkata. “Oh Ibu, di luar sangat dingin. Apakah engkau mau berbaik hati memberi sedikit tempat bagi saya untuk bermalam disini?” Dengan kebaikan hatinya, ia menyiapkan kasur, memberikannya kepada lelaki tua itu dan mengantarkannya ke suatu tempat di beranda untuk tidur. Devagiriamma masuk ke kamarnya sendiri, menutup pintunya dan berbaring. Tapi tak lama kemudian lelaki tua itu mengetuk pintu kembali. Ketika ia membuka pintu, lelaki tua itu berkata, “Oh, Ibu yang baik hati, saya merasa lapar. Bolehkah saya minta nasi sedikit untuk dimakan?” Karena ia tidak menemukan sesuatu yang berarti kecuali sedikit beras tumbuk di dapurnya, ia menyiapkan sedikit makanan dengan susu asam dan memberikannya kepada lelaki tua itu, ia pun kembali ke kamarnya, menutup pintu dan bersiap untuk tidur. Belum lama waktu berlalu, lelaki tua itu mengetuk pintu kembali. Ketika ia membuka pintu, lelaki tua itu berkata, “Oh Ibu, kaki saya sakit. Maukah engkau berbaik hati untuk memijatnya sebentar saja?”

Wanita itu terkejut. Ia lalu pergi ke ruang pemujaan, bersimpuh di kaki arca Dewi Parvathi dan menangis, “Oh Ibu Yang Mahasuci, ujian berat apakah yang Kau berikan padaku ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tolong selamatkanlah aku dari keadaan yang sulit ini.” Beberapa saat kemudian ia mulai tenang. Ia mendapatkan ide untuk meminta seseorang yang bisa dibayar untuk memijat tamunya. Usahanya sia-sia dan ia pun kembali dengan putus asa. Tiba-tiba ada ketukan di pintu samping. Ketika pintu di buka, seorang wanita masuk ke dalam rumah dan berkata,”Ibu, sepertinya engkau datang ke rumah saya untuk meminta bantuan guna merawat seseorang lelaki tua di sini. Saya datang ke sini untuk menawarkan bantuan.” Devagiriamma sangat bergembira karena ternyata doanya telah di jawab. Ia mengantar wanita itu ke beranda dan meninggalkannya dengan lelaki tua itu dan kemudian ia kembali ke kamarnya sendiri.

Tak lama kemudian, sekali lagi, pintu kamar diketuk. Karena sekarang ada seoarang wanita lain di rumah, Devagiriamma membukakan pintu tanpa rasa ragu. Ia mendapatkan Dewa Shiwa dan Dewi Gauri berdiri dengan cahaya gemerlap. Ternyata lelaki tua dan seorang wanita tadi tak lain adalah Dewa Shiwa dan Dewi Gauri yang sedang yang menyamar untuk menguji kesetiaan Devagiriamma. Hati Devagiriamma dipenuhi rasa bahagia dan ia menyentuh kaki mereka. Dewi Gauri berkata,”Aku menganugerahkanmu seorang anak lelaki yang akan memberikan kemuliaan bagi keturunanmu dan juga seorang anak perempuan sehingga engkau bisa memperoleh punyam dengan menikahkannya dengan seseoarang. Devagiriamma menyentuh kaki Dewa Shiva. Dewa Shiva pun berkata,”Anak-Ku sayang, Aku sangat terkesan dengan bhaktimu. Aku sendiri akan lahir sebagai manusia dalam diri anakmu yang ketiga.” Setelah mengatakan hal itu mereka pun menghilang. Devagiriamma sangat gembira. Ketika fajar tiba, suaminya pulang dan mendengar istrinya tentang segala hal yang terjadi, suaminya enggan mempercayainya.

Waktu terus berjalan dan Devagiriamma pun mengandung. Seperti yang sudah diperkirakan, ia melahirkan bayi laki-laki. Satu tahun kemudian ia melahirkan seorang anak perempuan. Ganggabhava menyadari bahwa dua peristiwa yang disebutkan oleh istrinya sudah menjadi kenyataan. Sekarang ia mulai percaya bahwa Dewa Shiva dan Dewi Parvathi sungguh-sungguh memberi istrinya darshan (penampakan ilahi). Ia berkata kepada istrinya, “Engkau sangat beruntung, saya tidak.”

KELAHIRAN

Pikiran itu sangat dalam tertanam di benaknya. Seiring berjalanya waktu ia memutuskan melakukan tapa agar dapat memperoleh darshan (penampakan ilahi) Dewa Shiva dan Dewi Parvathi. Ia memutuskan untuk pergi ke hutan dan melanjutkan pencarian spiritualnya. Walau Devagiriamma sedang hamil anak ketiga, karena kesetiannya ia memutuskan untuk ikut menemani suaminya. Dalam perjalanan ke hutan ia melahirkan seorang bayi laki-laki tepat di bawah pohon banyan pada hari Senin tanggal 28 September 1838 Masehi. Devagiriamma membungkus bayinya dengan sepotong kain sari, meninggalkannya dan pergi mengikuti suaminya ke hutan.

MASA KECIL SAMPAI DEWASA

Ada seorang Sufi Fakir tinggal di desa sekitar hutan tersebut. Ia tidak mempunyai anak laki-laki. Ia menemukan bayi yang terbuang itu dan membawanya pulang. Ia senang karena merasa Allah telah memberikannya seorang bayi. Dari tahun 1838-1842 Masehi, anak itu tumbuh di rumah Fakir. Setelah Fakir meninggal, istrinya yang kemudian mengasuh anak lelaki itu. Shirdi Baba memiliki beberapa kebiasaan di masa kecilnya, ia akan pergi ke kuil Hindu dan berteriak, “Akulah Allah” dan “Allah Malik Hai” (Tuhanlah Yang Mahakuasa). Di sisi lain ia pergi ke Masjid, menangis dan berkata, ‘“Rama adalah Tuhan” dan “Shiva adalah Allah” Karena kelakuanya itu, pemeluk dari umat Hindu dan Muslim tersebut mengeluh kepada istri Fakir. Ia mengalami kesulitan mengasuh anak lelaki itu dengan benar. Ia kemudian membawa anaknya ke seorang terpelajar dan memiliki ashram yang bernama Venkusa. Dari tahun 1842-1851, anak lelaki itu diasuh oleh Venkusa. Ia mengasuhnya dengan kasih sayang dan perhatian. Hal tersebut membuat kecemburuan dan kedengkian pada penghuni lain yang juga tinggal di ashram Venkusa. Suatu hari ia pergi meninggalkan ashram dan mengembara dari satu tempat ke tempat lain selama beberapa tahun.

PEMBERIAN NAMA SAI

Dalam pengembaraanya, ia sampai ke desa yang bernama Dhupkeda. Selama ia tinggal di sana, ada acara pernikahan di desa itu di rumah Chand Bhai Patel. Bhagat Mahalsapati melihat keilahian Fakir muda itu dan menyambutnya dengan “Ya Sai” (Selamat Datang Sai). Orang-orang lainnya juga menyebutnya dengan nama Sai dan sejak itu dikenal dengan nama Sai Baba.[7] Nama “Sai Baba” merupakan kombinasi kata dari bahasa Persia dan India. Sāī (Sa’ih) dalam bahasa Persia merupakan sinonim dari kata Brahmajnani (bahasa Sanskerta) artinya orang yang telah mencapai Realisasi Diri. Sai juga dapat berarti Tuhan Sedangkan Baba adalah kata dalam bahasa Indo-Arya yang merujuk pada sebutan hormat untuk bapak, kakek, orang yang dituakan. Nama Sai Baba merujuk pada makna “Bapa Suci”

Setelah mengikuti acara pernikahan itu, si Fakir muda mengembara ke Desa Shirdi pada tahun 1857. Ia tinggal di sana sampai ia wafat tahun 1918. Disana ia tinggal di Masjid Dwarakamayi. Di masjid tersebut ia mulai mengajar umat Hindu dan Muslim.

MAHASAMADHI

Menjelang akhir hidupnya, Sai Baba dari Shirdi berpesan kepada bhakta kesayangnya Dixit, Abdullah dan Sarada Devi. Ia berpesan bahwa ia akan bereinkarnasi kembali 8 tahun setelah Mahasamadhi (meninggalkan tubuh fisiknya) di wilayah Andhra (India Selatan) dan ia akan berinkarnasi dengan nama yang sama, Sai Baba. Nama kesayangannya adalah Sathyam.[10]

Sai Baba pun kemudian Mahasamadhi pada 15 Oktober, 1918 pukul 2:30 sore. Dia mengambil Mahasamadhi di pangkuan salah satu pengikutnya dan kemudian dimakamkan di “Booty Wada” sebagaimana keinginannya. Kemudian sebuah tempat suci dibangun di tempat itu dan kemudian dikenal sebagai Samadhi Mandir.[11] Hari saat Shirdi Baba mahasamadhi adalah hari yang sangat suci bagi umat Hindu dan bagi umat Islam dimana festival Hindu Dassera dan hari raya Muslim, Muharram telah datang pada hari yang sama. Ini juga merupakan tanda kebesarannya sebagaimana orang-orang percaya bahwa jiwa-jiwa mulia meninggalkan bumi pada beberapa hari suci datang sekaligus.

PENEGASAN JANJI

Setelah Shirdi Baba mahasamadhi, para pengikutnya merasa sangat sedih. Pengikut setianya yang bernama Abdullah sangat cemas dengan keadaan ini. Dia akan menghabiskan begitu banyak waktu di Samadhi Mandir dengan kesedihan. Suatu hari Shirdi Baba menampakkan dirinya secara fisik kepada Abdullah dan berkata: “Abdullah, samadhi mandir hanyalah untuk tubuh, tetapi siapa yang sebenarnya mampu memakamkan Aku? Aku bersifat kekal. Aku akan berinkarnasi di Andhra (India Selatan) setelah delapan tahun”. Setelah berkata seperti itu, Shirdi Baba kemudian menghilang. Dengan kata-kata tersebut Abdullah menjadi tenang.[12]

AJARAN

Kisah hidup Shirdi Baba merupakan pesan-pesan ajaranya. Beberapa diantaranya adalah:

  • Tauhid atau Advaita Vedanta

Sejak kecil ia mengatakan “Rama adalah Tuhan” dan “Shiva adalah Allah”.Ia memberikan nasihat yang terus menerus kepada setiap orang : “Rama dan Rahim adalah satu dan sama, tidak ada satupun perbedaan di antara mereka, jadi mengapa para pemujanya menjadi terpisah dan bertengkar di antara mereka? Kalian rakyat bodoh, kanak-kanak, saling berpegangan tanganalah dan kumpulkan dua masyarakat itu bersama. Tuhan akan melindungi kalian” Ia juga membiarkan ritual umat Hindu dan Islam di Masjid Dwarakamayi tempat dimana ia tinggal. Nasehatnya mengajarkanTauhid dalam Islam atau disebut Advaita Vedanta dalam Hindu yang berarti Keesaan Tuhan .

  • Menyanyikan Nama Suci Tuhan

Sai Baba mendorong pengikutnya untuk berdoa, menyanyikan nama-nama Tuhan yang manapun, membaca Al-Fatihah, mempelajari kitab suci Al-quran dan teks-teks Hindu seperti Ramayana, Wisnu Sahasranam (Seribu Nama Wishnu), Bhagavad Gita, Yoga Wasista[14][15] Kadang-kadang ia membaca Al-Fatihah sendiri, Baba juga senang mendengarkan moulu dan qawwali disertai dengan tabla dan sarangi dua kali sehari.

  • Pelayanan

Beberapa kata-kata yang ia ucapkan kepada para bhaktanya adalah: “Tuhan pasti akan senang, kalau engkau memberikan air kepada yang haus, roti kepada yang lapar, pakaian kepada mereka yang telanjang dan berandamu kepada orang asing untuk duduk dan beristirahat. Jika seseorang meminta uang kepadamu dan engkau tidak ingin memberi, jangan berikan, tetapi jangan menghardiknya seperti anjing. Biarkan siapapun menjelekkan engkau, jangan membencinya dengan memberikan jawaban sengit apapun. Jika engkau selalu toleran dengan hal semacam itu engkau pasti akan bahagia.”     ”

  • Ketidakterikatan

Cara mengajar Shirdi Baba cukup unik dan eksentrik. Seperti gaya berpakaianya, ia memakai kafni sederhana, kusam dan robek, hal tersebut untuk mengajarkan ketidak terikatan kepada para pengikutnya. Ia kadang-kadang meminta sedekah kepada bhaktanya yang satu tetapi menolak menerima sedekah dari bhaktanya yang lain. Ia mengatakan meminta sedekah untuk mengambil keterikatan bhaktanya. Cara ia memberkati bhaktanya juga cukup unik, ia tak segan-segan mengatakan kepada bhaktanya: “Semoga kamu mati”, “kamu anjing”, “kamu keledai”. Saat ditanya tentang maknanya, ia berkata: “semoga kamu mati” berarti semoga seluruh keinginan, kemarahan dan keterikatanmu hancur. “kamu anjing” berarti semoga kamu memiliki iman, kepercayaan dan kesetiaan seperti anjing. “kamu keledai” berarti melayani tanpa mengharapkan penghormatan

  • Penghancuran Ego

Suatu ketika seseorang datang ke Shirdi untuk memotret Shirdi Baba. Baba melihat mereka dan bertanya pada orang terdekatnya Mohan Shyam.”Shyam, kenapa mereka datang ke sini?” Shyam menjawab, “mereka datang untuk memotretmu”. Baba menjawab, “Tidak, tidak. Katakan pada mereka untuk tidak memotret-Ku. Tak mudah memotret-Ku. Dindingnya harus dihancurkan terlebih dahulu.” Maksud dari kata-katanya adalah, ia bukanlah tubuh dan ia adalah Parabrahman (Tuhan yang tak berwujud, tunggal, kekal abadi). Untuk bisa melihat atau “memotret” (mengenal) Parabrahman tidaklah mudah. Dinding ego (si aku) yang menghalanginya harus dihancurkan terlebih dahulu.

Shirdi Baba juga membuat dhuni (tempat pembakaran kayu) di Masjid Dwarakamayi yang menghasilkan udhi (abu suci), yang bermakna untuk bisa memasuki Rumah Tuhan, seseorang harus membakar egonya hingga hancur seperti abu.

MUKJIZAT ILAHI

Kehidupan dan tingkah laku Sai Baba dari Shirdi cukup misterius, bahkan kadang-kadang orang terdekatnya tidak mengerti makna apa yang ia lakukan. Ia juga biasa melakukan mukjizat antara lain menyembuhkan wabah kolera dengan udhi-nya (abu suci), menyelamatkan para pengikutnya dari musibah, mengubah air menjadi minyak, ia mempunyai kemampuan memahami bahasa binatang, juga berbicara dalam berbagai bahasa.

Suatu ketika ada seorang anak bermain kelereng dengan Shirdi Baba kecil. Shirdi Baba kecil terus menang. Karena anak itu kehabisan kelereng, anak itu mengambil batu Saligram emas (yang bentuknya mirip kelereng) di altar rumahnya. Baba menang lagi da ia mengambilnya. Anak itu marah dan meminta agar Baba mengembalikannya. Tetapi Baba tidak mau karena ia sudah memenangkannya. Sadar batu saligram untuk acara ritual ibadah hilang, Ibu pemilik batu saligram itu menanyakan hal tersebut pada anaknya. Mendengar batu saligramnya diambil oleh Shirdi Baba kecil, Ibu tersebut mencari lalu menarik telinga Shirdi Baba kecil agar mengembalikan batu saligram tersebut. Tetapi Shirdi Baba kecil malah menelannya. Ibu itu kemudian memaksa Shirdi Baba kecil agar membuka mulut. Dengan lugunya ia membuka mulut. Ibu itu terkejut melihat alam semesta berada di mulut Shirdi Baba.

Orang terdekatnya yang bernama Mohan Shyam, suatu ketika ia mengintip kegiatan Shirdi Baba di malam hari. Ia melihat Shirdi Baba berbicara sendiri dengan berbagai bahasa. Saat Mohan Shyam bertanya kenapa Shirdi Baba melakukan hal itu. Ia menjawab bahwa; “Umat-Ku yang Aku urus bukan hanya engkau saja, Aku sedang menjawab doa-doa umat manusia di seluruh dunia.”

PERKEMBANGAN GERAKAN

Dalam perkembangannya, Sai Baba kemudian dianggap sebagai Pir oleh beberapa kelompok sufi. Meher Baba menyatakan Shirdi Baba sebagai Qutub-e-Irshad– yang tertinggi dari lima Qutub.

Baba juga dihormati oleh tokoh terkemuka dari Zoroastrianisme seperti Nanabhoy Palkhivala dan Homi Bhabha dan telah dianggap sebagai tokoh yang paling populer dari non-Zoroaster yang menarik perhatian umat Zoroaster.

Sai Baba dari Shirdi dianggap sebagai simbol pemersatu agama-agama dan umat manusia. Tempat suci dan organisasi untuk penghormatan Shirdi Baba kemudian didirikan tidak hanya di India bahkan meluas sampai Malaysia, Singapura, Australia dan Amerika Serikat.

Sumber:  Autobiography Acharya Cidananda “Unforgettable memories” dan  wikipedia.



Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262

ASMA SUNGE RAJE VERSI BAGDAD

KI NUR JATI

Salam takjim buat Eyang Samar para pini sepuh dan sadulur kabeh. Saya ijazahkan Asma Sunge Raje versi bagdad secara sempurna untuk anggota KOS:

BISMILLAHIR ROHMANIR ROHIM.

INNA QUWWATIH FATAHAL MULKA FATAHAL MULKI.

dibaca 1000x selama 7hari.Kasiatnya multifungsi sama seperti ASR bisa melumpuhkan 1000 orang kampung kalo sudah sempurna. Tawasul sama seperti asr. dan cara menggunakan juga sama seperti ASR.

 

Untuk penajam baca Asma 7x tahan napas tiap sholat Fardu atau tiap malam 100x sering jikir makin kuat energi. Untuk mengetahui menyatu atau tidak sebaik jikir dikamar gelap dan baca ayat kursyi 7x untuk menetralkan kamar supaya tidak retak karena energi yg panas sekali dan selama anda jikir anda melihat kilatan cahaya ditubuh anda sudah menyatu. Makin sering dizikir makin kuat energi asmanya. @@@




Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262