FENOMENA MAHAR DALAM KE ABSAHAN JUAL BELI ILMU

Pangeran Sukemilung

Ada fenomena yang menarik dalam proses turunnya suatu ilmu dari seorang Guru ke murid, yaitu adanya imbala n.Beberapa sebutan untuk kalimat keabsahan jual beli ilmu itu antara lain : Mahar, hadiah, uang ijab qobul dan / uang penyelaras keilmuan. Dalam tradisi pesantren (baca : Santri, red) tradisi ini pun sebetulnya jamak dijumpai. Hal ini sebetulnya menunjukkan rasa terima kasih si murid kepada sang Guru. Tetapi ‘ mahar ‘ disini bukanlah berbentuk rupiah. Diluar dari kewajiban membayar uang pondok (yang tidak seberapa !!), para santri menunjukkan pengabdian yang sangat tinggi kepada Kyai-nya.Pengalaman saya selama ‘ mengabdi ‘ di pesantren dahulu…proses turunnya ijazah ini kadang begitu unik.Di antara teman-teman di pondok, saya terkenal sebagai ‘tukang pijat kyai ‘ ! Maksud saya, karena kedekatan saya dengan guru, tidak jarang ijazah itu turun saat saya sedang ‘ mijitin kyai ‘. Bahkan sering saya memanfaatkan ‘ kedekatan ‘ saya dengan sang Guru untuk meminta beberapa ijazah khusus. Entah karena memang bagian saya atau karena Pak Kyai-nya memang lagi lapang hati…ijazah khususon tadi dengan gampangnya saya dapat.Nah…mungkin karena dapatnya ‘ resmi ‘ ditambah barokah doanya pak kyai, tidak jarang ijazah yang semestinya didawamkan…hanya saya pakai saat kepepet, malah membuahkan hasil.

Ada satu kebiasaan di pesantren yang cukup menarik…dibulan-bulan tertentu (biasanya bulan Rajab dan Muharam) biasanya kami mengadakan gemblengan Hikmah. Dimana hal ini merupakan suatu bentuk ‘ promosi ‘ dan mencari pemasukan buat pondok. Tentu saja santri yang datang untuk riyadhoh ditarik bayaran. Besar biaya gemblengan itu  biasanya Rp 300.000 – Rp 500.000, itu tergantung berapa lama mereka tinggal untuk riyadhoh. Paling sebentar biasanya 41 hari. Biaya itu untuk bekal mereka nginap dan makan selama dipondok.Setelah selesai riyadhoh, para santri tadi baru diperbolehkan untuk pulang.Pesantren mengambil keuntungan dari selisih biaya makan tadi. Contoh begini : Jika untuk riyadhoh selama 41 hari mereka di tarik bayaran sebanyak Rp.300.000, maka rinciannya adalah 1 santri biaya makannya Rp 5.000/hari x 41 hari = Rp.205.000. Jadi sisa biaya adalah : Rp 95.000.Biaya ini pun masih dipotong untuk penggantian cetak kitab antara Rp 15.000 – Rp 25.000 per kitab. Sisa itulah yang menjadi keuntungan untuk pondok.

Kembali ke bahasan kita….biasanya yang paling dipersoalkan ‘ pasien ‘ adalah tingginya Mahar untuk sebuah ijazah yang mereka inginkan.Apalagi ditambah dengan keadaan mereka yang lagi kepepet kondisi keuangan. Saya tidak akan menyertakan dalil dalam masalah ini (baca : soalnya semua pihak punya dalil). Cukup ‘ membaca ‘ situasi dari pembicaraan antara saya dan si pasien atau dengan sang spiritualis itu sendiri. Beberapa hal yang menjadi catatan saya adalah :

Kondisi penghidupan si spiritualis (baca : Paranormal, red)

Beberapa spiritualis yang saya temukan dalam survey adalah kebanyakan dari mereka murni berprofesi sebagai konsultan hikmah.Dengan jam praktek yang tetap dan menggunakan media sebagai sarana promosi. Untuk menutupi besar biaya tadilah maka hal ini dibebankan kepada pasien.Kita tidak bisa menyalahkan si paranormal ini.Karena jika mereka tidak mempromosikan keberadaan dan ilmunya, mustahil kita akan tahu dan mengerti dengan cara apa masalah kita bisa diselesaikan.Untuk jasa inilah mereka berhak untuk menetapkan tariff dalam prakteknya.

Alat-alat yang dipakai untuk ritual

Saat saya hunting ke toko yang menyediakan sarana untuk ritual, mata saya membelalak melihat harga yang ditawarkan.Untuk 1ml  minyak ja’faron asli saja berharga di kisaran ratusan ribu. Yang paling murah ( baca : yang ga bakal di sukai khodam, red ) hanya berharga Rp. 3.000 – 8.000 per mili liter nya.Belum lagi sarana yang lain, seperti apel jin, buhur dll yang saya ga hapal namanya…bisa berharga sampai jutaan rupiah.Salah satu kitab hikmah yang paling fenomenal adalah Kitab Al-Aufaq, Imam Ghozali. Kitab ini hamper 90% menggunakan media sebagai sarana ritualnya. Kitab ini belum pernah saya khatamkan. Karena besarnya Budget dalam sarana ritualnya.Dulu saya berolok-olok dengan sahabat saya…saya bilang begini “ Ji, yang bisa mengkhatamin ini kitab kayaknye Cuma santri-santri kaya + nekat. Selain mahal, sarana ritual juga sulit cari bahannye !”….sambil ketawa sahabat saya nyeletuk,” iye..soalnya walopun kita bisa bikin wafaq atawa jimat, ga bakalan ada khodam yang mau masuk. Kecuali khodam yang murah meriah.” Ha..ha..ha…walhasil gugurlah kami dalam gemblengan karena kurang modal.

Kondisi psikologis / latar belakang si spiritualis

Saya pernah complain sama paranormal kenalan saya waktu tahu dia meminta tariff yang sangat tinggi kepada pasiennya. Sambil menatap saya, dia bercerita kalo dulu pernah “ sakit hati “ kepada seseorang saat dia meminta ilmu itu dan dikenakan biaya yang sangat tinggi.Padahal dia, niat awalnya mau membantu keluarga yang terkena masalah. Karena itulah dikemudian hari dia menetapkan hal yang sama kepada pasien yang datang.

Dari ketiga kondisi tadi saya menemukan kesenjangan.Tapi bukan tidak bisa di ajak negosiasi.Selalu ada kemungkinan.Dengan pendekatan yang baik,sabar dan bijaksana menyikapi kondisi mereka…bukan tidak mungkin malah berbuah manis.Contohnya saya…terkadang main kerumah seorang paranormal yang saya ketahui pribadi dan amaliyahnya, Cuma bermodalkan rokok + gorengan saja saya bisa mendapatkan ijazah ‘dadakan.’

Yang jadi catatan saya selanjutnya adalah sikap orang dalam menilai Mahar tadi.Ada beberapa penilaian mereka dalam hal ini :

Kelompok pertama menilai :

Haram dan tidak ada barokahnya, karena dianggap jual beli ilmu Tuhan. Mereka menjadi sinis dan antipati. Tidak ada ruang dalih untuk paranormal bagi mereka.Bahkan tidak jarang semua disama ratakan. Pesantren yang notabene dianggap tempat paling sacral sekalipun akan dianggap sebelah mata jika diketahui meminta mahar.

Kelompok kedua menilai :

Tidak menjadi masalah, selama yang diajarkan memang betul dan problem mereka bisa dibereskan.kelompok ini jauh lebih flexible dalam menyikapi fenomena mahar tadi.Berapapun tariff yang dikenakan bagi mereka bukan menjadi beban.

Kelompok ke tiga menilai :

Yang ini jauh lebih simple.Mereka akan mencari spiritualis sesuai dengan “ kantong “. Kalau sesuai dengan kondisinya dan ilmu yang diinginkan memang ada, kelompok ini akan memburu ijazah tadi.

Setelah itu kita kembali akan dihadapkan kepada persoalan lain, yaitu bagaimana menilai ke absahan seorang spiritualis. Yang memang diakui benar ilmunya, mustajab dan bisa menuntaskan hajat.Karena semakin maraknya Paranormal Gadungan yang berkeliaran mencari mangsa. Bahkan tidak jarang ini merupakan sindikat. Beberapa tips berikut ini mungkin bisa menjadi acuan bagi kita dalam menghindarkan terjadinya penipuan.

1. Tanya terlebih dahulu kepada tetangga sekitar sebelum menemui si paranormal.Biasanya tetangga lebih paham keseharian si paranormal.Sebaiknya saat bertanya usahakan dalam keadaan yang tidak mencurigakan. Buatlah seolah-olah kita mencari bahan referensi untuk sebuah tulisan / berita.

2. Saat masuk ke tempat si paranormal biasanya ada beberapa orang yang menunggu.Jangan bercerita apapun saat anda di ajak bicara. Di takutkan mereka adalah ‘ orangnya ‘ si paranormal.Jika pun terpaksa harus bicara, usahakan untuk ‘ berbohong ‘ soal kasus yang sebenarnya.Hal ini untuk menghindarkan anda dari ‘ terawangan palsu‘ si oknum paranormal tadi.Kejadian seperti ini sudah banyak menimpa beberapa pasien.Seolah-olah bisa berlagak terawangan, padahal sudah di info sama ‘ pasien gadungan ‘ yang masuk mendahului kita.Pasien gadungan ini biasanya saat bicara akan melebih-lebihkan kehebatan paranormal itu.Otomatis kita akan masuk kedalam khayalan tentang betapa mustajabnya ilmu yang di punya paranormal tadi.

3. Setelah berhadapan dengan si paranormal, tetap jangan langsung menceritakan masalah kita. Usahakan dulu membuat cerita ‘ bohong ‘. Misalnya rumah anda baru saja di bobol maling.Kemudian tanyakan posisi maling dan cirri-ciri maling tersebut. Kita akan mengetahui ‘ kehebatan ‘ si paranormal dari jawabannya.JIka dia tahu kita berbohong, itu tandanya ilmu si paranormal memang benar.

4. Jangan lupa untuk selalu berdzikir didalam hati, hal ini untuk menghindarkan terjadinya pengaruh hipnotis atau gendam. Jika kita masuk dalam pengaruh ini, berarti kondisi bahaya akan kita temui.

5. Untuk menyikapi iklan paranormal yang bertebaran di Blog supranatural, kita pun dituntut bersikap kritis dan waspada.Pelajari trik-trik dan tipuan mereka dengan baik.Jangan terpengaruh dengan testimoni.Bisa saja itu pun palsu dan penuh muslihat.Tetaplah mencari informasi dari berbagai sumber.Sebaik apapun tekhnik yang digunakan, kita tetap bisa menemukan kejanggalan.

Pesan moral artikel ini adalah :

  1. Kembali kepada jalur yang baik yaitu Ilmunya para Ulama.Banyak hadist yang menginformasikan keutamaan bertemu dengan ulama.

  2. Belajar menggarap potensi diri dan tekun mengikuti majelis ta’lim.

  3. Mencari guru yang baik. Acuannya adalah sanad ilmu dan sumber ilmu.

  4. Tidak silau dengan iklan paranormal.

  5. Selalu berpikir logis dan tidak mengedepankan klenik.

Demikianlah sedikit informasi bagi para Hikmater.Belajar bijaksana dalam menyikapi perbedaan pandangan.Diri kita terbentuk dari pikiran dan pengalaman.Selamat belajar dan tetap semangat. Wassalam.




Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262

KH Tubagus Ahmad Bakri, Tokoh dan Guru Sufi Purwakarta (1)

KH Tubagus Ahmad Bakri, Tokoh dan Guru Sufi Purwakarta (1)

KH Tubagus (Tb) Ahmad Bakri, lebih dikenal dengan sebutan Mama Sempur. Mama merupakan istilah bahasa sunda yang berasal dari kata rama artinya Bapak. Di kalangan masyarakat Jawa Barat, kata Mama ini biasanya disematkan kepada Ajengan atau Kiai sehingga sebutannya menjadi Mama Ajengan atau Mama Kiai. Sementara Sempur adalah sebuah Desa yang ada di Kecamatan Plered, Purwakarta, Jawa Barat.<>

Mama Sempur lahir di Citeko, Plered, Purwakarta, Jawa Barat pada tahun 1259 H atau bertepatan dengan tahun 1839 M, ia merupakan putera pertama dari pasangan KH Tubagus Sayida dan Umi, selain KH Tubagus Ahmad Bakri dari pasangan ini juga lahir Tb Amir dan Ibu Habib.

Keturunan Rasulullah saw

Dari jalur ayahnya, silsilah KH. Tubagus Ahmad Bakri sampai kepada Rasulullah saw sebagaimana dapat dilihat dalam karyanya yang berjudul Tanbihul Muftarin (h. 22), sebagaimana berikut KH. Tb. Ahmad Bakri bin KH. Tb. Saida bin KH. Tb. Hasan Arsyad Pandeglang bin Maulana Muhammad Mukhtar Pandeglang bin Sultan Ageng Tirtayasa (Abul Fath Abdul Fattah) bin Sultan Abul Ma’ali Ahmad Kenari bin Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Qodir Kenari bin Maulana Muhammad Ing Sabda Kingking bin Sultan Maulana Yusufbin Sultan Maulana Hasanudin bin Sultan Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) bin Sultan Syarif Abdullah bin Sultan Maulana Ali Nurul Alam bin Maulana Jamaluddin al-Akbar bin Maulana Ahmad Syah Jalal bin Maulana Abdullah Khon Syah bin Sultan Abdul Malik bin ‘Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath bin  Ali Kholi’ Qosam bin ‘Alwi bin Muhammad bin ‘Alwi bin Sayyidina Ubaidillah bin Imam al-Muhajir ila Allah Ahmad bin ‘Isa an-Naqib bin Muhammad an-Naqib bin ‘Ali al-‘Aridl bin Imam Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Sayyidina wa Maulana Husain bin Saidatina Fatimah az-Zahra binti Rosulillah SAW.

Ayah KH Tubagus Sayida yang juga kakeknya KH Tubagus Ahmad Bakri adalah KH. Tubagus Arsyad, ia seorang Qadi Kerajaan  Banten, namun KH Tubagus Sayida nampaknya tidak berminat untuk menjadi Qadi Kerajaan Banten menggantikan posisi ayahnya dan dengan berbagai pertimbangan akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan Banten.

Perjalanan KH. Tubagus Arsyad dari Banten membawanya sampai di daerah Citeko, Plered, Purwakarta, di tempat inilah Tubagus Sayida bertemu dan menikah dengan Umi, dan di daerah ini pula seorang bayi yang diberi nama Ahmad Bakri dilahirkan, Ahmad Bakri muda mendapatkan pendidikan agama dari keluarga, untuk menambah wawasan dan ilmu keislaman, ia belajar di berbagai Pondok Pesantren yang ada di Jawa dan Madura, sebelum berangkat, KH. Tb. Sayida berpesan kepada Ahmad Bakri agar jangan berangkat ke Banten apalagi menelusuri silsilahnya, ia baru diperbolehkan melakukan hal tersebut ketika masa studinya di pesantren selesai.

Tidak puas belajar di Jawa dan Madura membuat KH. Tubagus Ahmad Bakri bertekad berangkat ke pusat studi Islam, yaitu Mekkah, disana ia belajar kepada ulama-ulama nusantara, setelah dianggap cukup dan berniat menyebarkan agama Islam ia kemudian pulang ke Purwakarta dan pada tahun 1911 M, ia memutuskan untuk mendirikan pesantren di daerah Sempur dengan nama Pesantren As-Salafiyyah.

Beberapa santri KH Tubagus Ahmad Bakri yang menjadi ulama terkemuka diantaranya KH. Abuya Dimyati Banten, KH Raden Ma’mun Nawawi Bekasi, KH Raden Muhammad Syafi’i atau dikenal dengan Mama Cijerah Bandung, KH Ahmad Syuja’i atau Mama Cijengkol, KH Izzuddin atau Mama Cipulus Purwakarta.

Di pesantren ini pula KH. Tubagus Ahmad Bakri banyak menuangkan pemikirannya dalam berbagai kitab yang ia tulis, dan selama hidupnya KH Tubagus Ahmad Bakri diabdikan hanya untuk mengaji atau thalab ilm, dan thalab ilmu inilah yang menjadi jalannya untuk mendekatkan diri kepada Allah (tarekat), maka tarekat yang ia pegang adalah Tarekat Ngaji, sebagaimana ia ungkapkan dalam karyanya yang berjudul Futuhatut Taubah Fi Shidqi Tawajuhit Tarekat pada (h. 47-49) sebagaimana berikut:

Ari anu pang afdol2na tarekat dina zaman ayeuna, jeung ari leuwih deukeut2na tarekat dina wushul ka Allah Ta`ala eta nyatea tholab ilmi, sarta bener jeung ikhlash.

(Tarekat yang paling afdol zaman sekarang dan tarekat yang paling dekat dengan `wushul` kepada Allah adalah thalab ilmi serta benar dan ikhlash) 

Pernyataan KH Tubagus Ahmad Bakri ini dikutip dari jawaban seorang Mufti Syafi`i yaitu Syaikh Muhammad Sayyid Babashil yang mendapat pertanyaan seputar tarekat dari Syaikh Ahmad Khatib. Dialog kedua ulama tersebut dikutip oleh Mama Sempur dalam dalam Kitab Idzharu Zughlil Kadzibin halaman 61.

Menurut salah seorang cucu KH. Tubagus Ahmad Bakri, yaitu KH. Tubagus Zein, KH. Tubagus Ahmad Bakri pernah mengecam terhadap penganut tarekat, karena sebagian dari mereka ada yang meninggalkan syariat dan menurut KH. Tubagus Zain, kecaman ini lebih kepada melindungi masyarakat agar tetap bisa menyeimbangkan antara syariat dan hakikat.

Namun demikian, dalam kitab Futuhatut Taubah Fi Shidqi Tawajuhit Tarekat (h. 32) seraya mengutip pernyataannya Syaikh Muhammad Amin Asyafi`i Annaqsyabandi, KH. Tubagus Ahmad Bakri menyatakan bahwa hukum masuk dalam salah satu tarekat mu`tabarah bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan yang sudah mukallaf adalah fardlu`ain. Sehingga menurut salah satu riwayat KH Tubagus Ahmad Bakri pun tetap menganut tarekat mu`tabarah. Adapun tarekat yang dianutnya adalah Tarekat Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah (TQN).

Sementara mengenai Tarekat Ngaji ini, bisa dilihat dari aktifitas dan kesibukan KH. Tubagus Ahmad Bakri sehari-hari, sebagaimana disampaikan oleh salah seorang muridnya, KH Mu`tamad. Menurut Pengasuh Pesantren Annur Subang ini, setiap pukul empat pagi, KH. Tubagus Ahmad Bakri sudah bersila dan berdzikir di dalam masjid, kemudian dilanjutkan dengan mendirikan shalat subuh berjamaah, selepas wiridan dan shalat berjamaah selesai, ia tetap bersila sampai waktu dluha tiba, kemudian melaksanakan shalat dluha dan dilanjutkan kembali dengan mengajar ngaji santri sampai pukul 11.00 WIB.

Usai mengajar ngaji santri, jadwal pengajian selanjutnya adalah mengajar ngaji kiai-kiai sekitar kampung dan dilanjutkan dengan shalat Dhuhur berjamaah. Kemudian ia pulang ke rumah dan istirahat. Namun ia tak pernah bisa istirahat sepenuhnya, karena sudah ditunggu para tamu, sampai waktu ashar.

Selepas shalat Ashar, KH. Tubagus Ahmad Bakri kembali mengaji bersama para santri hingga menjelang maghrib. Selepas maghrib, istirahat sejenak dan shalat Isya, setelah shalat isya, ia kembali mengajar sampai pukul 23.00 WIB. Bahkan menurut satu riwayat, kebiasaan KH. Tubagus Ahmad Bakri yang pernah diketahui oleh santrinya adalah ia tidak pernah batal wudhu sejak isya sampai subuh dan tidak pernah terlihat makan.

Beguru Kepada Ulama Nusantara dan Mekkah

Keluarga KH. Tubagus Ahmad Bakri adalah keluarga yang taat beragama, ayahnya pun merupakan salah satu ulama kharismatik, sehingga pendidikan agama KH. Tubagus Ahmad Bakri di usia dini diperoleh melalui ayahnya. Adapun Ilmu-ilmu yang dipelajari oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri meliputi Ilmu tauhid, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Hadits dan Tafsir.

Menurut salah seorang cucunya, setelah ilmu dasar agama dianggap cukup, Mama Sempur memutuskan untuk menimba ilmu ke pesantren yang ada di Jawa dan Madura, beberapa ulama yang pernah ia timba ilmunya adalah Sayyid Utsman bin Aqil bin Yahya Betawi, Syaikh Soleh Darat bin Umar Semarang, Syaikh Ma’sum bin Ali, Syaikh Soleh Benda Cirebon, Syaikh Syaubari, Syaikh Ma’sum bin Salim Semarang, Raden Haji Muhammad Roji Ghoyam Tasikmalaya, Raden Muhammad Mukhtar Bogor, Syaikh Maulana Kholil Bangkalan Madura bahkan di Syaikh Maulana Kholil inilah beliau mulai futuh (terbuka pemikirannya) terhadap ilmu pengetahuan agama Islam.

Pengembaraan di dunia intelektual tidak membuat Mama Sempur merasa puas. Untuk itu akhirnya ia memutuskan untuk berangkat menuntut ilmu ke Mekkah. Dalam kitab Idlah al-Karatoniyyah Fi Ma Yata’allaqu Bidlalati al-Wahhabiyyah (h. 27), Mama Sempur menyebutkan guru-gurunya sebagaimana berikut: Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Mahfudz Termas, Syaikh Said Babshil, Syaikh Umar bin Muhammad Bajunaid, Sayyid Abdul Karim ad-Dighistani, Syaikh Soleh al-Kaman Mufti Hanafi, Syaikh Ali Kamal al-Hanafi, Syaikh Jamal al-Maliki, Syaikh Ali Husain al-Maliki, Sayyid Hamid Qadli Jiddah, Tuan Syaikh Ahmad Khatib, Syaikh Said al-Yamani, Syaikh Mukhtar bin Athorid dan Syaikh Muhammad Marzuk al-Bantani.




Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262