DALIL TENTANG ADANYA AL-KASYF

Disarikan dari Kitab Ihya al-Ghazali
KI SENGGOL MODOT

Ada dua dalil (bukti atau argumentasi) yang kuat mengenai adanya kasyf – yang tidak mungkin terbantahkan, yaitu;

1. Keajaiban mimpi yang benar.
Sesungguhnya, lewat mimpi sesuatu yang ghaib bisa diketahui atau tersingkap. Jika itu terjadi dalam keadaan tidur, maka tidak menutup kemungkinan terjadi pula dalam keadaan jaga, karena sebenarnya yang membedakan antara tidur dan jaga hanyalah panca inderanya saja. Dalam kedaan tidur, panca indera tidak berfungsi, namun tidak sedikit orang yang sedang jaga, tetapi ia tidak mendengar dan melihat karena ia sibuk dengan dirinya sendiri.

2. Informasi yang diberikan Rasulullah Saw mengenai persoalan-persoalan ghaib dan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi sebagaimana diisyaratkan oleh al-Qur’an.

Jika itu bisa dilakukan oleh seorang nabi, maka tidak menutup kemungkinan orang lain juga bisa mengalaminya. Karena nabi merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut seseorang yang telah dibukakan kepadanya hakikat segala sesuatu (mukasyafah) dan dia bertugas untuk memperbaiki akhlaq manusia. Oleh karena itu, sangat mungkin adanya seseorang yang juga dibukakan kepadanya (mukasyafah) tetapi dia tidak bertugas untuk memperbaiki manusia. Yang terakhir ini tidak disebut dengan istilah nabi tetapi “wali”.

Barang siapa yang beriman kepada para nabi dan meyakini kebenaran mimpi, maka dia harus mengakui pula bahwa hati memiliki dua pintu, satu pintu menghadap ke luar, yakni mengarah ke panca indera, dan satu pintu, yang berada pada hati yang paling dalam, menghadap ke malakut. Inilah pintu ilham dan wahyu. Jika ia telah mengakui adanya dua pintu hati ini, maka ia pun harus mengakui pula bahwa ilmu tidak hanya diperoleh melalui belajar atau sebab-sebab yang “wajar” lainya. Sangat mungkin “mujahadah” juga bisa menjadi jalan diperolehnya pengatahuan. Uraian di atas mengingatkan pada apa yang telah kami bicarakan sebelumnya, yakni tentang keajaiban hati yang mampu berpindah-pindah antara menyaksikan alam nyata (‘alam al-musyahadah) dan menembus alam ghaib atau malakut (‘alam al-malakut).

Tersingkapnya sesuatu di dalam mimpi dalam bentuk “perlambang atau simbol” yang perlu diuraikan maknanya, begitu juga penampakan malaikat kepada para nabi dan wali dalam bentuk yang berbeda-beda adalah contoh-contoh dari rahasia keajaiban hati. Semua itu tidak akan bisa dicerna atau difahami kecuali dengan ilmu mukasyafah yang bisa didapatkan melalui “mujahadah” dan berusaha untuk mendapatkan kasyf dalam mujahadanya itu.

Salah seorang yang pernah mengalami kasyf berkata: “Ada malaikat yang menampakkan diri di hadapanku. Dia meminta kepadaku agar aku mendiktekan kepadanya sebagian dari dzikir khafi (dzikir rahasia)-ku dan musyahadah-ku. Malaikat tadi berkata: “Kami tidak bisa mencatat amal perbuatanmu, sedangkan kami ingin melaporkan amal perbuatanmu yang dengannya engkau mendekatkan diri kepada Allah Swt”. Aku pun bertanya kepadanya: “Bukankah kalian telah mencatat shalat wajibku?” Malaikat menjawab: “Ya.” Aku berkata: “Kalau begitu, itu saja sudah cukup bagi kalian.”

Kisah di atas menunjukkan, bahwa malaikat al-kiram al-katibin (malaikat yang bertugas mencatat amal perbuatan manusia) tidak mampu melihat rahasia-rahasia hati. Mereka hanya mampu melihat amal perbuatan yang nampak kelihatan saja.



Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262

Sejarah Patrap

Ditulis Oleh Abu Sangkan
Saya tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang kajian tasawuf, setelah saya kehilangan guru saya, Mamak Abdullah bin Nuh dipanggil ke rahmatullah. sulit sekali saya mencari gantinya, untuk bisa mengenalkan kajian kitab-kitab yang pernah beliau ajarkan setiap ba’da subuh, antara lain kitab Ihya’ Ulumuddin karangan Imam al Ghazali dan kitab Al Hikam karangan Syeikh Ibnu ‘Athoillah Al Iskandary. Kedua kitab ini menjadi bacaan favorit si setiap pesantren di Indonesia, karena merupakan kitab tasawuf yang bisa dipertanggungjawabkan dan sebagai rujukan para ulama sufi.

Pertemuan saya dengan bapak Haji Slamet Oetomo, bermula dari berita seorang teman yang menceritakan bahwa ada seorang yang kasyaf dan mengerti ilmu hakikat makrifat.

Dengan berbekal ilmu dari pesantren, saya berniat ingin berjumpa dan memperdalam ilmu hakikat makrifat secara konkret, bukan teori. Akan tetapi alangkah terkejutnya hati saya, melihat penampilan beliau yang amat sederhana, tidak seperti yang saya bayangkan, berjengot, berjubah dan bersorban.

Sekilas, kita akan meremehkan beliau dari sisi ini, apalagi beliau seorang karyawan sebuah perusahaan, yang jarang terjadi pada seorang ahli dibidang ilmu makrifat melakukan hal ini. Beliau tetap seorang manusia biasa yang bekerja dengan tangannya sendiri. Beliau adalah seorang keturunan ulama besar di Banyuwangi, Mbah Mas Muhammad Shaleh.

Tradisi pengajaran ilmu hakikat makrifat di wi;ayah Banyuwangi selalu mengaitkan silsilah ajarannya kepada Mbah Muhammad Shaleh. Beliau adalah imam masjid pertama pada masa Tumenggung Pringgo Kusumo yang sekarang menjadi mesjid Jami’ di kota Banyuwangi, dan wafat pada tahun 1918.

Bapak Haji Haji Slamet Oetomo, di masa remajanya memegang nasihat buyutnya yang diberikan secara turun-temurun, yaitu : “Kalaulah kamu tidak mau bershalawat kepada Rasulullah, cintailah Rasulullah, Pelajarilah semua ilmu asal jangan mempersulit matimu, yaitu ilmu hakikat makrifat”.

Barangkali berangkat dari sinilah kemudian beliau mencari guru-guru ilmu baik ilmu kanuragan maupun mengenai ketuhanan. Semua aliran sudah dimasukinya, bahkan sampai di tanah Banten. Akan tetapi ia tidak meninggalkan nasihat buyutnya tersebut, yaitu memperteguh bertauhid kepada Allah. Alangkah kecewanya ia pada masa pencariannya, ketika melihat kenyataan bahwa ilmu kanuragan kedigdayaan masih bisa dikalahkan dengan aliran ilmu yang lainnya, jagoan ini dikalahkan dengan jagoan itu, kesaktian-kesaktian itu tidak memberikan manfaat apa-apa terhadap kehidupannya, bahkan beliau sering diberi ilmu oleh beberapa pendekar terkenal, namun anehnya mengapa ilmu-ilmu itu tidak bisa masuk ke dalam tubuhnya. Maka beliau kembali berpikir, ternyata tidak ada seorangpun yang melebihi kesaktian Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya Allah yang Maha Kuat, yang Maha Hebat dan senantiasa memberikan manfaat kepada kehidupan manusia.

Setelah ia menelusuri segala macam aliran dan ilmu, maka nasihat buyutnyalah yang menjadi pemicu semangatnya untuk menemui ilmu hakikat makrifat.

Selama 33 tahun beliau menjalani tafakur, dengan menekuni ketauhidan dan berzikir secara terus menerus baik sambil berdiri, duduk maupun berbaring. Kemudian secara perlahan-lahan banyak yang tertarik untuk nyantri kepada beliau dan terus bertambah hari demi hari sehingga saat ini santrinya banyak tersebar di seantero nusantara maupun di luar negeri.

Beliau banyak membuka cakrawala imu hakikat dengan mudah dan sederhana. Tanpa harus menggunakan bahasa yang sulit. Karena lebih banyak praktek ketimbang bicara. Itulah prinsip dari beliau yang saya tangkap. Dan sebagai santri saya ditugaskan untuk menceritakan kembali hasil kajian ilmu keislaman beliau, dalam bentuk tulisan.

Beliaulah yang pertama kali membuka cakrawala pikiran saya mengenai hakikat makrifat yang sesungguhnya. Walaupun saya sudah membaca banyak kitab di pesantren, tetapi secara konkret saya belum pernah menjalankan kerohanian yang sebenarnya.

Barangkali pengajaran kepada saya di pesantren yang boleh dikatakan sebagai ulama tasawuf dari seorang ulama besar, Mama’ Abdullah bin Nuh di Bogor (penerjemah kitab Minhajul ‘Abidin, Oh Anak, karya Imam Al Ghazali, penyusun kamus bahasa Inggris-Arab-Indonesia). Dalam kuliahnya beliau mengajarkan, bagaimana Al Ghazali menguraikan dasar-dasar makrifatullah dan tanjakan-tanjakan yang harus ditempuh bagi orang yang ingin menjalankan kesufian, salah satunya dengan beruzlah.

Haji Slamet tidak mau disebut Guru. Seringkali dalam setiap pertemuan beliau mengatakan : Saya bukan guru kalian, saya adalah teman seperjalanan menuju Allah, teman diskusi, teman berbagi pengalaman dan …”Watawa shaubil haqqi watawa shaubish shabr.” … saling nasihat-menasihati dalam kebenaran dan kesabaran”. (QS. Al ‘Ashr, 103 ayat : 3). Ayat inilah kiranya yang lebih tepat dalam mendudukkan maqam bapak Haji Slamet Oetomo, tidak lebih!!! Meskipun demikian, saya tidak akan pernah menghilangkan himmah saya kepada beliau, saya tetap menjalankan tradisi pesantren sebagai seorang santri.

Hak beliau untuk tidak mau dianggap sebagai guru, tetapi kewajiban saya untuk menghargai dan tawadhu’ serta menggurukan beliau, tanpa harus mengkultuskan beliau sebagai imam atau guru mursyid, beliau sendiri melarang penghormatan yang berlebih-lebihan karena dapat berakibat syirik.

Hal inipun pernah ditakutkan oleh Rasulullah, tatkala orang-orang mulai memujanya terlalu berlebihan. Rasulullah mengatakan : “Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu … ” (QS. Al Kahfi, 18 : 110). Juga Rasulullah mengkhawatirkan umatnya bersikap seperti orang-orang Nasrani yang memuja rahib-rahib dan para Nabi sebelumnya. Sebagaimana firman Allah di bawah ini :

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan juga mereka mempertuhankan Al Masih putra Maryam, padahal mereka hanyalah disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah, 9 : 31)

Yang menjadikan saya tertarik lebih dalam atas wejangan (nasihat) bapak Haji Slamet Oetomo adalah, “Kita jangan mengubah syariat Islam, akan tetapi justru kita harus mengkhusuki syariat yang sudah ada. Jangan membuat syariat baru, karena shalat dan zikir yang sudah dinash-kan oleh Allah itulah yang kita ikuti”. Sebagaimana firman ALlah dalam surat Al Kahfi, 18 : 110:

“…Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya”.

Dari nasihat ini saya teringat pelajaran Al Hikam, salah satu kitab yang sangat mantap ajaran tauhidnya. Didalamnya tertulis pendapat Al Junaed mengenai ajaran tasawuf yang benar, yaitu :

* Mengenal Allah, sehingga antaramu dengan Allah tidak ada perantara (hubungan dengan Allah tanpa perantara).
* Melakukan semua akhlak yang baik menurut sunnaturrasul dan meninggalkan semua akhlak rendah.
* Melepaskan hawa nafsu menurut kehendak Allah.
* Merasa tiada memiliki apapun, juga tidak dimiliki oleh siapapun kecuali Allah.

Adapun caranya : Yaitu mengenal Asma Allah (menyebut nama Allah) dengan penuh keyakinan, sehingga menyadari sifat-sifat dan af’al Allah di alam semesta ini.

Adapun gurunya : Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang telah mengajarkan dari tuntunan wahyu danmelaksanakannya lahir batin sehingga diikuti oleh para sahabt-sahabtanya.

Adapun manfaatnya : Mendidik hati sehingga mengenal zat Allah, sehingga berbuah kelapangan dada, bersih hati dan berbudi pekerti yang luhur dalam menghadapi semua makhluk.

Wassalam,
Abu Sangkan




Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262