KULIAH UNTUK CALON PARANORMAL (2). MEMBUKA JALUR KEGAIBAN ILAHI

Jangan berharap akan mendapatkan keajaiban bila ego kita masih dominan. Pemaksaan diri dan konsentasi malah membuat jalur komunikasi kita dengan kegaiban tertutup rapat. Kondisi jiwa harus rileks dan santai saat mengamalkan ilmu gaib.

Untuk menjadi seorang paranormal, kita jelas perlu memiliki satu, beberapa atau banyak kelebihan atau kemampuan supranatural. Memang ada yang berpendapat, kita hanya perlu memiliki satu kemampuan saja namun benar-benar ahli dan mumpuni. Namun ada pula yang berpendapat, kita perlu memiliki banyak kemampuan sehingga apapun problem bisa kita pecahkan. Faktanya, sangat sedikit paranormal yang hanya memiliki satu amalan/ajian saja. Kebiasaan kaum paranormal adalah menjalani laku tirakat sehingga mereka memiliki banyak amalan/ajian yang membuat mereka dianggap sakti oleh masyarakat.

Maka, langkah pertama untuk menjadi paranormal adalah memiliki kemampuan supranatural/gaib yaitu dengan cara menguasai ajian. Ini sepertinya syarat yang mutlak dimiliki oleh paranormal. Memang lebih enak bila kita memiliki guru yang bisa mengajari kita secara langsung. Guru tersebut bisa orang lain yang tidak ada hubungan keluarga dengan kita, namun banyak pula guru tersebut adalah kakek, nenek, paman, atau kerabat kita sendiri. Guru yang masih keturunan dengan kita tersebut memang biasanya lebih serius menurunkan ilmu kepada kita karena mereka biasanya lebih ikhlas daripada guru yang tidak ada hubungan keluarga dengan kita.

Bagaimana kita bisa mendapatkan guru yang mengajari kita ilmu-ilmu gaib? Sekarang ini, apalagi di kota-kota besar sudah sangat jarang orang yang dengan sukarela mengajari ilmu-ilmu gaib peninggalan para leluhur. Kalaupun ada, kayaknya kita harus membayar mahar sekian rupiah untuk belajar. Proses belajar mengajarpun lebih banyak “pamrih”nya daripada “sepi ing pamrih”. Sehingga kewaskitaan seorang guru sudah sedemikian pudar dan terkena erosi materialisme dan keikhlasan menularkan kawruh ilmu-ilmu juga perlu dipertanyakan.

Dulu, saya punya pengalaman bertemu banyak guru yang siap mengajari saya ilmu-ilmu gaib. Namun akhirnya, saya memutuskan untuk tidak sungguh-sungguh belajar dan mengamalkan ajaran mereka karena saya menyadari bahwa jalan hidup dan jalan spiritual saya berbeda dari para guru tersebut. Jadi akhirnya saya memutuskan untuk belajar otodidak karena bagi saya lebih memuaskan. Terus terang, hingga sekarang…. usia saya saat ini hampir 40 tahun, tidak pernah sekalipun berniat total untuk belajar serius ilmu-ilmu gaib dari seorang guru. Namun, saya gemar menuntut ilmu apapun termasuk belajar ilmu kebatinan dan olah rasa.

Namun, jangan dikira belajar otodidak itu tidak punya guru. Orang belajar sendiri itu tetap punya guru. Gurunya adalah pengalaman dan ujiannya adalah fakta-fakta yang ada di depan mata. Minat saya belajar ilmu-ilmu gaib bermula saat saya memasuki usia sekolah.

Suatu ketika saat memasuki bangku SMA sekitar tahun 1987, saya ditinggal orang tua merantau ke pulau seberang. Saat itu ayah hanya berpesan: “Nak, jaga rumah ya dan rajin belajar. Masa depan ada di tanganmu sendiri…” Tercatat tiga tahun atau 1000 hari lebih saya “bertapa” di rumah yang ada di blok U nomor 24 tersebut.

Saya pun tinggal sendiri di sebuah rumah kontrakan yang sepi dan sunyi di sebuah perumahan yang masih lengang. Jadi karena keadaan atau orang jawa menyebut “kahanan” yang penuh deritalah yang membuat hidup saya menjadi orang yang awalnya dipaksa menyukai dunia dalam, inner world, dunia kebatinan, dunia rahsa, dunia aku sejati.

Di rumah yang terletak di ujung perumahan tersebut, yang saya lakukan adalah menjalani aktivitas rutin sebagaimana anak sekolah biasa. Belajar, makan-minum, tidur dan lain-lain. Satu televisi dan satu radio yang sudah butut tidak pernah saya nyalakan karena rasa-rasanya hati ini tidak terhibur oleh tayangan-tayangan informasi-informasi yang disediakan. Mulailah saya mencari-cari jawaban untuk apa sebenarnya manusia itu hidup, siapa yang menciptakan manusia, kenapa Sang Pencipta menciptakan saya, dan seterusnya… Pertanyaan-pertanyaan itu begitu mengganggu saya saat itu, sehingga saya pun mencari-cari jawaban tanpa guru.

Hampir setiap malam, saya berjalan kaki sekitar 500 meter ke gapura depan perumahan untuk sekedar menghibur diri, duduk di sebuah taman rumput tanpa agenda apa-apa. Suatu ketika, pada suatu malam minggu, saya berjalan ke tengah pertokoan dan langkah kaki berhenti di sebuah toko buku dan melongok-longok buku-buku agama. Tertariklah saya pada buku kecil yang judulnya TASWAUF karangan Dr Mir Valiudin. Sejak membeli buku itulah, saya semakin intensif mendalami dan mengamalkan tasawuf sebagai bagian spiritualitas sehari-hari termasuk juga hizib, wirid, doa dan sebagainya.

Bila orang yang mendalami tasawuf kebanyakan dengan membaca atau berguru ke guru tarekat, namun saya malah hanya sedikit tentang teorinya namun sungguh-sungguh menjalani dengan keyakinan penuh satu dimensi rasa/kebatinan yang sebenarnya medupakan sendi agama tersebut. Berbagai wirid dan hizib saya amalkan hingga mendarah daging hingga saat ini.

Bila dalam teori disebutkan bahwa untuk menjalani amalan tertentu memerlukan laku tirakat seperti puasa mutih, puasa ngalong, puasa ngrowot, puasa ngebleng maka saya malah sama sekali tidak melakukan tirakat yang seperti itu. Kenapa? Sebab saya menyadari inti dari berbagai macam laku tirakat itu pada hakekatnya adalah mengendalikan ego atau nafsu-nafsu yang ada pada diri manusia. Manusia harus siap menderita, siap lapar, siap lemas, siap miskin, siap tidak menggerutu, siap tidak mengomel, dan siap hidup dan siap pula mati, lahir maupun batin. Pasrah, sumarah, sumeleh pada Iradat/Kehendak Tuhan Maha Pencipta. Itu saja. Sementara tanpa niat puasa pun saya sudah puasa betulan karena memang tidak ada yang bisa dimakan selain daun-daunan ketela di belakang rumah dan air satu dua teguk dari sumur.

Kata orang tua, sejak kecil saya dikatakan telah memiliki bakat supranatural. Misalnya, pada suatu hari orang tua saya mengeluh tidak punya uang untuk makan. Apalagi orang tua punya hutang ke tetangga kanan kiri. Hati saya sedih bukan kepalang merasakan penderitaan tersebut. Dalam hati saya memohon agar Tuhan berkenan menolong keluarga. Eh, saat pulang dari sekolah di jok belakang kendaraan umum saya temukan sebuah kalung yang mirip kalung mainan. Karena tidak ada satupun penumpang selain saya, seketika itu kalung tersebut saya masukkan ke tas dan kalung saya berikan ke orang tua. Betapa kagetnya, orang tua ternyata kalung yang disangka mainan tersebut setelah dibawa ke toko emas ternyata benar-benar kalung emas dengan berat sekitar 22 gram.

Contoh kejadian lain adalah saat rumah kami tiba-tiba dijadikan markas setan. Meskipun masih usia SD, saya berhasil mengusir setan-setan dari rumah dengan cara melakukan wirid surat-surat yang ada dalam kitab suci.

Ya, belajar dari berbagai pengalaman gaib tersebut melakukan tes uji amalan ilmu gaib memang menjadi wajib hukumnya. Tidak masuk akal kita menjalani amalan tapi takut melakukan pengujian. Misalnya, bila Anda mengamalkan ajian ilmu kebal, maka ajian itu harus Anda buktikan dan jangan hanya berangan-angan sudah kebal. Ibarat tentara yang sudah menguasai ilmu menembak, namun tidak pernah memegang senjata dan menarik pelatuk maka kita belum bisa dikatakan memiliki ilmu menembak. Sebab teori sangat berbeda dengan praktek. Membaca buku teknik naik sepeda tidak sama dengan praktek naik sepeda, bukan?

Yang perlu diperhatikan bagi mereka yang ingin menguasai ilmu gaib dan kemudian mengamalkan salah satu ajian. Perlu kita mengetahui apa yang masuk ke tubuh kita? Apakah itu jin? Apakah itu setan? Apakah itu malaikat? Perlu kiranya dijelaskan hal ini agar tidak salah sangka dan keblasuk ke pemahaman yang aneh-aneh.

Yang masuk ke tubuh kita saat mengamalkan ajian sebenanya adalah energi ilmu yang telah kita amalkan tadi. Orang menyebutnya khodam. Jadi tidak benar orang belajar ilmu gaib lalu dalam tubuhnya dimasuki jin, setan, malaikat dan sebagainya. Itu pemahaman yang salah dan menyesatkan. Sepanjang pengamalan saya, saya tidak pernah merasa diintervensi makhluk asing agar masuk ke tubuh saya dan menguasai kesadaran saya kalau saya memang tidak membuka jalur atau membuka pintu gerbang agar kesadaran diri saya dimasuki makhluk gaibYang benar adalah saat kita melakukan tirakat, puasa yang diniatkan untuk menguasai ajian tertentu maka yang terjadi adalah energi batin kita sendirilah yang mengumpul karena amalan kita tadi.

Energi batin kita akan memunculkan kekuatan karena kita menduplikasi energi gaib yang tersimpan di gudang data alam semesta. Jadi misalnya, Anda mengamalkan ajian KULHU SUNGSANG maka itu karena energi batin kita mengcopy kekuatan yang tersimpan di alam semesta yang telah terformulasikan sedemikian rupa dalam bentuk ajian tersebut. Saya lupa, amalan apa pertama kali saya kuasai. Saya sudah tidak ingat lagi karena itu terjadi sekian puluh tahun yang lalu. Yang saya ingat, saat itu saya mengamalkan wirid rutin milik tarekat Naqsabandriyah hingga hapal di luar kepala. Saya selalu melantunkan dalam hati wirid tersebut mulai bangun tidur sampai saat berada di dalam keadaan tertidur dan bermimpi saya juga masih dalam kondisi wirid.

Hijab atau tirai penghalang ruhani akan terbuka secara otomatis bila kita melakukan wirid rutin. Tersingkapnya hijab ini tanpa disangka-sangka dan bagi orang yang mengalaminya, sepertinya hal tersebut wajar-wajar saja. Bagi orang yang menjalani wirid, maka hal yang gaib itu tidak terasa sebagai hal yang gaib dan sepertinya sebuah gejala normal. Sementara bagi orang yang tidak berada pada gelombang ruhani yang sama akan mengatakan ganjil dan gaib. Ini terjadi saat saya hampir setiap malam sunyi melihat bola-bola api beterbangan di angkasa. Bola-bola api itu tidak terlihat oleh mata teman-teman saya. Sementara saya melihat dengan jelas dan tidak merasa melihat hal yang gaib. Bola-bola api itu ternyata adalah bola api yang dilontarkan oleh para dukun santet. Maklum, pada tahun 1980-1990 an, santet sangat marak di Jawa Timur. Termasuk di Sidoarjo, kota tempat saya tinggal, hampir setiap hari ada saja orang terkena santet.

Pada suatu ketika, sebuah bola api berwarna merah menghantam sebuah bangunan yang jaraknya sekitar satu kilometer dari rumah saya. Saya pun berlari mengejar bola api itu, yang ternyata sasarannya adalah sebuah gedung pengadilan di Jalan Jaksa Agung R Suprapto. Saat sudah berada di depan pengadilan, dan dalam keadaan nafas yang ngos-ngosan.. saya melihat sesosok bayangan gelap tinggi besar sedang duduk di atas bangunan yang ternyata sosok itu adalah gendruwo yang memegang bola api santet. Saat saya datang, gendruwo itu juga memandang saya dan tiba-tiba dia melontarkan bola apinya ke arah saya.

Refleks, saya melantunkan wirid pendek dalam hati dan bola api itu pun melesat kembali ke arah gendruwo si pelempar. Dia pun terjatuh dari atas gedung dan bergelimpangan di tanah terkena bola apinya sendiri. Tubuhnya gosong. Ia mengerang kesakitan hingga akhirnya mati mengenaskan. Astaghfirullah….

Sebelum saya menutup artikel ini, saya berpesan pada diri saya sendiri dan juga kepada para sedulur/saudaraku semua yang sempat membaca blog ini: Kuasai dan kendalikanlah ego yang penuh nafsu itu. Jangan biarkan ego mendominasi diri kita dan menuntun langkah kita. Kita tidak perlu ngotot dalam meraih kesaktian karena ngotot adalah tanda kita melakukan pemaksaan diri yang justeru membuat jalur komunikasi kita dengan kegaiban tertutup rapat. Santai dan rileks saat mengamalkan ilmu gaib adalah tanda kita sudah mampu menguasai ego kita. Bila kondisi kejiwaan kita santai dan ego sudah terkendali, ayo kita melakukan wirid ASMA-UL HUSNA atau wirid lain yang tujuannya adalah untuk merasakan cinta dan kasih sayang pada Tuhan, satu-satunya Dzat yang wajib kita sembah. Maka kegaiban akan otomatis datang pada diri kita. Jadi KESAKTIAN tidak perlu dijadikan tujuan. Namun hadiah atau penghargaan dari buah amalan kita untuk manembah dan memperturutkan iradat-NYA.

Jangan pula menyembah nabi, menyembah malaikat, menyembah iblis, menyembah kyai, menyembah orang pintar, menyembah guru spiritual, apalagi menyembah keakuan/ego sendiri, menyembah uang, menyembah isteri atau suami, menyembah keluarga, menyembah pohon, menyembah kecantikan, menyembah kekayaan, menyembah kedudukan tahta dan derajat karena itu semua adalah BERHALA dan itu berarti kita telah SYIRIK/MUSYRIK. Tidak perlu juga mempraktekkan sihir apalagi menjadikannya sebagai tujuan. Sebab belum tentu kekayaan dan kesuksesan yang Anda inginkan dengan sihir itu akan membawa Anda kepada kebaikan dunia dan kebaikan di akhirat.

Sebagaimana junjungan dan suri tauladan kita, Rasulullah Muhammad SAW adalah manusia yang “ummi”, yang tidak bisa baca tulis namun hanya mampu pasrah pada iradat-Nya, kemudian berniat melakukan upaya penyucian batin dengan semedi di Gua Hira. Tanpa diduga dan diniatkan sebelumnya, dia ditemui kegaiban: hadirnya malaikat Jibril dan diminta untuk MEMBACA DENGAN DASAR BAHWA SEMUA YANG ADA INI HARUSLAH MEMILIKI DASAR PIJAKAN YAITU “ATAS NAMA TUHAN”

Untuk yang terkasih.. Muhammad Rasulullah SAW, selamat ulang tahun. Semoga kita mampu memantulkan kembali pancaran kasihmu kepada kita ke seluruh lorong dan sudut di jagad raya.



Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262