HATI IKHLAS ADALAH KEKUATAN TAK TERKALAHKAN

Bebukaning Atur

Catatan Misteri Nabi Khidlir AS

 “Ilaa Hadlrati kiram, Balyan Ibn Malkan, Nabiyullah Khidlir Alaihi Salam, al Fatihah …”

 Adalah beliau, termasuk hamba-hamba Allah yang ditangguhkan. Allah memilihnya untuk mandi di telaga kehidupan, dan meminum airnya. Melalui beliau, konon, seseorang secara resmi dilantik menjadi seorang wali. Seperti kisah Imam Abul Hasan Qs, yang ditemui oleh beliau pada saat sholat jum’at, dan tiba-tiba beliau menceritakan pengalaman ruhani yang baru saja dialami Imam Asy Syadzily Qs, yang mendapat uang dari alam ghaib dan membagi-bagikannya kepada faqir miskin.

Saat saya kecil, saya gemar sekali bersalaman di masjid, dan meraba ibu jari tangan setiap orang, yang kalau jempol itu tidak memiliki tulang, maka katanya itulah Nabi Khidlir, AS. Kebetulan ada. Dan saya hanya membatin, tersenyum, beliau pun membalas tersenyum, dan tidak ada yang beliau sampaikan. Belakangan eh, ternyata, orang itu salah satu dari penduduk desa saya yang memang kebetulan ibu jarinya tidak memiliki tulang.

Kerinduan saya untuk bertemu Khidlir AS, belum bisa terpuaskan. Barangkali takkan pernah. Pernah saya mengunjungi sebuah makam berkuncup yang menyendiri di tepi sungai Logawa. Disana tertulis, Makam Ki Ageng Mbilung. Ada seseorang pelaku rialat di makam tersebut mengatakan, bahwa sebenarnya Ki Ageng Mbilung itu nama jawa, yang sebenarnya adalah Nabi Khidlir. Saya hanya mengangguk, tanpa membenarkan maupun menyalahkan. Akhirnya, dalam hati saya hanya bisa berpasrah kepada Allah, biarlah Allah yang menentukkan. Jika memang saya pantas dipertemukan dengan beliau, pasti lah tidak aka nada yang bisa menghalangi karunia tersebut. Namun, meski saya sudah berusaha dengan segala macam laku, jika saya memang belum pantas, maka takkan pernah ada yang menemui saya.

Yang jelas, ditemui maupun tidak, tidak ada kerugian bagi saya. Allah tidak menyuruh kita untuk berusaha mencarinya. Allah hanya memberikan kita tugas pengabdian yang penuh ketekunan, memperdalam keikhlasan, dan memurnikan tauhid kita dari segala macam belenggu. Jika memang ada tugas setelah itu, pastinya itu akan diberikan pada saat kita siap menerimanya. Entah itu melalui perantara Nabi Khidlir AS, atau hamba Allah yang lain, pastinya setelah kita dipandang sanggup untuk melaksanakan suatu maksud. Tidak ada pertemuan yang tanpa maksud, tidak ada maksud tanpa tuntutan sebuah tanggung jawab.

Jika kita hanya ingin ‘keren’, dengan pertemuan semacam itu, takutnya hal itu malah akan semakin menguatkan keakuan kita, dan memperkeruh kemurnian tauhid kita. Bukan kedekatan kepada Allah yang didapatkan, malah kita akan semakin jauh dari Nya.

Ada kisah yang menarik berkaitan dengan Nabi Khidlir AS, diriwayatkan bahwa beliau pernah selama empat puluh hari belajar fiqh kepada Imam Abu Hanifah R.A. Setiap ba’da Shubuh. Dalam renungan saya, ini sungguh sesuatu yang perlu mendapat perhatian. Bahwa seorang yang makrifat dan hakikatnya telah sempurna pun, tetap membutuhkan belajar syariat kepada ulama ahli fiqh. Pengertian ini kemudian saya talikan dengan sabda Nabi SAW, bahwa, andai Musa AS, hidup di zamanku (Nabi SAW), maka pasti ia mengikuti syariat Nabi SAW. Kemudian, sabda Nabi SAW, bahwa ulama’ lah yang menjadi pewaris para Nabi, bukan para wali atau orang-orang yang ahli ‘irfan. Bahkan kedudukan ulama-ulama dalam Islam disetarakan dengan kedudukan Nabi-Nabi bani Israel. Jika demikian, masihkah kita memandang sebelah mata kepada ilmu fiqh? Kepada ulama ahli fiqh? Dimana Khidlir AS (yang kita begitu rindu bertemu dengannya) pun masih membutuhkan ilmu dari Imam Abu Hanifah? Apakah kita akan menganggap sepele kitab-kitab seperti safinah, sulam taufiq, yang tidak menjanjikan keajaiban apapun, kecuali sekedar sah dan tidak sah, dan kita begitu tergetar memegang Mambaul Ushulil Hikmah, dan Khazinatul Asrar? Saya teringat dengan kisah teman saya yang mondok di Ploso, disana katanya tidak boleh mengamalkan amalan hikmah, santri harus fokus mengaji kitab dan menghafal bayt-bayt nadhom. Istiqomah dalam sebuah amalan lebih baik dari seribu karomah, maka istiqomah yang dimaksud adalah istiqomah dalam ngaji. Saya pun terngiang-ngiang ungkapan Abuya Dimyati Banten, yang dengan kerendahan hati mengatakan, “Thariqah saya mah, Ngaji”, (jalan thariqat beliau hanyalah ngaji dan ngaji). Saya juga pernah mendapat kisah tentang seseorang yang memiliki ilmu hikmah tenaga dalam tinggi, ternyata tidak kuat (terpental) menghadapi seorang penghafal matan alfiyah.

Bagi saya, ada kekuatan maha dahsyat yang tidak bisa dilawan dengan kekuatan hikmah apapun, baik itu dari khodam atau apapun. Kekuatan itu adalah hati yang dipenuhi keikhlasan. Karena dalam hati seperti itulah, Allah ‘Azza Wa Jalla, pemilik semua kekuatan, bertahta dengan kokohnya. Siapa berani melawan Allah? Siapa yang berani melawan orang yang hatinya hanya ada Allah? Semoga kita tidak tertipu dengan mengejar sesuatu yang bukan kewajiban kita, sementara kewajiban kita sendiri kita lupakan. Wallahul Musta’an.

 Catatan Memburu Khodam Sakti

 Membahas khodam bagi saya seperti meraba di kegelapan. Saya sendiri tidak pernah tahu seperti apa wujudnya, dan bagaimana mereka berinteraksi dengan manusia. Ya, karena memang kebetulan saya bukan orang sakti. Hanya dari beberapa bacaan, yang saya tahu bahwa setiap manusia memiliki khodam nya masing-masing. Memang istilah khodam, menjadi demikian angker kedengarannya. Terbayang bahwa, yang namanya khodam itu makhluk yang melayani manusia dengan syarat atau imbalan tertentu, yang jika tidak dipenuhi syaratnya, maka bisa ngamuk dan mencelakakan si empunya. Terbayang juga, bahwa nantinya, si empunya khodam akan mengalami kesulitan tatkala sakaratul maut, untuk lepasnya ruh, gara-gara si khodam itu. Jika seperti itu, ngeri rasanya memiliki khodam. Apalagi jika kita berpikir secara gengsi-gengsian, agaknya kesaktian yang dimiliki seseorang karena punya khodam, seperti kesaktian pinjaman, tipu muslihat, artinya yang sebenarnya sakti itu khodamnya, bukan kita. Nah, berpikir seperti itu, lantas timbul keinginan mencari kesaktian yang sejati, yang tanpa khodam, dan tidak berefek bencana, tuntutan ini itu, maupun kesulitan menghadapi sakaratul maut. Jika kita renungkan, sebenarnya manusia itu ya ingin apa-apanya serba mudah, dengan hasil spektakuler, dan tidak ada efek samping.

Saya teringat, dulu saat kecil, di mushola saya, teman-teman pernah lagi hobi-hobinya janturan. Yakni memasukkan indang tertentu, entah macan, kera, kijang, dan sebagainya, lalu ada yang bertugas menyembuhkan. Semakin sulit disembuhkan, semakin asyik permainan itu. Saya sendiri menjauh dari teman-teman, karena merasa itu tidak pas dengan keyaqinan saya. Entah dari mana mereka mendapatkan cara-cara semacam itu, bahkan katanya pake tawasul segala. Mereka berlomba mencari dan mendapatkan indang yang kuat, yang menangan. Ada yang cerita ke makam ini, ke tepi sungai itu, dan lain-lain. Trend semacam itu ternyata meluas, bahkan sampai teman-teman SMP saya, dulu juga hobi pamer indang di sekolah. Saya yang sering disebut kyai oleh teman-teman, juga menjadi referensi, meski sebenarnya saya tidak tahu apa-apa. Ada yang katanya indang miliknya kepengin ikut saya, karena saya rajin sholat. Saya, pokoke wis mbuh, ngga urusan, yang penting saya ngga minta diikuti indang. Mereka merasa keren, jika memiliki indang.

Belakangan, murid-murid halaqoh saya juga cerita, katanya di pondok diajari semacam itu. Gara-gara nya ada seorang santri yang diganggu oleh dukun atau apa gitu, dan tidak bisa ngatasi, maka sama Abah Kyai, disuruhlah seorang ustadz yang jago khodam, untuk membangkitkan khodam masing-masing santri dan melatih cara untuk mengendalikannya. Saya hanya tertegun dan ketika ditanya, apa saya bisa mengajari mereka, saya pun menggeleng.

Manusia selalu berikhtiar untuk mengatasi segala macam problema hidup, dan mencari jalan aman agar kehidupannya bisa terhormat dan sentosa. Kesaktian, barangkali merupakan salah satu yang paling banyak dicari manusia, untuk mewujudkan kehormatan dirinya. Eksistensi selalu menarik untuk dibahas. Dalam kasus apapun, latar belakang untuk menjadi seorang yang eksis selalu ada. Seperti saya ini, memakai nama Ki Ageng, biar kelihatan eksis, to? Orang menulis pun pada dasarnya untuk memberitahu keberadaan dirinya, bahwa ‘aku ada’, dan aku memiliki sesuatu untuk diberikan. Problem eksistensial merupakan problem akut yang menjalari kehidupan manusia dari sejak zaman pra sejarah, bercocok tanam, hingga industri, kemudian yang terbaru adalah zaman media telekomunikasi. Soal perang dan penjajahan, apalagi kalau bukan problem eksistensial? Kapitalisme global, hegemoni, wah apa pula itu, dan seabreg isu-isu internasional, tak pernah lepas dari problem eksistensi. Hal ini, karena manusia menyadari bahwa hidupnya berada di tepi jurang ketiadaan (kematian), maka ia harus memutuskan, bahwa dalam pentas yang singkat itu, ia harus menjadi lakon tanpa tanding, terhormat, dan unggul.

Inilah kenapa, perlunya Allah menekankan iman kepada kehidupan akherat. Dengan meyakini bahwa ada kehidupan setelah kematian, dan mempercayai bahwa dalam kehidupan itu keadilan akan ditegakkan seadil-adilnya, maka manusia diharapkan tidak terlalu ‘bertingkah’, mempertontonkan kecemasan yang mewujud dalam segala macam tindakan ingin mengungguli yang lainnya. Betapa seseorang yang mencari kesaktian itu sebenarnya adalah orang yang cemas bahwa hidupnya banyak terancam. Saya harus sakti, agar jika ada yang mengganggu saya, akan saya kalahkan dengan mudah. Klausa, “agar jika ada yang mengganggu” bukankah bentuk ungkapan kecemasan? Klausa itu bisa diganti yang lain, apa misalnya, “agar bisa menegakkan keadilan, agar bisa menolong yang teraniaya, agar bisa membela kebenaran”, kebenaran kok dibela? Coba ditelisik. Bayangan bahwa dunia dipenuhi ketidakadilan, dipenuhi penganiayaan, dipenuhi keburukan, sedemikian parah menghantui kita. Itulah yang tanpa kita sadari, merupakan kecemasan-kecemasan yang ujungnya bisa menjadi depresi. Ada memang, orang-orang yang selalu melihat sisi gelap dunia, namun saya lebih yaqin, bahwa masih banyak manusia yang mampu melihat terangnya sang surya.

Kecemasan, jika kita memandangnya lebih jauh, pangkalnya adalah ketakutan terhadap kematian. Dan itu tidak disadari. Ketidaksadaran itu setali dengan semakin bertumbuhnya kecintaan kita terhadap dunia. Jika sudah demikian, hendaknya kita melihat lebih dalam tentang makna dan arti menjadi manusia, makna dan arti menjadi hamba. Hamba pasti punya majikan, dan majikan pasti akan selalu melindungi si hamba, selama si hamba patuh dan salalu ta’dhim kepada sang majikan.

Saya kembali teringat, kaidah emas dalam suluk, “tidak ada jalan tercepat menuju Allah selain jalan khidmat”. Khidmat atau melayani dengan penuh ketulusan adalah suluk jalan terabas, yang bisa diterapkan di dalam apapun. Mencuci mobil, menyapu halaman, membalik sandal Abah Kyai, hal-hal kecil itulah yang seharusnya menjadi sumber kesaktian kita. Mari, rame-rame, daripada susah-susah memburu khodam, lebih baik jadikan diri kita khodam bagi keluarga, khodam bagi masyarakat, dan khodam bagi sebanyak-banyak manusia. Ini ceritaku, apa ceritamu, Dam?

 Catatan Tentang Ilmu Pelet Paling Mujarab

 Pelet, pengasihan, dan semacamnya, sampai sekarang masih saya anggap sebuah kekejian, paling tidak semacam tindakan pengecut yang jauh dari terhormat. Apapun cara dan medianya. Ini lebih kepada pertimbangan perasaan daripada pertimbangan hukum syara’. Soal hukum, saya tidak ingin berdebat lebih jauh, apalagi lebih dalam. Namun, rasa-rasanya, pelet, pengasihan, dan semacamnya, bagi saya adalah penghinaan terhadap keagungan cinta. Jujur, saya seorang pemuja cinta. Ah, tidak ada yang lebih indah dari penyatuan sepasang insan yang saling jatuh cinta. Getaran-getaran cinta bagi saya merupakan zikir yang sungguh asyik.

Saat hati begitu terliput oleh cinta, semuanya menjadi baik, rasa sakit berganti nikmat, rasa susah berganti senang. Semua orang tidak ada yang jahat, semuanya dimaafkan, ketika hati begitu terliput oleh cinta. Pernikahan sepasang kekasih yang saling mencintai adalah peristiwa agung nan bersejarah. Allah menyebutnya dengan “perjanjian yang berat”. Karena bukan aku yang dicintai dan kau yang mencintai, melainkan Dia yang mencintai DiriNya sendiri, lewat aku dan kau.

Kok, tiba-tiba dirusak oleh pelet, pengasihan, dan semacamnya, sungguh tidak beradab, dan sangat tidak sopan.

Kenapa tidak kita biarkan seseorang mencintai kita apa adanya, dan kita mencintainya dengan tulus. Oh, ini pasti soal kedewasaan dalam memahami cinta. Pelet, pengasihan, dan semacamnya, berasal dari kaidah bahwa cinta harus berbalas, baik suka rela maupun terpaksa. Ini kaidah cinta yang usang dan kekanak-kanakan. Orang-orang yang menggunakan kaidah ini, mereka pasti tidak memiliki cinta sebagaimana ‘cinta’, tidak ada ketulusan cinta, dan mereka tak mengerti apa itu cinta dan bagaimana caranya mencintai. Telak bukan?

Mencintai adalah proses yang seutuhnya keluar, terus menerus, tanpa ada proses pengembalian. Karena cinta adalah cahaya, maka tugasnya hanya memancar, bukan mengumpulkan. Cinta hanyalah memberi, tak pernah mengharap kembali, apalagi memiliki. Engkau mencintai karena engkau berharap orang yang kau cintai memberimu cinta, betapa itu penuh syarat? Betapa itu mirip jual beli, bukan cinta! Kenalilah cara Allah mencintai hamba-hambaNya, belajarlah untuk mencintai sebagaimana caraNya mencintai kita.

Jika sudah seperti itu, masih butuhkah pelet, pengasihan, dan semacamnya? Pengasihan terampuh, adalah cinta yang ikhlas. Justru, tatkala engkau membiarkan, ia akan mendekat, dan semakin dekat. Inilah asal mula kaidah, “semakin dikejar, semakin jauh ia berlari, semakin keras usahamu, semakin kuat daya tolaknya, namun ketika hatimu ikhlas dan melepasnya, ia tiba-tiba lengket ke peraduan.” Saya sudah membuktikan, dan saya tantang Njenengan untuk membuktikan kaidah itu. Rahayu!

Khatimah

 Demikian, barangkali semua itu merupakan celotehan saya yang tidak berilmu. Tidak ada maksud apapun, melainkan sekedar berbagi unek-unek, mengajak untuk melihat ke kedalaman jagad batin kita, untuk kesejatian yang benar-benar sejati. Lepas dari itu semua, lakukanlah apa yang merasa harus Njenengan lakukan, tidak perlu merisaukan kata-kata saya jika Njenengan tidak yaqin akan kebenarannya, akan tetapi sedikit saya hanya berpesan, “Jangan pernah menghindar atau melawan dari bisikan nurani dan akal sehat, karena dari situlah titik awal pemberangkatan kamanungsan kita melintasi kasunyatan dalam nggayuh kasampurnan.”

Untuk siapapun yang Allah persiapkan memimpin bangsa Indonesia yang Spiritual, Jaya, dan Sejahtera, ataupun bagi mereka yang hanya sekedar ingin memimpin dirinya sendiri, saya persembahkan rapal aji kasatrian berikut ini:

 “Ingsun amatek ajiku, si aji kasatrian, aji sejati, sejatining aji. Aji jati satria, hamengku buwana, satria rahsa, satria budhi, satria mijil, yun prakerti. Yo satria mukti, yo satria wahyu, ya iku ingsun, satria kang mandhita, jati-jatining satria.”

 @




Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262

KITAB SASTRA JENDRA RAHAYU DININGRAT BAHASA SUNDA

KITAB SASTRA JENDRA RAHAYU DININGRAT

Kitab Sastra Jendra Rahayu Diningrat
Sebelumnya saya mohon maaf kepada pembaca semua karna saya menulis dengan persi Bahasa Sunda itu karna saya pribadi berasal dari tanah Sunda dan saya belajar melalui Guru guru dari tatar sunda dan saya mendapatkan Kitab ini dari sesepuh sesepuh asli tatar sunda.

Ieu paparan beunang ngumpulkeun jeung meunang meutikan tina buku riwayat Islam di pulau Jawa nu dipimpin ku “WALI SINUHUN GUNUNGJATI ” di Cirebon jeung tina

” MUSLIMIN MUSLIMAT ”
bilih aya sumawona seueur lepatna. mugi ulah kirang pangakseni sareng hapunten, margi penulis sanes tukang berelmu di kumpulkeun soteh sugan aya paedahna kangge jalma nu keur dialajar,satiasa tiasa diringkeskeun’ kumargi qitab qitab aslina basa melayu sareng sareng buku tembang dihias ku purwakanti, sareng wejangan ti sepuh sepuh kapungkur janten pikeun diajarmah sesah ngahartoskeunnana.

MUGI KATAMPI KU ASTAKALIH KAMANAH
KUWENING GALIH KAAMALKEUN LILAHITAALA

mimiti jisim kuring nulis ieu kitab, ngalap berkah tina jenengan Alloh ta,taala nu murah di Dunya ka umat umatna sakabeh, jeung nu asih di akherat ka umat umatna anu mu’min, ari rohmatna Alloh Ta,alla kasalemetannana turun ka atas panutan urang Kanjeng Nabi Muhammad SAW. jeung ka para sahabatna rawuh kulawargana sakabeh.
WAJIB MA’RIPAT KA ALLAH TA’ALLA
Ari ma’ripat ka Allah Ta’alla teh wajib ka sakabeh jalma mukalaf tegesna di jalma nu geus aqil baleg, eta wajib teumeunang heunteu karana aya dawuhannana Kanjeng Nabi Muhammad salalahu Alaihi Wasalam Kieu
Awwaludini Maripatulohi ta’alla

Anu pihartieunana kieu :
Awal awalna urang nyekel agama the kudu nyaho heula ka Allah ta’alla

Supaya enggoning manusa ngalakonan ibadahna syah ditarima amal ibadahna ku Allah ta alla. Sabab tadi oge  AMAL teh kudu kalawan ELMU. Upama teu kalawan elmu batal tegesna teu jadi samangsa mangsa teu jadi tangtu moal aya mangpaatna pikeun di akherat, ngan ukur keur di dunya wungkul. Tapi dina soal Elmu mangkade kaliru, ari hartina elmu teh KANYAHO. Tapi lain kudu nyaho kana syarat syah, batal ibadahna bae. Tapi kudu jeung nyaho (MA’RIPAT) ka allah jeung ka Rasululloh sabab eta teh lil ibarat atawa gudangna keur piwadaheun amal ibadah urang sarerea. Ulah teu puguh sokna. Ibarat lamun di dunya mah amal mibadah teh keur ngumpul ngumpulkeun papas imah ,saperti :meja,korsi,lomari jeung saliana ari ma’ripat ka Allah ta’alla ibarat urang ngabogaan imah anu pageuh anu geode, nyaeta supaya eta barang barang nu beunang hese cape teh, merenah puguh tempatna supaya geunah nyicingannana,karana sanajan boga barang loba, sarta aralus,hargana mahal,umpama teuboga tempat (imahna) rek dimana di tendeuna? Naha rek sina pabalatak bae diburuan di pipir pipir.atuh dicicinganna oge piraku rek aya kagenahanana da meureun kapanasan kahujanan keurmah teungeunahdicicinganna the ,jeung barang barangna oge tangtu babari ruksak, moal tulus jadi kanikmatanana.komo deui umpama urang boga tekad Amal ibadah the, keur bawaeun engke ka akherat, atuh beki wajib Ma’ripatna ka Allah ta’alla the, sabab pikeun tempat pangbalikan tea.
Umpama teu dikanyahokeun ayeuna, naha kira kirana bias dating engke kana tempat asal urang dating tadi? Kapan dina sakaratil maotmah geus moal aya tayaeun deui. Jeung geus moal boga akal deui kungarasakeun kayeuri oge, jeung geus moal boga akaldeui ku ngarasa kanyeri oge, sabab tadi oge ceuk hadis,umpama urang lolong tegesna teu nyaho ka Allah,ka rosululloh ayeuna keur di dunya, engkena oge di akherat tetep lolong bae, samangsa mangsa lolong tegesna poek diAkherat, atuh beubeunangan urang ti Dunya anu sakitu hese cape the, rekdi bawa kamana?
Kusabab teu bias dating ka Allah,kana asal urang tadi sarerea, palangsiang babawaan the bakal dibawa utrak atrok,dibawa asup ka enggon siluman, babawaan urang dijieun kakayaan di nagarana, urang dijieun badegana. Kuayana kitu ayeuna urang meungpeung di dunya keneh kudu iktiar kudu ditiung samemeh hujan, tegesnakudu nganjang ka pageto nyaeta kudu paeh samemeh paeh karana mun teu bias paeh heula sajeroning hirup moal nyaho ka akherat, karana nyaho ka Akherat the kudu bias paeh,heula kapan ceuk dalil; oge :
“ANTAL MAOTTU QOBLQL MAOTU “
Jadi geuning Akherat asal urang the, kudu dikanyahokeun jeung kudu dianjangan ti ayeuna, supaya engke ulah nyasab deui, paeh palatat polotot, jeba-jebi, larak-lirik neangan jalan.

II. JALAN-JALANA MA’RIPAT KA ALLAH TA’ALA
Ari jalan jalana Ma’ripat ka allah ta’ala, eta aya dua jalan, aya nu tihandap kaluhur, jeung aya nu    tiluhur kahandap

(1)    Ari nu tihandap kaluhur, nyaeta anu MASANTREN heula, ngaji kitab Quran jeung terus ngalakonan ibadahna rukunanu lima perkara. Tah anu kitu the ibadah keur jalan ma’ripat ka Allah ta’ala, Tapi hanjakal, lolobana mah tara diteupikeun kana Ma’ripat na, lantaran kaburu betah, kaburu ngeunah dina ASMANA, tegesna geus ngarasa nikmat dina pal nunjukna (papan merk nu nuduhkeun tempat ), padahal upama diteruskeun Ma’ripat kana DAT SIPATNA Allah ta’ala plraku teu undak kanikmatannana. Da geuning karek dina ASMANA Wungkul geus sakitu kanikmatannana.

(2)    Ari jalan anu tiluhur kahandap, nyaeta anu nyumponan dalil tadi nyaeta                    :
“AWALU DINI MA’RIPATULLOHI TA’ALLA”, jalanna lain tina MASANTREN Wungkul ,tapi kudu daek ngisat diri nyaeta kudu daek tirakat, kalawang jeung ichtiar neangan pigureunana GURU ANU MURSID, sabab moal weruh tanpa guru. Kusabab eta mana ku urang anu kudu disusul? Teu aya deui lian ti TAREKATNA WALI anu kudu disusul, sabab eta anu bias nepi kana ma’ripat kana SIPAT ALLAH TA’ALLA nu kasebut JOHAR AWAL tea, Nyaeta hakekatna Muhammad tae da piraku teu aya lelebaranana pikeun urang sarerea, saba tadi oge para WALI pangna sakitu poharana tatapa the pikeun ngabela umat-umatna Rasulullah supaya bisa baralik deui ka allah ta’ala.
Kusabab kitu hayu atuh urang pada tareangan ku sarerea eta TAREKAT WALI teh, sabab upama the buru buru kapanggih tangtu urang moal bisa baralik deui ka asal, pasti nyawa urang engke bakal marakakayangan atawa nitis menitisan balik deui ka dunya kana barabg abu keuna kuruksak deui, jadi heunteu bisa nyumponan kana dalil
:

“INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI’UN”

Anu hartina  :
Asal ti allah kudu balik deui ka allah.
Kusabab kitu tangtu sarerea oge meureun pada baringung keneh padapada percaya oge, lantaran urang pada teu ngarasa tadi inditna ti allah ta’ala  turunna ka alam dunya. Tapi kusabab  aya dalilna kitu gancang bae ngaku  yen urang  asal ti allah Tapi ngakuna teh ngan sasemet biwir wungkul, kapaksa ngaku soteh sieun disebutkeun KUFUR-KAFIR karena heunteu percaya kana dalil da atina mah kekeuh poek teu kaharti kusabab teu karasa.

Kusabab eta ayeuna pribados rek mere panerangan saeutik malah mandar tiasa percaya jeung karaosna, urang tadi asal ti allah the kieu kateranganana, urang papay ti handap ka luhur supaya kaharti ku akal.

1)      Mimiti Urang Tumarima Asal timana? Nu kaharti jeung ku umum, urang asal the kaluar ti indung
2)      Teruskeun papay deui ka luhurna, ari indungurang asal timana ? tangtu indung urang asal ti nini
3)      Ari nini urang asal ti mana ? teu salah deui asalna kaluar ti buyut
4)      Ari buyut asal ti mana ? tangtu kaluarna ti bao
5)      Ari Bao asal na ti mana ? nya asalna kaluar ti Janggawareng
6)      Ari Janggawareng asal ti mana ? tangtu kaluar ti udeg udeg
7)      Ari udeg udeg kaluar timana ? tangtu asalna kaluar ti kakait siwur, saterusna kitu bae indung deui ti indung deui tepi ka babu hawa
8)      Ari babu hawa asal timana ? ku sakaol ceuk hadis, asalna babu hawa teh tina iga burung nabi adam
9)      Ari nabi adam asal ti mana ? diterangkeun ku hadis, asalna nabi adam  the tina aci bumi, aci seuneu, aci Cai, Jeung Aci Angin
10)   Ari Aci bumi-seuneu-Cai-Angin asal na timana ? diterang- keun deui ku hadis, aci –bumi seuneu-Cai-Angin the asal tina NUR MUHAMMAD, Cahaya opat perkara
(1)    Cahaya Hideung hakeketna Bumi
(2)    Cahaya Bodas Hakekatna Cai
(3)    Cahaya Koneng hakekatna Angin
(4)    Cahaya Beureum hakekatna Seuneu
11)   Ari NUR MUHAMMAD asal timana ? eta oge diteurangkeun ku hadis asalna tina NUR MAHA SUCI, nyaeta tina JOHAR AWAL tah semet eta buntu, sabab diterangkeun ku Hadis jeung Qur’an eta JOHAR AWAL teh bibitna TUJUH BUMI TUJUH LANGIT sarawuh eusina kabeh. Jadi anakitu tadi ceuk dalil asal ti Alloh the nyaeta asal tidinya tina JOHAR AWAL tea. Sipatna caang padang nyaeta gulungan Dat jeung Spiat Maha Suci, kakara jeneng Asma Allah.

cahayaBeureum jadi hakekatna lapad……Alip
cahaya Koneng jadi hakekatna lapad …..Lam Alip
cahaya Bodas jadi hakekatna lapad …..Lam Akhir
cahaya Hideung jadi hakekatna lapad…..He
johar Awal jadi hakekatna lapad…..Tasjid

kitu kateranganana, jadi eta cahaya nu kasebut di luhur the nu disebut ismudat tea, hartina Asmana Datlaesakamislihi atawa Asmana Nu Maha Suci,,, ceuk anu ahli padikiranmaaah Latipah tea tah engke   the kudu bisa balik deui ka dinya   nu matak kacida wajib di kayahokeunana ti ayeuna geura susul Tarekatna anu bisa miceunhijabna atawa pipindingna anu jadi moekan kana eta Dat Sipatna Allah ta’alla sing kapanggih jeung hakekatna Tasjid Muhammad, anu aya dina wujud pribadi , tah eta anu bakal bisa ngaburak barik hijabna ka Allah ta’alla umpama bisa kapanggih insya Allah tangtu urang bisa nyumponan kana babasaan “ Mulih ka jati mulang ka asal “ ari nu mulih ka jatiteh nyaeta Rasa jasmani anu ayeuna keur dipake balik deui kana rasa tadi keur waktu aya dina NURULLAH ( Johar Awal ) ari nu mulang ka asal nyaeta jasmani ngajadi asalna deui, nyaeta ngajadi NUR MUHAMMAD cahaya opat rupa deui Beureum,Koneng , Bodas, Hideung, samangsa mangsa balik ka Asal, nya ngarana sampurna, hartina beak, bersih beak rasana, beak jasmanina




Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262