TEJAMANTRI

Muhammad Zainur Rakhman

Namaku Tejamantri. Mulai detik ini, aku akan menemanimu, menjadi sahabat setiamu; aku akan ngobrol denganmu. Jangan cari aku kemana-mana, karena aku disini. Di dalam tulisan ini. Aku mewujud ketika kau membacaku. Hidupkan aku di dalam imajensimu sebagai sosok yang kau senangi. Laki-laki? Ya, bolehlah. Tampan? Em, sebut saja kharismatis yang menyejukkan. Kau tersenyum? Hei.. tak apa, senyum menyelesaikan Sembilan puluh Sembilan persen persoalan, satu persen sisanya dengan bertindak mengikuti suara hati. Wuih, suara hati. Sudah sering kau dengar yah? Kau mau kita mengobrol tentang suara hati? Baiklah.. mulai dari mana? Tentu saja, dari suara.

Suara. Aku cenderung membedakan suara dengan bunyi. Kecenderunganku tuh hampir mendekati kepastian. Begini, suara memang pada dasarnya bunyi. Bunyi-bunyian merupakan hasil dari getaran atau benturan sesuatu dengan sesuatu. Contohnya, bunyi gamelan, itu tercipta dari benturan antara perangkat dengan pemukulnya. Aku ga ngerti istilahnya. Yang pasti bunyi tu lebih dekat kepada nada-nada daripada suara yang lebih dekat kepada makna. Kalau aku katakan makna, itu artinya memiliki maksud komunikatif. Tepatnya, bahasa. Ya, suara menawarkan bahasa. Suara menawarkan sesuatu untuk dimengerti, dimaknai, dan dikaji. Meskipun berasal dari getaran sesuatu, suara memiliki getaran yang cukup bisa dikatakan tetap, meskipun berulang-ulang. Jadi, semakin kau mendengarnya, semakin kau memahaminya.

Lalu, hati. Aku bisa katakan perasaan. Tapi sebenarnya lebih luas dari itu. Kalau aku mengatakan hati, itu artinya ya mencakup pikiran, kehendak, perasaan, dan semua kualitas dari sesuatu yang namanya jiwa. Jadi ga cuma perasaan tok sebenarnya. Soal rasa memang kita ga bisa bohong, lho..apa maksudnya. Maksudnya selera. Nah, selera juga merupakan kualitas dari jiwa. Kecenderungan pada sesuatu melebihi sesuatu yang lain. Kalau disertai ketekunan, namanya hobi. Bermacam-macam bukan? Itulah hati. Makanya, suara hati juga bermacam-macam? Secara kenyataan teknis memang demikian. Makanya, kau kadang bingung, kacau, tidak seimbang, dan melakukan sesuatu yang sebenarnya ga pengen kau lakukan. Saking banyaknya suara-suara itu, kayak motor bising. Namun, sebenarnya secara istilah, suara hati hanya satu.

Tadi, kita udah ngobrolin tentang suara. Suara itu berasal dari getaran. Kalau kau lagi kacau, itu bisa diibaratkan banyak terjadi getaran yang gak menentu. Berulang-ulang tapi ga sama. Makanya jadi suaranya macam-macam. Yang aku maksud dengan suara hati itu cuma satu. Berulang dan tetap. Semakin kau mendengarnya, semakin kau memahaminya.

Yang namanya suara hati kadang diidentikkan dengan suara Tuhan. Atau paling ga malaikat. Secara ilmu memang demikian. Ce ile, ilmu. Makanya, pasti satu. Dan pasti benar. Secara fisik, kita ga mungkin bisa ngelihat Tuhan, apalagi berhubungan dengan Nya. Gunung aja sampe hancur. Namun, kita bisa berhubungan dengan Tuhan melalui jiwa kita. Coba aja. Jiwa tuh ga bisa dikira-kira luasnya. Sebut saja, kualitas dari jiwa, misalnya imajenasi. Yang namanya orang bayangin sesuatu, apa aja pasti bisa. Bayangin jadi orang kaya, bayangin punya kekasih cantik, de el el, bisa banget. Ngayal? Iya, mengkhayal bisa apa aja. Khayalan juga merupakan kualitas jiwa. Cuma kalo khayalan tuh ga ada tujuannya. Kalau khayalannya semakin larut namanya melamun. Biasanya menyedihkan.

Kasihan deh kamu. Kau suka melamun? Tingkatkan lamunan menjadi imajenasi kreatif. Paling ga, tulis tuh lamunanmu di buku diary.

Jiwa-jiwa semuanya terhubung jadi satu. Mereka kayak tingkat-tingkat cahaya. Dari yang paling terang sampai yang samar-samar. Semuanya mengelilingi cahaya yang sangat terang. Cahaya di atas cahaya. Tuhan. Kenapa kau menyukai keindahan, kebenaran, kebaikan, tu karena kau memiliki percikan cahaya dari Tuhan. Semakin banyak kualitas-kualitas ketuhanan dalam dirimu, cahaya jiwamu juga semakin terang, dan semakin dekat dengan titik cahaya yang sangat terang. Tuhan.

Suara hati, adalah suara yang membuat hati kita semakin terang. Semakin nyaring suara hati, semakin terang jiwa kita. Akan lebih terang lagi kalau kita bertindak mengikutinya. Keseluruhan suara hati itulah yang aku sebut panggilan jiwa. Yang dalam arti sebenarnya merupakan panggilan Tuhan. Dengan bertindak mengikuti suara hati, dan dengan hidup memenuhi panggilan jiwa, itu berarti kau sedang berlari menuju Tuhan. Sehingga, mau tidak mau, jiwamu secara otomatis akan diliputi oleh keindahan, kebaikan, kebenaran, dan cinta kasih. Maka hidupmu akan dipenuhi dengan cinta dan hanya cinta. Cinta tu gabungan kualitas keindahan, kebenaran, dan kebaikan yang lebur menjadi satu dan bergetar dengan hebat. Semangat ga tuh?

Lantas gimana mengenal suara hati? Tadi kukatakan, suara hati tu cuma satu. Dan suara itu muncul dari getaran. Untuk memunculkan suara hati, kau hanya perlu mengumpulkan getaran pada satu titik. Konsentrasi. Yah, konsentrasi, itulah kuncinya. Bahasa arabnya, khusyuk. Untuk bisa konsentrasi, segalanya harus tenang. Nah ketenangan itu datang dengan memelihara kejernihan jiwa, kelembutannya, dan kepasrahannya, atau kosong. Perlu latihan? Tentu saja. Sangat perlu. Latihannya gampang. Shalat.

Shalat yang diusahakan kekhusyukannya akan mengantarkanmu mengenal suara hati. Tentang shalat, bisa deh kau belajar pada ahlinya; ustadz, kyai, atau ulama disekitar tempat tinggalmu. Aku cuma nunjukin aja. Bisa ga si pake cara lain? Secara teori bisa aja si, tapi secara praktek cuma shalat yang bisa. Kalau kau cuma melatih daya konsentrasi, yah.. banyak yang menyebutnya kekuatan pikiran atau kekuatan mental, sebenarnya beda banget dengan konsentrasi yang aku maksudkan. Konsentrasi yang aku maksudkan adalah konsentrasi jiwa, bukan hanya salah satu bagian dari jiwa. Kalau kau melatih konsentrasi pada salah satu kualitas jiwa (misalnya mental), kau hanya akan membuatnya dominan, dan mengubur kualitas yang lain, pada hakekatnya hal itu bisa merusak jiwa. Jiwa ga akan bercahaya, namun akan semakin samar, dan menuju kegelapan dengan cepat. Tandanya apa? Ga akan ada kedamaian dan ketenangan. Orang yang ngeliat, ga akan merasakan kesejukan, yang ada malahan kesan angkuh dan merasa hebat. Maksudku secara teori, ya mungkin saja dengan kehendak dari Tuhan, tapi itu ga bisa diusahain, itu anugrah yang ga bisa diminta. Jadi cuma shalat yang bisa. Met belajar yah…

Sebelumnya kan aku bilang, kalau bertindak mengikuti suara hati tu satu persen setelah Sembilan puluh Sembilan persennya pake senyum. Senyum itu, sebagai prasyarat, bahwa hatimu siap untuk menjadi jernih, lembut, pasrah dan akhirnya bisa tenang, dan kau akan mudah mengenal suara hatimu yang sejati. Coba deh senyum. Tuh kan, senyum itu artinya kita berdamai dengan diri kita, berdamai dengan keadaan, berdamai dengan hal-hal yang ga bisa kita jangkau. Makanya, kalau mau shalat, harus senyum dulu, ga boleh marah. Nah, itulah kenapa, syarat sahnya shalat dengan wudhu lebih dulu. Membasuh muka, tangan, sebagian kepala, dan kaki dengan air. Biar kita bisa merasakan kesegaran air itu dan nantinya segala macam api yang berkobar, berupa keluh kesah, amarah, sedih, rasa bersalah, kecewa, merasa tersisih, enggan, kelesuan, patah harapan, ga semangat, malas, de es be bisa padam dan mengalir bersama tetesan air wudhu yang jatuh ke tanah. Senyum yah …

O ya, mau ngobrolin senyum? Oke..

Senyum aku katakan hal yang mudah, sekaligus susah kau lakukan. Kalau lagi marah, dipaksa senyum jadinya lucu..hi..hi.. memang seharusnya kau memaknai senyum dulu. Senyum aku katakan adalah berdamai. Berdamai dengan dirimu. Artinya, kau itu bukan manusia super. Diantara semua kelebihanmu, kau pasti punya kekurangan. Ya, kau harus menerima, harus berdamai dengan wajahmu yang mungkin ga terlalu tampan, otakmu yang pas-pasan, tinggi badan, postur tubuh ga semok, de es be… ya berdamai. Berdamailah, baru kau bisa mengubah keadaan. Berdamai dengan dirimu yang misalnya punya masalah kesehatan, cacat fisik, berdamailah. Berdamailah dan lihat, apa yang bisa kau lakukan.

Lalu, berdamai dengan keadaan. Yang namanya suasana, keadaan, kau ga bisa selalu ngontrol. Ada keadaan yang menyenangkan hatimu, ada dan pasti ada keadaan yang membuatmu kalang kabut. Berdamailah, dan lihat, apa yang bisa kau lakukan. Terlalu bangga dengan diri, membuatmu memiliki rasa malu yang berlebihan. Merasa memiliki akan menyebabkan kau banyak mengalami kehilangan. Berdirilah di atas ombak dengan kepala tegak, songsong angin dengan neraca yang seimbang, dan jangan bergantung kepada apapun yang kau tahu mereka sama denganmu. Hilangkan rasa bersalah, meskipun, aku tahu kau selalu ingin memperbaiki kesalahan, tapi yang pertama berdamailah, hilangkan perasan bersalah, dan kau akan mampu mengubah keadaan.

Yang terutama, berdamailah dengan orang lain. Artinya, jangan menuntut terlalu banyak kepada orang lain, yang kau tahu, mereka sama manusianya denganmu. Orang lain, kau tahu, meraka punya wajah yang beda, mereka mungkin berlainan tempat denganmu, berjumpa dengan orang-orang yang berbeda dengan yang kau jumpai, membaca buku yang mungkin tidak sama dengan yang kau baca. Sementara kau menonton serial drama komedi, mereka menonton film kartun. Mereka tentu punya hobi yang macam-macam, yang bisa jadi sama atau berbeda denganmu. Dan yang pasti mereka mewarisi gen dari orang tuanya yang bukan orang tuamu, sehingga berdamailah, berhentilah menuntut. Adakalanya kau bertemu dengan orang yang sangat pas denganmu, mau mengerti dirimu, menurut apa saja kehendakmu, dan slalu mempersembahkan yang terbaik untukmu, tapi tidak selalu bukan? Maka berdamailah, dan lihatlah apa yang bisa kau lakukan.

Dari uraian semua itu, maka senyum menjadi simbol perdamaian. Senyum ku katakan, seperti air yang mendinginkan api. Dengan selalu siap untuk tersenyum, kau akan mudah berdamai dengan apa saja. Sehingga Sembilan puluh Sembilan persen penyelesaian sudah kau kantongi, satu persen sisanya, kau sudah tahu bukan? Shalat yuk…! sudah wudhu kan?

Kau tahu? Aku sangat senang ngobrol denganmu. Sampai jumpa. Salam …

Sembilan Kaidah Keadaan

Bakda Mulud, 1432 H

“Yang dahulunya tiada, kemudian menjadi ada, selanjutnya tidak ada, adalah benar-benar tidak ada.”

“Yang dahulunya ada, kemudian tetap ada, dan selalu ada, adalah benar-benar ada.”

“Yang kemarin sudah pergi, yang esok masih misteri, yang benar-benar ada adalah saat ini.”

“Segala sesuatu ada saatnya, tidak ada yang harus dipercepat ataupun diperlambat.”

“Semakin diusahakan, semakin sulit dijangkau; semakin dibiarkan, semakin ia datang mendekat.”

“Tidak ada masalah; yang ada hanya keinginan kita untuk mengeluh.”

“Segala sesuatu berada dalam jangkauan tangan; akan tetapi kaki kita demikian senang bepergian.”

“Yang terpenting adalah kesadaran; bahwa kita tidak benar-benar ada; sehingga saat kita terjatuh, kita secepatnya paham, bahwa kita tidak benar-benar sakit.”

“Yang tidak ada bergantung sepenuhnya kepada yang ada; suka atau tidak suka.”




Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262

Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.