AMALAN DARI RASULULLAH SAW, AGAR TERLEPAS DARI KEMISKINAN

Untuk Para Civitas Akademia KHODAM SAKTI, Mungkin ini artikel dan Amalan yang sudah banyak orang tahu, dan sedikit saya beberkan yang mungkin akan menjadi tambahan ilmu dan juga menjadi tambahan bagi koleksi perpustakaan dari LASKAR kita ini, yang mana amalan ini saya pribadi belum melaksanakannya, karena satu dan banyak hal emang gak ada niat kearah sana, mungkin Allah SWT belum mengizinkan saya untuk mengamalkannya, berikut sepenggal kisah nya :

Rasulullah bertemu dengan salah seorang sahabatnya.

Bagaimana keadaanmu hari ini wahai fulan?”, tanya Rasulullah pada suatu hari kepada salah seorang sahabatnya. “Alhamdulillah, baik ya Rasulullah, tapi kalau boleh kami mengadukan kepadamu, kami masih mengalami kekurangan dalam hal ekonomi”. “Oh ya, kalau demikian menikahlah,” kata Rasulullah SAW. “Tapi Ya Rasulullah…bukankah kami sudah beristri,” Jawab Rasulullah: “Ya … nikahlah”. Hal yang demikian terjadi sampai sahabat tadi sudah beristri dengan tiga orang wanita, tapi jawaban Rasulullah tetap sama.

Maka pada lain kali ketika sahabat tadi berjumpa kembali dengan Rasulullah, keadaannya sudah berubah jadi berkecukupan dengan memiliki empat orang istri. (Al-Hadits)

Sepenggal kisah dialog antara Rasulullah dengan sahabat tadi barangkali cukup menggelitik untuk diambil pelajaran. Pelajaran yang dapat diambil dari kisah hadits ini paling tidak ada beberapa hal:

Pertama, nilai ketaqwaan Indikasi ini dapat dilihat dari kesiapan sahabat tadi untuk

mengikuti dan mematuhi perintah Rasulullah. Artinya selera dan keinginan hawa nafsu disesuaikan dengan keinginan dan kemauan Allah dan RasululNya. “Maka demi Allah yang jiwaku ditanganNya. Tidak sempurna iman seseorang diantara kamu sampai menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” (HR.Bukhari).

Dengan kesiapan moral yang demikian, banyak kita temukan peristiwa yang menakjubkan. Dalam kisah yang ditemukan diantara para sahabat, Abu Bakar Ash Shiddiq misalnya, mampu menginfaqkan seluruh hartanya, Ali bin Abi Thalib mampu tidur di tempat tidur Rasulullah ketika Rasulullah dalam kepungan musuhmusuhnya pada peristiwa hijrah. Dan kejadian-kejadian itu akan terus terjadi dalam kehidupan kita ini jika kita menjadikan taqwa

sebagai basis dalam semua permasalahan.

Barangkali akan aneh dalam kehidupan modern sekarang ini, seorang istri pertama melamarkan istri kedua untuk suaminya, Jawaban semua itu ada pada kesiapan, mendahulukan kepentingan Allah dan RasululNya. ”Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia kan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka” (QS.At-Thalaq/65:2-3).

Kedua, nilai keluwesan & keluasan Syariat Islam Keluwesan Islam, artinya bahwa ajaran dan nilai Islam dapat dilaksanakan dan diterapkan pada semua kondisi masa lalu dan masa kini. Syariat Islam sangat cocok untuk hidup dan kehidupan di dunia dan baik bagi semua manusia, laki-laki dan wanita, orang kaya dan orang miskin. Barangkali untuk contoh diatas, bahkan seorang yang nota bene adalah miskin, justru dianjurkan untuk menikah

kembali oleh Rasulullah. Keluasan Islam tidak akan ditemukan jika hanya didekati dengan

pemikiran (akal) saja, akan tetapi harus dipadukan antara hati (iman) dan akal sehat. Sebab kemampuan otak manusia sangat terbatas, dan banyak persoalan yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan keilmuan saja. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Tiga golongan yang berhak mendapatkan pertolongan dari Allah Ta’ala yaitu budak yang berjanji menebus dirinya dari majikannya dengan penuh iman kepada Allah, maka Allah mewajibkan diriNya untuk membelanya dan membantu seorang laki-laki yang ingin menikah

supaya menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah (zina), maka Allah mewajibkan diriNya untuk menolong dan memberinya rezeki”. (HR.Dailami)

Dalam hal poligami misalnya, dorongan seks itu ada pada semua laki-laki, baik dia kaya maupun miskin, sebab memang demikianlah fitrah penciptaan manusia. Ingatkah kita, ketika seorang sahabat mengadukan kepada Rasulullah bahwa dia telah melakukan

hubungan suami istri pada siang hari di bulan Ramadhan. Siapakah sahabat tadi, “ternyata” seorang yang kehidupan ekonominya paspasan, Kifarat yang seharusnya dia bayar adalah infak kepada fakir miskin-orang lain-, akhirnya kembali jatuh kepada dirinya sendiri.

Memang demikianlah adanya, Islam itu indah. Jika ada orang takut kawin (karena) alasan materi, Allah menjawab dalam Al-Qur’an: “Dan kawinilah orang-orang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (kawin), dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan.

Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya, Dan Allah Maha luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui,”. (QS.An-Nur/24:32).

Dari Sa’id bin Jubair, ia berkata: “Ibnu Abbas bertanya kepadaku:

“Apakah engkau telah menikah?” Aku menjawab “Belum”, ia berkata: ”Menikahlah, karena sesungguhnya sebaik-baik orang Islam adalah yang lebih banyak istrinya” (HR. Bukhari dan Ahmad).

Ketiga, nilai sosial kemasyarakatan Perubahan tingkat ekonomi sahabat dalam kisah diatas diduga adalah ketika Allah mempertemukan sahabat tadi dengan istri keempatnya yang seorang pengusaha. Artinya barangkali hikmah yang ingin Allah dan Rasul ajarkan adalah adanya suatu kehidupan yang saling melengkapi antara satu dengan lainnya.

Sementara firman Allah SWT.: ”Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)…” (QS. An. Nisa/4:3-4)

Kehidupan rumah tangga antara suami istri adalah kehidupan hubungan timbal balik yang saling melengkapi dan menyempurnakan. Maka ketika seseorang belum memiliki pasangan, berarti belum sempurna hidupnya, sebab nikah itu separoh dari agama, bahkan kesempurnaannya dikaitkan dengan kehidupan beragamanya. Sebagaimana sabda Rasulullah “Barangsiapa yang dikarunia seorang Istri yang solehah berarti ia telah membantunya menyempurnakan setengah dari agamanya, maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah pada setengah yang lainnya”. (HR.Anas bin Malik r.a)

Lantas pertanyaan kebanyakan para suami pasti kalau menambah istri lagi, lalu bagaimana dengan nafkah kepada anak dan istri-istrinya ? Satu saja sakit apalagi dua, tiga atau empat. Maka orang yang secara materi tidak berkecukupan tapi akhlaknya baik, dan layak kawin harus yakin, Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya (QS.Qn-Nur:32)

Poligami sebagai salah satu dari ketentuan Allah yang dihalalkan bagi kaum laki-laki dan tentunya pasti berguna bagi para perempuan. Karena sunnatullah sepanjang zaman, perempuan akan selalu lebih banyak jumlahnya dari laki-laki, maka jangan menganggap poligami itu keuntungan atau kesenangan bagi kaum laki-laki, tetapi merupakan beban tugas berat yang mulia bagi kaum laki-laki yang harus dihadapi dalam rangka berbagi-bagi kepemimpinan kepada perempuan – perempuan lain yang membutuhkan kepemimpinannya agar berprestasi menjadi khalifah Allah di muka bumi. Maka suami tidak boleh menganggap bahwa jika dia menghadapi kesulitan hidup dengan seorang istri, maka akan lebih sulit lagi kehidupannya bila dia beristri lagi (pindah

tugas baru), artinya setelah tugas pertama selesai dan sukses atau bisa mensolehahkan atau mengislamkan perasaan istrinya.

Maka seorang istri juga dituntut berbuat adil ketika memiliki seorang suami yang siap menjadi pemimpin, tentunya secara kesalehan sosial dan tidak monopoli, sebaiknya harus mau berbagi kepemimpinan suaminya kepada perempuan lain yang membutuhkan kepemimpinannya.




Mabes Laskar Khodam Sakti

Jl. Elang Raya , Gonilan, Kartasura

Solo, Jawa tengah
WA +6285879593262

Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.